Mohon tunggu...
Siti Mariyam
Siti Mariyam Mohon Tunggu... Lainnya - (Pe)nulis

Siti Mariyam adalah gadis yang lahir di planet bumi pada tahun 1999 silam. Gadis yang lahir dan tinggal di Tangerang Selatan ini mulai tertarik dunia kepenulisan sejak akhir masa SMP. Dari mulai hobi menulis diary hingga membaca cerpen-cerpen di internet juga novel. Ia selalu mencatat setiap kata baru yang ditemuinya saat menonton film dan membaca untuk menambah kosa kata dalam menulis ceritanya nanti. Dari semua itu, telah lahir beberapa cerita yang bisa kamu nikmati di halaman Kompasiana pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kata Sayang di Dinding

12 Agustus 2021   00:58 Diperbarui: 16 Maret 2024   13:46 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu hanya diam mendengarnya. Ibu melepas pelukannya dari tubuh Bia secara perlahan kemudian memandangnya dengan sedih.

"Maafkan ibu sayang." Ibu berkata sambil membelai wajahnya. Lalu, melihat ke arahku seraya menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa setuju jika Bia dibawa ke rumah sakit untuk ditangani. Aku tersenyum kecil ketika mengetahui itu. Akhirnya rumah akan menjadi tenang karena tidak ada lagi yang memecahkan barang-barang.

Ketika sore tiba, petugas rumah sakit yang akan menangani Bia datang. Ia kembali meronta-ronta saat hendak dibawa oleh mereka sambil berkata...

"Ibu... Kak Oza..."

"Aaaaa... Lepaskan!"

Ibu yang melihatnya seperti itu menangis dan sempat menghentikan langkah kedua laki-laki berseragam putih tersebut untuk membawa Bia, namun dengan cepat aku mencegahnya.

"Ibu... Kak Oza..."

Bia kembali mengatakan itu hingga berkali-kali sampai akhirnya para lelaki tersebut berhasil membawanya.

"Bia, Oza, Bia." Ibu berkata dengan parau di dekapanku.

"Udah, Bu. Bia akan baik-baik saja. Percaya denganku." Aku menjawab sambil mengelus bahunya agar bisa tenang.

Tetapi, ibu terus menangis dan menangis setelah tiga hari Bia tinggal di rumah barunya itu. Aku yang melihat ibu terus menitikkan air matanya menjadi sedih. Aku sudah mencoba untuk menenangkannya, meyakinkan bahwa Bia akan baik-baik saja dan segera pulih, namun tetap saja. Aku juga merasa sedih dan kehilangan semenjak tidak adanya Bia di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun