Ibu hanya diam mendengarnya. Ibu melepas pelukannya dari tubuh Bia secara perlahan kemudian memandangnya dengan sedih.
"Maafkan ibu sayang." Ibu berkata sambil membelai wajahnya. Lalu, melihat ke arahku seraya menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa setuju jika Bia dibawa ke rumah sakit untuk ditangani. Aku tersenyum kecil ketika mengetahui itu. Akhirnya rumah akan menjadi tenang karena tidak ada lagi yang memecahkan barang-barang.
Ketika sore tiba, petugas rumah sakit yang akan menangani Bia datang. Ia kembali meronta-ronta saat hendak dibawa oleh mereka sambil berkata...
"Ibu... Kak Oza..."
"Aaaaa... Lepaskan!"
Ibu yang melihatnya seperti itu menangis dan sempat menghentikan langkah kedua laki-laki berseragam putih tersebut untuk membawa Bia, namun dengan cepat aku mencegahnya.
"Ibu... Kak Oza..."
Bia kembali mengatakan itu hingga berkali-kali sampai akhirnya para lelaki tersebut berhasil membawanya.
"Bia, Oza, Bia." Ibu berkata dengan parau di dekapanku.
"Udah, Bu. Bia akan baik-baik saja. Percaya denganku." Aku menjawab sambil mengelus bahunya agar bisa tenang.
Tetapi, ibu terus menangis dan menangis setelah tiga hari Bia tinggal di rumah barunya itu. Aku yang melihat ibu terus menitikkan air matanya menjadi sedih. Aku sudah mencoba untuk menenangkannya, meyakinkan bahwa Bia akan baik-baik saja dan segera pulih, namun tetap saja. Aku juga merasa sedih dan kehilangan semenjak tidak adanya Bia di sini.