Jika Ibu Girka kekurangan uang buat beli beras, ia tinggal meratap dan menjual cerita kesedihan kepada ibunya. Sehingga ibunya akan menggerakkan adik-adiknya untuk menyumbang Ibu Girka, yang diumumkan kehabisan uang buat beli beras. Tentu saja kehabisan uang buat beli beras karena ia habiskan uangnya untuk membeli kosmetik mahal, pakaian modis, dan semua yang membuatnya tampil awet muda dan bak istri sosialita.
Diandra mendengar Ibu Girka berceloteh di hadapan para ibu sambil terkekeh-kekeh, bangga merasa bahwa dirinya sangat cerdik memperdaya orangtuanya sendiri.
Huuup, sadar tengah naik angkot. Malu dan merasa bersalah kepada diri sendiri, kenapa melamun tak berguna. Urusan Ibu Girka, hak dialah . Yang penting , dirinya tidak suka berbohong apalagi menakali orang.
Akhirnya Diandra menghentikan lamunannya, kini ia melihat sejumlah anak SMA kena tilang. Juga anak SMP. Heran , masih seragam SMP kan belum punya SIM, kenapa ya bisa bawa motor segala ke sekolah? Kerumunan polisi lalu lintas itumenyadarkan ia bahwa sekolah putrinya sudah tak jauh lagi.
Sebentar lagi angkot akan sampai ke dekat sekolah Rathu . Tiba-tiba ia mendengar suara lelaki seram yang ada di hadapannya.Ada satu lelaki lainnya duduk di pojok ikut mengamati.
“Maaf bu, boleh saya bicara….,” tiba-tiba….. berani-beraninya lelaki itu bicara. Wajah seram di hadapannya. Wajah lelaki satunya yang di pojok juga memandangnya. Jangan-jangan ini komplotan......
“Maaf ya, tak perlu bicara apapun dengan saya!” dengan galak Diandra meminta supir berhenti. Sekolah Rathu sudah dekat, jalan kaki jauh sedikit tak mengapa daripada jadi korban hipnotis penjahat ini.
Jangan memandang mata penjahat, jangan terpancing pembicaraan. Jangan-jangan ini penjahat yang suka menghipnotis. Jangan-jangan …ah, untunglah Diandra segera turun, dan angkot berlalu.
Akhirnya, Diandra menghampiri satpam sekolah, menuliskan nama anaknya, nama kelasnya, agar berkas tugas anak yang ketinggalan di rumah tersebut disampaikan. Setelah mengucapkan terimakasih satpam sekolah lalu bertanya.