Amarah  Nazril memuncak. Sepulang dari acara reuni bersama teman SMA nya, ia tiba-tiba ia meradang tanpa Maya ketahui sebabnya.
"Gubrakkk."
 Suara meja di tendang dan kursi di banting membuat tubuh Maya bergetar hebat.Â
Mata Nazril  memerah karena amarah yang memuncak, tangannya melayang di udara hendak menampar pipi istrinya .
"Plakkk," Suara jemarinya beradu dengan pipi wanita cantik  berkulit putih mulus itu.Â
Maya terpekik histeris memegangi pipinya. Ada darah segar mengalir di sudut bibir wanita pemilik mata sipit itu.Â
Ini bukan untuk pertama kalinya ia merasakan pukulan dari suaminya yang baru setahun menikahinya.
Melihat darah mengalir bersama dengan pecahnya tangis istrinya. Air wajah laki-laki kekar bertubuh atletis itu berubah panik. Tangannya gemetar meraba pipi istrinya.
 " Sayang, maafkan aku ....maafkan aku," ucapnya dengan suara bergetar menahan sesal. Maya bergeming dari tempatnya. Kakinya seolah kaku tak mampu melangkah saat suaminya menggendongnya ke atas ranjang.
Tubuh Maya terguncang menangis tergugu. Hatinya sakit mendapat perlakuan yang begitu kasar dari orang yang dicintainya satu tahun terakhir ini.Â
Beberapa kali Maya mengalami kekerasan dari suaminya. Kadang hanya karena persoalan sepele, bahkan Maya sendiri tak menyadarinya.
"Sayang, maafkan aku! Aku tak bermaksud melukaimu," Ucap laki-laki berkulit sawo matang itu sendu.Â
Nazril mengelus pipi istrinya penuh kasih. Sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat jauh dari perlakuannya bebrapa menit yang lalu.
Maya hanya menagis menanggapi permintaan maaf suaminya, ia takut dan terluka.Â
Maya bingung atas sikap suaminya yang kadang sangat kasar, tapi beberapa saat kemudian berubah sangat lembut.Â
Kadang Nazril memperlakukannya seperti budak tapi beberapa saat kemudian suaminya memperlakukannya bak ratu.
Melihat istrinya tak merespon permintaan maafnya, Nazril bangkit mengambil kompres kemudian mengompres luka di wajah istrinya. Air matanya  mengkristal jatuh membasahi pipinya. Kesan sangar dan kasar tak terlihat lagi di wajahnya.Â
Hanya penyesalan yang tergambar jelas di raut mukanya. Tangisnya memperjelas penyesalannya yang begitu besar telah berlaku kasar pada wanita berambut sebahu yang duduk termangu di sampingnya.
Rasa cinta yang begitu besar pada istrinya mengubahnya jadi lelaki pencemburu dan tempramental.Â
Dalam hati kecilnya ia sama sekali tidak ingin melukai wanita lembut berwajah oriental yang telah setahun menemaninya menjalani biduk rumah tangga, namun ia juga tak mampu membendung amarahnya saat melihat istrinya dekat dengan pria lain, meskipun  temannya sendiri.
Seperti hari ini. hatinya terbakar cemburu saat melihat istrinya berbincang dengan teman SMAnya di acara reuni tahunan yang rutin mereka adakan.Â
Padahal hanya perbincangan biasa, tak ada kontak fisik antara mereka, namun ia tak suka saat temannya itu menatap kagum pada istrinya yang cantik itu.
Sesampainya di rumah, ia meluapkan amarahnya dengan menendang meja, membanting kursi dan berakhir dengan tamparan mendarat di wajah istri yang sangat ia sayangi.
Maya masih termenung disela isak tangisnya. Ia tak tahu lagi cara menghadapi sikap buruk suaminya yang sering melukainya tanpa ia sadari apa kesalahannya .
Maya mengenal Nazril sejak SMA. Maya mengenalnya sebagai laki-laki yang sangat baik dan santun. Mereka berteman sejak masuk sekolah menengah atas hingga kuliah, mereka mengambil jurusan yang sama.Â
Kedekatan mereka membuat Maya tak berfikir panjang untuk menerima lamaran Nazril saat laki-laki itu mengutarakan  niatnya untuk menikahinya.
Namun, penikahan indah yang ia bayangkan jauh dari kenyataan. Sikap temperamental suaminya kerap membuatnya terluka. Kadang Nazril menamparnya kadang mendorongnya hingga terjatuh.
