Mohon tunggu...
Mas Gunggung
Mas Gunggung Mohon Tunggu... Penulis -

Selamat menikmati cerita silat "Tembang Tanpa Syair". Semoga bermanfaat dan menjadi kebaikan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tembang Tanpa Syair - Jagad Tangguh - Bagian 24

22 Maret 2017   17:51 Diperbarui: 23 Maret 2017   02:00 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Yang kulihat adalah kaki depan sebelah kanan kucing kecil itu bengkok. Patahannya terlihat sangat jelas. Yang terlintas di benakku saat itu hanyalah Raja Sampun. Itu saja. Lalu perlahan aku angkat kucing kecil itu ke atas rumah kardusnya dan aku duduk didepannya. 

Aku meraba dengan tangan kananku kaki kecil yang patah itu. Ia terlihat sangat kesakitan dan berusaha menggigitku. Mungkin itu naluri alamiah. Aku ingat ajaran ayahku, bahwa dalam menangani masalah kesehatan mestilah dengan perasaan cinta dan sayang. Lalu kuelus perlahan kepala kucing kecil itu sambil kuniatkan bahwa aku ingin menolongnya. Setelah itu aku meraba kembali kaki kecil yang patah tersebut. Terdengar ia meringis kesakitan namun tidak menggigitku seperti tadi. Mungkin ia bisa merasakan bahwa yang kulakukan adalah untuk membantunya.

Ketika kucing kecil itu sudah tidak mulai berontak, aku mencoba meluruskan kaki yang bengkok itu dengan kedua tanganku. Terdengar bunyi krek pada saat kuluruskan. Kucing kecil itu bersuara lebih keras. Sementara sang induk terlihat mondar-mandir makin gelisah. Setelah tulang depan kaki kucing itu berhasil kuluruskan, kepala kucing itu terlihat lunglai. Mungkin ia menahan rasa sakit yang amat sangat ketika kuluruskan tulangnya yang patah. Saat itulah aku mulai mencoba untuk menggunakan Raja Sampun untuk pertama kalinya.", ucapku menjelaskan.

"Bagus sekali. Lanjutkan Kisanak...", ucap Aji.

"Raja Sampun yang kupahami, pada dasarnya terjadi dan pasti terjadi hanya dan hanya jika Allah mengizinkan. Maka saat itu yang pertama kulakukan adalah memejamkan mata, menundukkan kepalaku, sekaligus menundukkan hati ini dengan cara merendahkan diriku dihadapan Allah bahwa aku ini adalah makhluk yang lemah. Kuletakkan ego di titik terendah yang aku bisa. Tiada daya dan upaya melainkan semua terjadi atas izinNya semata.

Saat itu, aku merasa seperti tenggelam di dasar yang gelap. Sangat gelap. Tidak ada kucing. Tidak ada kaki yang patah. Tidak ada induk kucing. Ada aku namun serasa tidak ada aku. Pada kondisi tersebut aku mulai membentuk niat. Niat untuk menggunakan Raja Sampun atas izinNya. Lalu niat itu kunaikkan ke permukaan kesadaranku dan kuarahkan pada tulang kaki kucing kecil yang patah itu. Setelah itu kurasakan. Napasku kuatur halus dan lembut. Kujaga agar tidak terjadi lonjakan energi.

Sambungan tulang kaki kucing kecil itu bisa kurasakan benar. Perlahan aku mulai menerapkan kaidah penyusunan materi seperti yang pernah kupelajari dari ayah. Bahwa suatu benda dapat dilihat dari dualisme sifat. Karakter fisik yang terlihat oleh mata, ketika diselami hingga ke dalam hanya menjadi berkas-berkas energi dan gelombang. Ketika berkas-berkas energi dan gelombang ini diselami hingga lebih dalam lagi maka ia tak lebih dari ruang kosong nan hampa.

 Lalu dari kehampaan inilah semua tercipta. Aku mesti bisa mengenali elemen pembentuk materi yang kemudian kubuat dan kususun dari ruang hampa ini hingga berturut-turut menjadi nyata. Energiku, yang pada semua ruang hampa tubuhku yang sudah pernah kuolah melalui latihan, kugunakan untuk mengenali semua unsur dan elemen pembentuk tulang. Lalu dengan penuh keyakinan agar yang kulakukan ini bisa terjadi, aku mulai membentuk ikhtiar.

Ketika kaidah ini kukerahkan, aku merasa telapak tanganku seperti dialiri oleh banyak sekali serabut-serabut halus. Serabut-serabus halus ini sangat terasa berjalan menuju sambungan tulang kaki kucing yang patah tersebut. Makin lama terasa makin banyak. Lalu perlahan ia merekatkan tulang yang patah tadi. Menyambungkan dengan cara yang entah aku tidak mengerti detailnya. Namun saat itu begitu terasa di kedua telapak tanganku. Dan ketika serabut-serabut energi itu mulai banyak mengaliri urat-urat lenganku, rasanya seperti disayat-sayat.

Saat melakukan itu, akupun sudah tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Niatku hanya satu, bahwa aku ingin membantu kucing kecil ini dengan cara menyambungkan kembali tulang kaki depannya yang patah. Selesai melakukan, aku berucap syukur kepada Allah, dan menyerahkan segala urusan kepadaNya. Semoga Allah ridho dan berkenan membantuku untuk memperbaiki tulang kucing kecil yang patah ini.", jawabku.

"Apakah berhasil?", tanya Aji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun