Martha yang sejak mula telah memprediksi adegan akan muncul seperti itu, cepat-cepat mencairkan suasana kaku dengan mengatakan kepada putri-putrinya bahwa tamu itu kliennya. Orang yang patut dibela dan dilindungi karena dia adalah seorang korban penipuan.
Sungguh lega hati Martha. Ia merasa beruntung karena sandiwara yang diciptakan berhasil sesuai skenario. Laki-laki itu ternyata mampu merebut simpati di mata anak-anak. Jelas terlihat dari perkenalan yang wajar, sambutan hangat, serta keakraban yang terpancar disela-sela pertemuan singkat itu. Bagi Martha ini merupakan fenomena baru yang patut dipelihara sebaik-baiknya. Setidaknya, pintu masuk untuk seorang laki-laki telah dibuka lebar-lebar oleh ketiga putrinya. Meskipun itu baru sebatas sambutan seorang tamu.
***
“Sandiwara kita berhasil, Sam … mereka tidak menaruh curiga. Namun yang membuat hatiku bahagia, anak-anak akhirnya mau juga menerima kehadiran kamu.”
“Dengan bersandiwara? … apalah artinya, Martha? Mereka bukan anak kecil lagi. Mereka tentu akan bertanya-tanya terus, mencari tahu ada apa dibalik hubungan kita. Sudahlah, Martha … kita ini bukan ABG lagi. Kamulah yang mestinya bersikap lebih bijaksana, dan memberi pengertian kepada anak-anak.”
“Akan kucoba.”
“Bagus! … lebih cepat itu lebih baik.”
“Tapi, … aku butuh bantuan kamu.”
“Bersandiwara lagi?”
Martha mengangguk kecil.
“Martha, … Martha, … peran apa lagi yang akan kumainkan?”