Sebenarnya Nazril adalah pria baik. Ia sangat bertanggung jawab dan pekerja keras. Bahkan setahun pernikahan mereka Nazril telah membelikan rumah dan mobil untuk istrinya. Tak jarang Nazril membantu istrinya mengerjakan pekerjaan rumah dan memberikan kejutan-kejutan indah untuk Maya.
Kadang Maya ingin mengakhiri saja pernikahannya, namun saat mengingat kebaikan-kebaikan suaminya ia kembali ragu mengambil keputusan itu.
"Sayang, maafkan aku yah, aku ...aku tak sengaja," Ucap Nazril mengecup kening istrinya lembut.
"Tapi kenapa mas?" Â Sahut Maya dengan wajah sembab. Ia benar-benar bingung atas sikap suaminya.
"Maafkan aku May," Suara Nazri lirih, ia menundukkan wajahnya menatap kaki Maya yang terlihat pucat.
"Sakit Mas," Ucap Maya lagi sambil memegangi dadanya yang sesak karena terluka atas sikap suaminya.
"Maafin aku May, aku menyesal...aku tak bermaksud...." Ucapan Nazril terputus tercekat di kerongkongannya. Ia tak tahu bagaimana harus menjelaskan pada istrinya tentang kecemburuannya yang kadang tak mengenal batas.
"Mas, tatap aku! Katakan, apa sebabnya mas menyakiti aku lagi?" Â sahut Maya mulai emosi.
"Aku ...aku cemburu May" Ucapnya dengan suara melunak dan terbata.
"Astaga mas, cemburu sama siapa lagi?" Mata Maya terbelalak mendengar pengakuan suaminya. Ia bahkan tak menyadari suaminya cemburu pada siapa.
"Rudi."  Sontak Maya menutup mulutnya  dengan tangannya, ia terkejut mendengar nama itu di sebutkan suaminya.
"Mas...bahkan aku hanya bercakap dengannya selama beberapa menit saja," ucap  Maya masih shock.
"Tapi dia menatapmu kagum may!" Sahut Nazril ragu.
"Itu salahku?!" Tanya Maya terlihat sangat marah.
"Mas, aku capek dengan semua ini, aku sudah tak sanggup lagi," ucap Maya sambil bangkit dari ranjangnya.Â
Maya benar-benar emosi dan sakit hati. Bagaimana mungkin suaminya cemburu padanya pada hal yang menurutnya sangat tidak wajar.
"Maksud kamu May?"
Nazril masih memegang tangan istrinya berusaha mencegah langkah Maya menjauhinya.
"Mas sakit jiwa! coba mas pikir , apa kecemburuan mas itu wajar?!"Â
Teriak Maya yang membuat Nazri terperanjat. Baru kali ini Maya bersikap seperti itu.
"Tapi May, aku sudah minta maaf," ucap Nazril sambil memeluk kaki Maya yang sedang berada dipuncak emosinya.
"Terus, kalau sudah minta maaf, Mas anggap semua selesai? Lalu kemudian nanti mas mengulang lagi dan minta maaf lagi?!"
Suara Maya melengking menahan amarahnya. Ia benar-benar telah muak menjalani rumah tangga yang seperti ini.
"May...maafkan aku, aku tak sengaja," ucap Nazril berdiri memeluk tubuh istrinya.
"Sudah mas, aku capek, kita akhiri saja pernikahan ini."Â
Maya melepaskan dekapan suaminya dengan kasar dan melangkah menuju lemari pakaiannya.
"May, apa maksud kamu? Â kamu mau meninggalkan aku May?" sahut Nazril dengan mata berkaca.Â
"Aku tak bisa hidup tampa kamu May," sahutnya lagi melangkah mendekati istrinya yang mulai memasukkan pakaiannya ke koper.
"Aku mau cerai mas, aku tak sanggup terus menerus disakiti olehmu!"
 Ucap Maya menatap laki-laki yang masih memegang tangannya berharap Maya tidak bersunguh-sungguh dengan ucapannya.
"Mas, untuk apa?! tidak ada gunanya mempertahankan pernikahan yang tidak didasari kepercayaan!" teriak Maya .
"Aku percaya padamu May,"Â
Ucap Arya mengusap air bening yang membasahi pipinya.
