"Maafkan aku kek, aku juga tidak tahu. Aku hanya pernah diberitahu oleh ayah mengenai kisah ilmu Raja Sampun ini. Kemudian ayah mengajariku pemahaman mengenainya, bukan tata latihannya. Hanya itu saja. Aku bisa menerapkan ini karena ayah sangat keras melatihku waktu itu. Dan aku pernah mempraktekkan pemahaman ini untuk menyambung kaki depan kucingku yang patah tergilas ban kendaraan.", jawabku apa adanya.
"Hmmm... begitu ya. Ketahuilah anak muda bahwa suatu keilmuan yang disebut original itu apabila ia menjalani satu set latihannya sesuai dengan pakem yang dilekatkan pada ilmu tersebut. Apabila seseorang hanya mendengar kisah mengenainya kemudian merasa mampu mewujudkan kisah tersebut pada kenyataan tidak serta merta membuat ia mengerti dan menguasai keilmuan tersebut. Sebab seperti yang aku katakan sebelumnya bahwa hasil akhir bisa dicapai melalui pendekatan yang berbeda.
Jika proses latihan sudah berbeda meskipun hasil akhir sama maka ilmu tersebut tidak bisa disebut sebagai ilmu yang asli. Seseorang, dengan kecerdasannya dan nalurinya, bisa saja menemukan cara untuk menuju hasil akhir. Namun tetap saja cara tersebut mesti diperbandingkan dengan cara berlatih yang asli dari keilmuan tersebut.", jelas kakek tua itu.
"Apakah yang aku dan ayahku lakukan salah kek?", tanyaku penasaran.
Kakek tua itu tersenyum.
"Jika pandanganku terhadap keilmuan berbeda dengan ayahmu tentu saja itu sangat mungkin terjadi. Kenyataannya, kamu bisa menirukan sebuah hasil akhir yang bisa dikatakan mendekati hasil akhir aslinya. Dan sungguh ini bukanlah pekerjaan mudah. Ayahmu mesti seorang yang berbakat dalam ilmu silat. Namun jika kamu ingin belajar keilmuan disini itu artinya kamu harus mengikuti tata cara latihan yang ada disini.
Proses ini sesungguhnya yang sangat penting dibandingkan hasil akhir. Apabila proses dilakukan dan dilewati dengan baik maka hasil akhir akan mengikuti dengan sendirinya.", lanjut kakek tua itu.
Aku mengangguk dan sangat memahami maksud dari penjelasan kakek tua. Barangkali, inilah juga yang kemudian membuat keilmuanku menjadi bersifat "kurang matang". Mungkin ada beberapa bagian yang hilang dari proses yang semestinya kulewati namun kutafsirkan sendiri. Di permukaan mungkin terlihat sama. Namun apabila berbenturan dengan keilmuan aslinya nampaklah perbedaannya diantara keduanya. Semakin dalam level ilmunya maka perbedaan mendasar tenaganya semakin jauh bagaikan langit dan bumi.
"Pemahaman akan keilmuan memang memerlukan kejeniusan tersendiri. Kakek akan berikan satu contoh kecil.", ucap kakek tua.
Aku melihat pandangannya menyapu ke sekeliling. Kemudian ia berdiri dan berjalan kesamping, menunduk, dan memungut dua buah batu kecil dan kembali berjalan menuju tempat duduk sebelumnya.
"Anak muda, menurutmu mungkinkan dua jenis keilmuan yang berbeda sifat dapat disatukan? Misalnya, keilmuan berjenis air disatukan dengan keilmuan berjenis api?", tanya kakek tua itu kepadaku.