Plak!
Aku kembali melakukan hal tak terpuji pada dirinya. Biasanya ia tenang setelah mendapat itu dariku, tapi kali ini tidak meski sudah di kedua pipinya.
"Aaaaa... Kak Oza jahaaat! Kak Oza jahaaaaat!" Bia meronta.
Aku menambah kencang pegangan tanganku pada tangannya. Namun, semakin kencang peganganku semakin pula ia meronta hingga aku tak bisa mengendalikannya. Sampai akhirnya peganganku terlepas setelah pecahan cermin yang sedang ia pegang digoreskan pada pergelangan tanganku.
"Bia kau gila!" Aku mendorongnya hingga jatuh ke lantai.
"IBU... BIA, BU!" Aku berteriak memanggilnya yang entah di mana. Namun, tidak sampai semenit wanita yang kini beranak dua itu datang.
"Oza, apa yang kamu lakukan? Ibu udah bilang sama kamu untuk gak melakukan ini lagi!" Ibu meninggikan suaranya ketika berkata demikian.
"Aku melakukan itu karena dia udah terlalu, Bu. Lihat, tanganku menjadi seperti ini karena dia!" Aku berkata sambil menunjukkan goresan bercampur darah di pergelangan tanganku.
"Udah seharusnya dia dibawa ke rumah sakit, Bu." kataku kemudian.
"Enggak, Oza. Bia akan tetap tinggal di sini walau bagaimanapun." Ibu mendekapnya yang sudah sedikit tenang.
"Mau sampai kapan ia seperti ini terus? Sampai semua barang yang ada habis? Sampai ia melukai orang lain lagi? Iya Bu? Bu, ia akan lebih parah jika gak ditangani. Ibu mau Bia seperti itu?"