Mohon tunggu...
Muhammad  Arsyad
Muhammad Arsyad Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang kapiran dan serabutan

Seorang kapiran dan serabutan. Masih Kuli-ah di IAIN Pekalongan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mat Belor

20 Maret 2018   16:09 Diperbarui: 20 Maret 2018   16:11 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: krjogja.com

Sebelum ditawan dan akhirnya dibunuh oleh seorang komandan perang Portugis, Joko Gendeng sudah melahirkan satu murid, namanya Mat Belor. Kelak dialah yang akan membalaskan dendam kematian sang guru dari tangan Portugis. Namun, hal itu jelas sia-sia, karena Portugis sudah enyah dari Nusantara, dan terusirnya Portugis membawa petaka lain bagi rakyat Nusantara, pasalnya giliran Belanda yang mengusik ketenangan penduduk yang sempat tenang beberapa hari sebelum tentara Belanda itu datang.

Kedatangan Belanda malah bukan menjadi petaka bagi Mat Belor, melainkan sebaliknya. Mat Belor yang tengah mengembara di Madukara justru menjadi ancaman lain bagi rakyat Madukara. Bagaimana tidak, Mat Belor adalah petarung tangguh, hampir setiap orang yang lewat sudah dibunuhnya, atau paling tidak terluka jika kebetulan harus berhadapan satu lawan satu dengan Mat Belor. Prestasi terbaiknya adalah membunuh seorang Mayor dari KNIL yang beberapa waktu lalu sempat menghalanginya berjumpa dengan Gubernur untuk menagih jatah pajak. Ini yang menjadi kehebatan dari seorang Mat Belor, dia sanggup untuk melumpuhkan sepuluh orang hanya dengan beberapa pukulan saja. Bahkan seorang gubernur pun tak kuasa untuk membendung apalagi menolak apa yang dia inginkan.

Suatu sore, di pojok kota Madukara, sekelompok orang tengah ngopi di warung yang kebetulan milik pribumi. Nampak beberapa petarung sedang menggunjingkan Mat Belor, mereka saling tawa,  saling bercanda, dan sesekali menghisap rokok dan menyeruput kopi. Di jalan berlalu lalang beberapa prajurit yang selalu siaga kalau-kalau ada yang memberontak pada pemerintahan kolonial. Kadang kala, juga nampak beberapa prajurit yang secara kasar menyeret orang yang coba memberontak pada pemerintahan kolonial.

Sore itu berlangsung agak mencekam suasananya, hingga salah seorang petarung mulai angkat bicara.

"Diantara kalian siapa yang pernah berjumpa dengan Mat Belor?" kata seorang petarung yang baru saja mengepulkan asap rokoknya memulai pembicaran.

"Saya pernah menemuinya kemarin di dekat markas KNIL," jawab Jembul salah seorang dari mereka.

"Benarkah itu tuan?" tanya Wage, salah seorang petarung juga yang seolah tak percaya.

"Iya benar. Bahkan saya sempat bertarung dengannya," Jembul menanggapinya dengan mantab.

"Lantas kenapa kamu masih hidup?" tanya Wage lagi, seolah benar-benar tidak yakin.

"Dia adalah petarung yang hebat, olah kanuragannya cukup piawai yang hampir mirip dengan legenda Pasundan, Prabu Siliwangi. Saya pun hampir tewas saat menghadapinya. Tapi bukan Jembul namanya kalau tidak bisa lari dari petarungan yang akan berujung maut itu," Jembul menjawabnya dengan ketenangan.

"Bagaimana caranya?" Wage bertanya kembali.

"Tentu saat dia lengah, saya lebih memilih kabur daripada menyerangnya balik, karena jika saya lakukan serangan balik sudah pasti dia akan menghindar dan justru menyerang saya kembali, dan kemungkinan besar saya sudah tidak ngopi bareng kalian lagi disini."

Semua petarung diam sejenak, ada yang menyeruput kopi, dan ada yang tengah menghisap sekaligus mengepulkan asap rokoknya. Masih di warung milik pribumi itu, datang seorang yang berperawakan agak tua bermaksud membeli minum.

"Dia itu memang keparat!" selepas membeli minum, orang tua itu asal nyamber saja ikut pembicaraan.

"Keparat bagaimana kang?" tanya seorang petarung.

"Si Bangsat itu telah memerkosa anak saya! Dia harus segera diberi pelajaran!" orang tua itu geram dan memaki-maki.

"Hah? Memerkosa?" pemilik warung yang tadinya diam kini mulai ikut bicara.

"Iya, kemarin Mat Belor datang ke rumah saya. Dia langsung masuk ke dalam tanpa permisi dan membawa pergi anak saya. Esoknya anak saya pulang dan dia mengaku sudah diperkosa oleh Mat Belor."

"Beberapa hari yang lalu, juga ada anak seorang perempuan datang ke warung saya, dia minta perlindungan saya dari Mat Belor. Perempuan itu juga mengaku kalau dia baru saja diperkosa oleh Mat Belor." Si pemilik warung itu ikut pembicaraan.

"Kurang ajar Mat Belor itu, dia harus segera di bunuh, atau paling tidak diusir dari Madukara." Wage menimpali.

"Benar," jawab orang tua itu.

"Ngomong-ngomong tuan ini siapa?" tanya Jembul kepada orang tua itu.

"Saya Karsa, Kepala Desa ini. Kenapa kalian tidak mengenal saya?"

"Maaf. Kami bukan asli desa sini, kami hanya singgah sejenak," jawab Jembul.

"Kalau begitu untuk membicarakan hal ini, bagaimana kalau ke rumah saya saja?' Karsa menawari.

"Baik." Wage menjawab.

Akhirnya, Karsa dan empat petarung yang sedari tadi berkumpul di warung  itu mulai meninggalkannya, dan menuju rumah Karsa. Di tengah perjalanan, mereka menjumpai Mat Belor yang sedang memporak-porandakan sebuah pasar. Karsa dan keempat petarung itu hanya diam dan berlalu begitu saja. Karena mereka tahu, kalaupun empat petarung itu ikut turun tangan menghentikan aksi Mat Belor saat itu, mereka keempat-empatnya akan tewas. Jika berhadapan secara fisik, sudah dipastikan  Mat Belor yang akan memenangkannya. Mereka memutuskan untuk berlalu saja dan membiarkan pasar porak-poranda, hingga menunggu nanti siasat apa yang akan mereka gunakan untuk menghadapi Mat Belor.

Setelah sampai di teras rumah Karsa. Keempat petarung itu dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Saat mereka duduk dan menunggu Karsa yang tengah masuk ke dalam sebentar, seorang gadis cantik keluar dari bilik. Dia berpakaian rapi, dan memakai kebaya yang nampak anggun.

"Dia anak saya," tiba-tiba Karsa keluar.

"Wah... anak tuan cantik juga ya, pantas saja  Mat Belor mau memerkosanya," kata seorang petarung.

"Kurang ajar!" Karsa agak geram mendengar kalimat itu

"Ini diminum dulu tehnya," gadis ini menyuguhkan teh untuk keempat petarung itu. Nampak salah seorang dari mereka gerogi menerima secangkir teh itu.

"Namanya Sukmawati, dia sebetulnya masih gadis, namun Mat Belor berhasil merenggut keperawanannya."

"Bukan hanya anak tuan yang sudah dicabut keperawanannya oleh Mat Belor, tapi beberapa gadis di Madukara sudah mengalaminnya," Wage menjelaskan.

"Termasuk Arimbi?" tanya Karsa.

"Arimbi? Siapa dia?" Jembul heran, karena kebetulan dia baru pertama kali mendengar nama itu.

"Iya, Arimbi si pelacur. Hampir semua lelaki di Madukara pernah menyetubuhinya. Dia adalah pelacur paling terkenal di Madukara,"

"Secantik apa dia? Kok bisa-bisanya jadi pelacur?" Jembul nampak terheran-heran dan ingin berjumpa dengannya.

"Bagaimana kalau besok saya antar kalian ke rumah wanita itu?"

"Ke rumahnya?" Wage nampak berambisi.

"Iya, kalian bermalam disini saja."

"Untuk apa kita ke rumah wanita pelacur itu," tanya Jembul.

"Barangkali hanya dia yang bisa membantu kita untuk menghadapi Mat Belor," jawab Karsa.

"Menghadapi Mat Belor? Menghadapi bagaimana? Wanita itu kita suruh berkelahi dengan Mat Belor?" tanya Wage, seolah tak yakin dengan apa yang diutarakan Karsa.

"Bukan. Tapi kita paksa Mat Belor menyetubuhi pelacur itu, dan biarkan Arimbi yang nanti membunuhnya."

"Arimbi  yang akan membunuhnya? Bagaimana mungkin. Mat Belor itu orang sakti, dia tidak bisa tertusuk pisau dan anti peluru," Wage semakin tak percaya.

"Saya tahu itu. Tapi beberapa waktu yang lalu saya mendapat kabar kalau kekuatan Mat Belor akan lenyap bila sudah menyetubuhi perempuan lebih dari sekali."

"Dia sudah menyetubuhi hampir semua perempuan di Madukara. Apa yang membuat tuan yakin kalau dengan menyetubuhi Arimbi, Mat Belor akan tewas?" Wage benar-benar tidak yakin akan rencana itu.

"Yang disetubuhi Mat Belor semuanya bukan pelacur.  Untuk itu Arimbi harus berhasil menyetubuhinya. Karena untuk melemahkan Mat Belor, harus ada pelacur yang menyetubuhinya minimal sekali." Jelas Karsa.

"Minimal sekali? Maksud tuan?" tanya salah seorang petarung sembari menyeruput teh.

"Iya, kita akan paksa Mat Belor ketagihan menyetubuhi Arimbi, selanjutnya kalian bisa membunuhnya."

"Kalau begitu besok kita ke rumah Arimbi,"Jembul mengakhiri pembicaraan.

Esoknya, Karsa dan empat petarung mulai berangkat ke rumah Arimbi. Di tengah perjalanan, mereka berjumpa dengan Mat Belor yang hendak memerkosa seorang gadis. Kali ini Karsa berani menegurnya.

"Hei Bangsat! Hentikan!" bentak Karsa.

"Hei! Siapa kamu?!" Mat Belor balas membentak sambil memegang tangan gadis itu.

"Aku Karsa. Ayah dari Sukmawati. Perempuan yang beberapa hari lalu berhasil kau renggut keperawanannya."

"Oh, jadi kamu datang kesini untuk membalaskan apa yang saya perbuat pada putrimu?"

"Jangan bodoh Mat Belor. Saya hanya kebetulan lewat."

"Mau kemana kamu bersama empat petarung itu?" Mat Belor bertanya.

"Kami ingin ke rumah Arimbi, gadis paling cantik di Madukara!" sentak Wage.

"Arimbi? Gadis paling cantik?" Mat Belor heran karena baru mendengar nama itu.

"Iya. Dan kami akan memberitahu Arimbi agar pergi dari Madukara supaya kau tidak bisa menjumpainya untuk diperkosa." Jawab Karsa tenang. Namun kalimat itu hanya membuat Mat Belor tertawa keras.

"Dasar Bodoh! Kamu kira aku anak kemarin sore? Tentu aku dengan mudah akan menemukan gadis itu nanti. Lihat saja!"

"Jangan jumawa kamu Mat Belor!" Karsa membentak dan kabur meninggalkan Mat Belor sebelum dia marah besar.

Hari sudah mulai terang. Matahari sudah mulai menuju atas ubun-ubun. Nampak rumah bertembok kayu sudah terlihat, yang itu ternyata rumah Arimbi. Karsa dan keempat petarung segera menuju pintu rumahnya dan mengetuknya. Dari dalam rumah keluar wanita cantik yang bibirnya bergincu merah membukakan pintu. Pakainnya tak memakai kebaya, tapi lebih condong ke pakaian yang menggambarkan bentuk lekuk tubuhnya. Wajahnya putih bersih, dan rambutnya terurai agak panjang dan hitam legam. Terlihat dia benar-benar cantik, dan membuat keempat petarung itu gerogi dan jatuh cinta.

"Ada apa ini?" Arimbi bertanya.

"Saya Karsa, dan ini empat petarung dari Madukara ingin bicara denganmu." Karsa menjelaskan.

"Baiklah kita bicara di dalam saja," jawab Arimbi.

