Saat itu mereka masih kanak-kanak. Tapi kini, … benarlah kata Sammy, mereka telah tumbuh dewasa. Pola pikirnya tidak senaif dulu. Dan masalah sumpah itu, ….. biarlah anak-anak mencari jawabnya sendiri.
Menjalang tengah malam, Martha baru pulang ke rumah dan didapati pintu gerbang tidak dikunci. Ia merasa heran. Bertambah heran sewaktu memasuki beranda rumah, matanya menyergap pucuk surat tergeletak di atas meja. Segera diambil dan dibaca surat itu.
Mama, … kami sekarang berada di rumah Nenek. Kami tak bisa pastikan kapan kembali pulang, namun Mama tak usah cemas. Kami baik-baik saja. Kami pergi bukan karena benci Mama telah menjalin hubungan serius dengan seorang laki-laki, tetapi kami tidak mungkin hidup bersama dalam satu atap dengan seorang calon ayah, yang lebih pantas sebagai Kakak daripada orang tua kami.
teriring salam dari putri-putri Mama
NB.
Mama … jangan lupa jemput Reni Senin lusa yah. Sekalian kebayanya dilaundry untuk acara Kartini-an di sekolah.
Butiran air bening tanpa diduga-duga meluncur begitu saja dari sudut kelopak matanya. Membasahi secarik kertas yang sedang ia genggam. Tulisan tangan di akhir surat tersebut, membuat perempuan paruh baya itu terduduk lesu dan menangis tersedu-sedu. Menangis karena ia hampir saja melupakan ulang tahun si Bungsu yang kebetulan bertepatan dengan tanggal kelahiran seorang pejuang wanita. Kartini ! …
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H