"OZA!" Teriak ibu kesal karena mendengarku berkata demikian. Namun, aku tetap berjalan tanpa mengindahkannya.
Enam bulan lalu, gadis yang lima tahun lebih muda dariku tersebut datang ke rumah bersama ayahnya untuk menjadi adik dari ayah baruku. Ibu menikah lagi dengan pria beranak satu itu setelah sekian lama sendiri karena ditinggal ayah untuk selama-lamanya.
Setelah beberapa hari menjadi anggota keluarga ini, gadis berambut panjang tersebut berhasil merebut hati ibu. Membuat wanita yang berhati malaikat itu lebih menyayanginya dibanding aku, anak kandungnya. Namun, aku tidak terlalu mempermasalahkan. Yang menjadi masalah sekarang adalah mengapa pikirannya bergeser seperti itu?
"Na na na na na.."
Aku menghentikan jalan ketika melintas di kamar Bia dan mendengarnya bernyanyi. Kubuka pintu kamarnya sedikit. Terlihat ia sedang mencoret-coret dinding bercat putih ruangan tersebut dengan spidol.
"Dasar gak waras!" Aku menggumam sambil menutup kembali pintu kamarnya. Kemudian, melanjutkan langkah menuju kamarku untuk beristirahat karena lelah sehari beraktivitas.
Baru saja tubuh ini berbaring di kasur, lagi-lagi Bia mengamuk. Ia kembali memecahkan sesuatu. Tak tahu apa. Yang jelas benda dan bisa pecah. Lalu, dengan berat hati aku membangunkan diri menuju di mana ia berada.
"Kau gila! Cermin ini bisa melukai dirimu. Lepaskan!" Aku mencoba mengambil pecahan cermin tersebut dari tangannya, namun pegangannya kencang sekali.
"Bia lepaskan!" Aku berkata sambil membelalakan mata padanya. Tapi, tetap tidak dilepaskan.
"BIA!"
Plak!