"Tidak mas, kamu tak percaya," ucap Maya melangkah keluar meninggalkan suaminya.
Nazril hanya bisa tertegun menyaksikan Maya penuh emosi meninggalkannya sendiri di kamar itu. Ia sadar, perlakuannya memang sulit untuk di maafkan. Bahkan ia sendiri tak mampu menghitung sudah berapa kali ia memukul dan membentak istri yang sangat ia cintai itu. Alasannya hanya karena cemburu.
Padahal kecemburuannya sama sekali tak beralasan. Emosinya akan memuncak saat melihat istrinya itu di tatap oleh laki-laki lain, walaupun Maya sendiri tak pernah berbuat di luar batas kewajaran. Dirinyalah yang bermasalah. Benar kata Maya, Ia sakit jiwa.
Tapi sungguh ia tak bisa hidup tanpa Maya. Justeru karena rasa cinta yang berlebihan itu kadang membuatnya cemburu buta. Semua kekesalannya akhirnya ia limpahkan pada Maya.Â
Sering kali ia berjanji untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya itu, tapi kenyataannya ia terus mengulanginya tanpa sadar.
"May, tunggu!" teriakannya sontak menghentikan langkah Maya yang hampir mencapai pintu keluar rumah.
"Kalau kamu mau meninggalkan aku, lebih baik aku mati saja" Sahut Nazril dengan pisau di tangannya.
"Mas, kamu gila!"Â
Maya berlari menghampiri suaminya, ia tak menyangka kalau Nazril akan mengancam bunuh diri jika dirinya pergi.
"Yah, kamu benar May, aku memang gila, aku gila kalau kamu pergi dariku!"Â
Sahutnya mengayunkan pisau itu kearah jantungnya.
"Maaaassss!!!"
Teriak Maya histeris berlari kearah suaminya. Sejenak Nazril terpaku.
"May...Maya, sayang!" Nazril terkejut dan panik melihat tubuh istrinya rubuh dipelukannya.
"Mayaaaaa, apa yang kamu lakukan?!"Â
Nazril meraba pundak istrinya yang berlumuran darah. Rupanya Maya lansung mendekap tubuh Nazril sesaat sebelum pisau menembus jantungnya.
"Mayaaaaaaa!!!"
Teriakan Nazril menggema hingga keluar rumah. para tetangga terkejut dan berlari menuju rumah Nazril. Mereka menemukan Nazril terduduk memeluk tubuh istrinya yang sudah tak berdaya.
"Tolong panggil ambulans, siapaun tolong!" Teriak Nazril panik berteriak-teriak meminta pertolongan.
Seseorang mendekatinya, berusaha menenangkan Nazril yang terus berteriak dan menangis memeluk tubuh istrinya.
"Sabar pak, sabar...." Ucap lelaki tua itu memegang pundak Nazril.
"Aku yang menusuknya pak, aku yang melakukannya!" ucapnya dengan nafas tersengal.
"Mas..aku...aku...mencintaimu,"
Suara lemah dari mulut Maya terdengar oleh Nazril. Tak lama kemudian Maya menghembusakan nafas terakhirnya diiringi teriakan panjang dari Nazril menyebut nama istrinya.
Warga segera memanggil pihak berwajib untuk mengevakuasi jenazah Maya.Â
Nazril untuk sementara ditahan di rumah pak RT untuk menjaga-jaga agar tidak diamuk warga.
Warga sekitarnya samasekali tak menyangka kejadian tersebut. Sehari-hari mereka melihat keharmonisan kelurga baru itu. mereka menyaksikan, betapa Nazril sangat menyayangi istrinya.Â
Mereka tak pernah tahu permasalan apa yang menyebabkan Nazril tega membunuh istrinya.
Kejadian itu jadi topik utama dalam Koran dan media sosial lainnya.
Nazril akhirnya mempertanggung jawabkan perbuatannya di balik  sel yang dingin. Â
Penyesalan yang terus menghantuinya kerap membuatnya berlaku seperti orang gila. Berteriak-teriak memanggil nama istrinya di tengah malam, membuat penghuni sel lain merasa tergangggu.
Karena ia tak kunjung berubah akhirnya ia dipindahkan ke rumah sakit jiwa. Tiap saat hanya nama Maya yang menghiasi bibirnya. Kadang menangis tersedu. Kadang tertawa terbahak kemudian meraung-meraung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H