Akhirnya Arimbi, Karsa, dan empat petarung masuk ke rumah pelacur itu. Mereka membicarakan rencana untuk menghabisi Mat Belor dengan memanfaatkan si pelacur. Entah dengan cara apa Karsa bernegosisasi dengan Arimbi, hingga mereka sepakat akan rencana itu. Yang jelas, Karsa mengiming-imingi segepok uang yang akan diberikannya pada Arimbi jika dia berhasil melakukan siasat itu. Rencananya, Arimbi yang nantinya akan mengambil peran sebagi pelacur untuk melumpuhkan kekuatan Mat Belor, setelah tiga kali menyetubuhi Mat Belor, dia kan berkurang kekuatannya, 

Hari eksekusi sudah tiba. Mat Belor yang hobi marah-marah itu berhasil menemukan rumah Arimbi si pelacur. Mat Belor memaksa masuk ke rumah itu dengan mendobraknya. Tak disangka rumah itu sepertinya kosong, tapi Mat Belor tak putus harapan. Dia memaksa masuk hingga ke dalam rumah. Sampai di sebuah bilik kamar dan secara paksa dia membuka kamar itu. Tak disangka sekujur daging mentah berbaring telanjang diatas kasur siap untuk dicabik-cabik. Wanita yang tengah berbaring telanjang itu adalah Arimbi. Dia seperti sudah siap untuk disetubuhi oleh Mat Belor.

Mat Belor yang melihat perempuan telanjang dihadapannya seketika berubah mimik mukanya seolah seperti harimau yang tengah kelaparan yang siap menerkam daging mentah dihadapannya. Mat Belor sudah naik ke puncak birahinya, dia mulai menanggalkan pakaiannya  satu persatu dan mulai menerkam Arimbi seperti singa yang kelaparan. Dia mulai meraba-meraba lekuk tubuh Arimbi dengan seluruh birahinya. Mat Belor nampak menikmati daging telanjang dihadapannnya, sedangkan Arimbi yang memang seorang pelacur jelas menikmati perannya.

Arimbi dilemparkan keatas kasur setelah diselami tubuhnya dengan tangan dan jari jemari kotor Mat Belor. Dia langsung saja menerkam Arimbi dengan ganasnya, Mat Belor memosisikan dirinya diatas Arimbi yang terbaring tak berdaya. Dia memasukkan kemaluannya secara paksa dilubang kelamin si pelacur. Namun Arimbi yang memang seorang pelacur  justru menikmatinya. Dia sesekali mengeram kadang mengaung walau hari masih belum gelap. Mat Belor semakin keras mengguncangkan kemaluannya, dan Arimbi yang ada dibawahnya semakin terguncang karena kemaluannya 

Kejadian itu berlangsung cukup lama, sampai akhirnya keduanya berhenti karena kelelahan. Mat Belor berbaring di samping Arimbi tanpa berpakaian, begitupun Arimbi yang terlihat kelelahan meladeni nafsu sang petarung, berbaring dipojok lain dengan sedikit bercak-bercak putih di bagian kemaluannya.

"Kamu pemain yang hebat," Arimbi menguji Mat Belor.

"Kamu baru tahu ya? Selain petarung, aku juga penakluk wanita terbaik di Madukara," Mat Belor semakin berbangga diri.

"Oleh karena itu, kamu bisa melakukannya lagi besok. Bagaimana? Hari ini cukup segini saja, besok kita berjumpa lagi, aku  dengan senang hati akan meladenimu lagi," Arimbi mulai membujuk.

"Tentu besok aku akan kemari lagi," kata Mat Belor yang nampaknya belum mengenal siapa gadis yang baru saja disetubuhinya.

Esoknya, keduanya kembali bercinta, dan harus berakhir seperti hari pertama mereka bercinta. Arimbi kembali meladeni nafsu Mat Belor yang mulai lupa kalau diluaran sana masih banyak gadis cantik selain Arimbi. Namun nampaknya daya pikat Arimbi ini sukses meluluhkan sang petarung. Hingga hari ketiga, dimana pada hari itulah Mat Belor akan dibunuh oleh empat petarung tadi.

Di suatu malam yang kebetulan suasananya cukup mencekam. Burung gagak sudah bertengger di dahan pohon depan rumah Arimbi, seolah sudah siap menyambut kematian seseorang. Datanglah Mat Belor sendiri untuk kembali menyetubuhi Arimbi. Seperti kemarin, Arimbi sudah melepaskan semua pakaiannya dan berbaring diatas kasur menyambut kedatangan Mat Belor. Namun Mat Belor menaruh curiga pada Arimbi, nampaknya dia tahu kalau di dalam rumah itu tidak hanya ada Arimbi dan dia, tapi ada orang lain yang menemani mereka di dalam rumah. Tak tahan dengan rasa penasarannya, dia langsung saja menanyakan hal itu pada sang pelacur.

"Selain kita, ada siapa lagi disini?" tanya Mat Belor.

