"Pada saat itu aku tidak tahu apakah ini berhasil atau tidak. Namun ketika kubuka kembali mataku, aku melihat kucing kecil itu sudah tidak merasa kesakitan seperti tadi. Dan kaki depan yang patah dengan posisi bengkok sudah terlihat lurus. Kucing kecil itu kini tertidur dengan kaki depannya lurus, tidak bengkok lagi. Keringatku bercucuran membanjiri bajuku. Mengerahkan kaidah Raja Sampun ini sungguh sangat menguras tenaga. Aku bergegas masuk rumah dan mengambil air minum. Rasanya sangat haus dan sangat lapar.", jawabku.
Aku menarik napas perlahan.
"Dua jam setelah itu, aku kembali ke halaman samping untuk melihat bagaimana kondisi kucing kecil itu. Ia kini sudah bisa bangun dan berdiri, namun jalannya masing pincang. Meski demikian, kaki depan sebelah kanannya sudah lurus dan sudah bisa ia pergunakan meski nampaknya masih sakit. Sepertinya aku harus mengobatinya dua atau tiga kali lagi.", lanjutku.
"Lalu setelah itu apakah Kisanak melanjutkan mengobati kaki kucing itu?", tanya Aji.
Aku mengangguk.
"Iya. Aku melanjutkan dua kali lagi pada hari itu dan dua kali lagi pada keesokan harinya. Tepat di hari ketiga kucing kecil itu kini sudah bisa berjalan kembali secara normal meskipun masih terlihat agak lemah. Setelah empat hari aku melihat kucing kecil itu sudah bisa berlarian kesana kemari bersama yang lain. Aku banyak-banyak berucap syukur kepada Allah atas pertolonganNya memudahkan jalanku ini.", jawabku.
Aji kemudian mengangguk-angguk.
"Kisanak, boleh aku bertanya sekali lagi...", tanya Aji.
"Silahkan...", jawabku singkat.
"Bagaimana cara Kisanak membentuk keyakinan saat itu?", tanya Aji langsung pada pokok pembicaraan.
Aku tersenyum. Ini adalah jenis pertanyaan yang dulu juga pernah kutanyakan pada diriku sendiri. Kemudian, melalui pengembaraan diri melalui banyak hal akhirnya aku mulai menemukan jawabannya.