"Kamu bicara apa? Hanya ada kita berdua disini. Tidak ada orang lain, selain aku dan kamu, Mat Belor," jawab Arimbi dengan tenang.

"Benarkah? Tapi aku mencium  bau orang lain di sekitar sini," Mat Belor masih bersikukuh kalau ada orang selain mereka berdua.

"Tidak ada. Mungkin itu hanya perasaanmu saja, karena mana mungkin ditempat terpencil seperti ini bisa terjamah banyak orang. Saya rasa tempat ini sulit dijangkau orang, karena memang kalau hal itu sampai terjadi..." kata Arimbi yang hampir saja mengatakan sesuatu yang harusnya tidak dikatakannya.

"Terjadi apa?" Mat Belor memberondong pertanyaan.

"Terjadi sesuatu pada saya," jawaban Arimbi secara tenang.

Dialog pun berhenti, dan Mat Belor memutuskan untuk kembali menyelami tubuh Arimbi. Dia mulai melepaskan seluruh  pakaian yang ia kenakan. Mat Belor langsung saja menimpali tubuh Arimbi yang benar-benar siap diterkam. Dia kembali memasukkan kembali daging tunjangnya ke kemaluan Arimbi yang terbuka lebar untuk ia masuki. Arimbi melolong, kali ini betul-betul mirip dengan lolongan srigala, karena kebetulan peristiwa itu terjadi di malam hari. Mat Belor tetap mengguncang-guncangkan kemaluannya secara lebih keras lagi.

Keduanya muncul keringat, dan air-air lain juga mulai mengucur dari seluruh tubuh mereka, terutama dari kemaluan mereka berdua. Hingga saat pada puncak-puncaknya, tiba-tiba pintu kamar terdobrak. Karsa dan tiga petarung muncul siap untuk menghabisi Mat Belor yang sudah setengah tak berdaya di pojok kamar. Dia sudah dilemparkan Arimbi yang masih telanjang bulat sedari tadi.

Di dalam kamar itu terjadi pertarungan yang luar biasa. Arimbi yang tak mempunyai kemampuan bertarung sedikit pun dipisahkan  oleh Karsa untuk keluar dari kamar tersebut. Mat Belor yang sudah kehilangan separuh kekuatannya tak kausa membendung pukulan ketiga petarung itu, Wage dan Jembul yang memiliki kemampuan hampir setara dengan Mat Belor berhasil melumpuhkannya. Mat Belor terluka parah, mulutnya sudah dipenuhi darah yang menandakan kalau sebentar lagi ajal akan datang.

"Kurang ajar! Kalian berhasil membuatku tak berdaya. Jadi ini rencana kalian? Menyuruh pelacur itu  untuk menyetubuhiku  selama tiga hari ini. Kalian rupanya sudah mengetahui kelemahanku..." Mat Belor nampaknya marah besar, tapi dia sudah tak berdaya lagi, bahkan untuk berdiri pun dia tak sanggup.

"Kamu akan segera menemui ajalmu Mat Belor!" Sambil tertawa, Wage mengatakannya dan langsung menusuk perut Mat Belor dengan belati yang sudah ia bawa. Seketika itu pula Mat Belor tewas, dan tak ada lagi lelaki seperti dia di Madukara.

Setelah tewasnya Mat Belor, Karsa dan tiga petarung meninggalkan mayatnya di rumah Arimbi. Sedangkan Arimbi sendiri dibawa pergi oleh keempat orang itu. Sesampaiannya di Karsa, ketiga petarung yang baru saja membunuh Mat Belor terkejut melihat rumah Karsa yang porak-poranda. Karsa sendiri pun ikut terkejut, dan sesegera mungkin dia ingat anaknya dan masuk ke dalam rumah untuk memastikan kondisi anaknya. Karsa dan ketiga petarung itu terkejut melihat Sukmawati tewas dengan kondisi yang mengenaskan tanpa sehelai pakaian pun melekat di tubuhnya.

Dia tidak habis pikir, setelah membunuh Mat Belor, anaknya lah yang harus jadi korban pembunuhan lainnya. Tak ada yang tahu siapa yang melakukan itu pada Sukmawati, dia nampak seperti gadis baru diperkosa dan setelah selesai si pemerkosa membunuhnya. Tidak ada tanda dari sang pelaku, kecuali pakaian KNIL yang ditemukan Jembul tergantung di samping lemari pakaian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun