Banjir menggenangi 91 hektar sawah di Purbalingga, Selasa (15/3/2022). Berdasarkan informasi yang diterima dari Dinas Pertanian Purbalingga, banjir tersebut menggenangi area persawahan di dua titik lokasi. Lokasi pertama ada di Desa Penolih, Kecamatan Kaligondang. Di tempat ini, ada sekitar 64 hektare lahan sawah tanaman padi baru berumur 1 bulan yang terendam banjir. Lokasi kedua di Desa Gambarsari, Kecamatan Kemangkon. Ada sekitar 27 hektare sawah yang juga tergenang air. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purbalingga Mukodam mengatakan, banjir ini membuat petani merugi. Terutama, petani pemilik sawah di Kecamatan Kemangkon. (Permata Putra Sejati, 2022. Tribun Banyumas)
Sejak tahun 2008, bencana banjir telah banyak terjadi di wilayah Indonesia. Dekade Penuh Bencana di Indonesia terjadi dimulai sejak tahun 2010 dan semakin meningkat hingga 2021. Bencana alam yang terjadi merata di Indonesia ini merupakan dampak dari perubahan iklim yang berasal dari kenaikan suhu bumi. Akibatnya, perubahan iklim ini mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia secara global. Kasus banjir di Purbalingga yang merusak area sawah merupakan salah satu contoh dari beragam dampak perubahan iklim yang secara nyata mengancam kehidupan manusia karena menimbulkan krisis pangan, air, energi dan lingkungan, dalam hal ini dampak krusialnya adalah berpengaruh pada penyediaan komoditas pangan pokok masyarakat berupa padi.
Perubahan iklim memberikan dampak dan resiko terbesar ekonomi global2. Hasil riset dari Swiss Re Institute (2021) menunjukan bawah wilayah Asia akan terdampak perubahan iklim dengan 5 negara terdampak paling buruk adalah Indonesia, India, Fillipina, Venezuela dan Thailand (Lihat Tabel 1. Daftar Negara Terdampak Perubahan Iklim di Dunia). Dampak perubahan iklim ini semakin buruk terjadi mengingat negara-negara berkembang tadi kekurangan sumber daya dan kemampuan keuangan yang kurang dalam mengantisipasi perubahan iklim yang terjadi. Patrick Saner sebagai Kepala Strategi Makro Swiss Re Institute menyebutkan bahwa perubahan iklim lebih memberikan dampak parah daripada pertimbangan kebijakan politis, fiskal dan bank sentral dibidang ekonomi. Menurut UN Office for Disaster Risk Reduction menunjukan pula bahwa dalam 20 tahun terakhir terdapat 7348 kejadian bencana alam besar sejak 2000-2019.
Dampak perubahan iklim secara global pada ekonomi di setiap negara adalah pada pertumbuhan ekonomi di negara tersebut atau Produk Domestik Bruto (PDB). Dari Tabel 1. Daftar Negara Terdampak Perubahan Iklim Dunia di atas, Indonesia menduduki peringkat ke 44 PDB-nya terdampak dari 48 negara yang dikaji oleh Swiss Re Institute, dengan Indeks Iklim Ekonomi terdampak sebesar 39,2. Dampak perubahan iklim pada lahan pertanian (pangan) akibat musim hujan dan musim kemarau telah terlihat nyata di beberapa tempat di Indonesia sejak 2008 lalu. Selain itu, Swiss Re Institute menyebutkan perubahan iklim dengan kenaikan suhu Bumi ini di Indonesia akan mempengaruhi sektor pariwisata yang menjadi salah satu sumber devisa negara kepulauan terbesar di dunia ini. Namun, sayangnya Pemerintah Indonesia menganggap bahwa persoalan ini merupakan anomali cuaca bukan dampak dari perubahan iklim. Komitmen Pemerintahan Indonesia pun dipertanyakan dengan tidak adanya peta jalan atau blue print ekonomi hijau.
Realitasnya, sebelum terdampak dari perubahan iklim, selama kurun waktu 1981 hingga 2005, penurunan kualitas lingkungan dalam 50 tahun terakhir dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia dengan PDB naik lebih dari 100% namun ekosistem dunia rusak dan tidak digunakan secara berkelanjutan lebih dari 60%. Hal ini memperparah usaha masyarakat dunia untuk memulihkan bumi. Bumi tidak hanya sudah terekploitasi oleh ekonomi konvensional dunia dan kehilangan fungsinya untuk melindungi manusia dan mahluk hidup lainnya, belum pulih dari eksploitasi ekonomi Bumi harus menghadapi efek dari perubahan iklim.
Menurut Juda Agung, Ph.D, Asisten Gubernur Bank Indonesia, menyatakan bahwa kebijakan makroprudensial memiliki keterkaitan dengan perubahan iklim. Dampak dari kenaikan suhu bumi adalah adanya risiko fisik dan risiko transisi yang berimplikasi pada stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan. Hal ini berujung pula pada gangguan produksi mengingat adanya banjir, gelombang tinggi, badai, dan kekeringan, yang tentunya ujung dampak akhirnya adalah inflasi.
Green Economy, Solusi Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan dan Pemulihan Ekosistem Bumi Indonesia dari Dampak Perubahan Iklim
Sejak   tahun  1970,  Pemerintah   Indonesia  telah   menerapkan  pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud disini adalah pembangunan yang disesuaikan dengan kebutuhan saat ini namun tidak mengorbankan kebutuhan dari generasi yang akan mendatang.    Namun, kenyataannya pembangunan ekonomi yang diterapkan di Indonesia merupakan pembangunan yang cenderung ekstratif dan berjangka pendek dengan indikator pertumbuhan ekonomi, dalam hal ini Produk Domestik Regional Bruto (PDB/PDRB) dan tingkat inflasi, yang tidak diiringi informasi tentang nilai susutnya sumber daya alam (deplesi) dan rusaknmya serta tercemarnya lingkungan (degradasi)8. Persoalan dampak perubahan iklim pada sektor ekonomi memunculkan konsep ekonomi hijau atau green economy sebagai suatu solusi untuk masa depan Bumi dan ekonomi dunia, khususnya bagi masyarakat Indonesia yang merupakan negara megadiversity ke-4 di dunia.
Ekonomi hijau sendiri merupakan konsep penghijauan ekonomi yang dicanangkan oleh Program PBB untuk Lingkungan (UNEP) pada tahun 2009, yang didefinisikan sebagai proses untuk merekonfigurasi ulang bisnis dan insfratuktur dikembalikan dengan lebih baik ke alam, manusia dan investasi ekonomi kapital, dan disaat yang sama mengurangi emisi gas rumah kaca, mengeluarkan dan menggunakan sedikit sumber daya alam, menciptakan sedikit sampah dan mengurangi dampak dari disparitas. Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa ekonomi hijau memiliki 3 komponen inti berkelanjutan (alam, manusia dan investasi ekonomi kapital) yang mengikuti 4 aturan dasar, yakni:
- pengurangan emisi gas rumah kaca
- penggunaaan secukupnya sumber daya alam
- menghasilkan sedikit sampah organik dan non-organik dari aktivitas ekonomi yang ada
- pengurangan dampak disparitas antar daerah
Makmun (2011) menjelaskan bahwa ekonomi hijau yang ditekankan oleh UNEP adalah tentang 'use-values' bukan 'exchange-value"; tentang kualitas bukan kuantitas; tentang 're-generation' dari individu, komunitas dan ekosistem bukan 'akumulasi' dari uang ataupun material. Tahun 2019, PBB dalam pertemuan The UN High Level Forum on Sustainable Development di New York9 menyempurnakan konsep ekonomi hijau pada 5 prinsip yakni: i) mampu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, ii) menciptakan kesetaraan, baik dalam satu periode generasi maupun dengan generasi berikutnya, iii) mampu menjaga, memulihkan, dan berinvestasi di berbagai kegiatan yang berbasis sumber alam, iv) mendukung tingkat konsumsi maupun produksi yang berkelanjutan, dan v) didukung adanya kelembagaan yang kuat, terintegrasi, dan dapat dipertanggungjawabkan. Agus Sugiarto (2021)10 menjelaskan bahwa ada 3 isu turunan yang terkait dengan aspek environmental, social dan governance.
Pemerintahan Indonesia sendiri telah melakukan beberapa program berbasis ekonomi hijau yang diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, KLHK, serta Kementerian Keuangan, yakni melalui :
- inovasi instrumen keuangan sukuk hijau untuk membiayai APBN
- penetapan Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
- penyempuranaan undang-undang lintas sektor pada lingkungan hidup dan kehutanan melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Pembiayaan kegiatan ekonomi yang dibantu BPDHLH dalam bentuk Fasilitas Dana Bergulir lebih banyak diberikan pada usaha berbasis di Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat dan Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan dengan mengajukan proposal pendanaan dengan tiga skema, yakni: skema pinjaman, bagi hasil dan pola syariah, dan jaminan berupa aset kehutanan. Hal ini tidak menyeluruh berdampak pada aktivitas keseharian masyarakat Indonesia.
Selain itu, Pemerintah Indonesia baru menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Peraturan ini mengatur penyelenggaraan perdagangan karbon, pungutan atas emisi karbon, pembayaran berbasis kinerja atas penurunan emisi karbon. Selama pandemi, Pemerintah melalui Kementrian Keuangan Menyusun peraturan pungutan pajak karbon. Pajak karbon ini merupakan langkah nyata otoritas fiskal untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Kebutuhan anggaran perubahan iklim tahun 2018-2030 mencapai Rp 3.779 triliun dengan alokasi APBN baru sebesar 34% dari total dana11.
Faktanya, penerapan ekonomi hijau dan ekonomi berkelanjutan yang dicanangkan di seluruh dunia ini telah dirasakan dampaknya dari sisi ekonomi Indonesia dengan hambatan ekspor pada produk unggulannya. Seperti yang kita ketahui, Parlemen Uni Eropa menghentikan penggunaan CPO atau Crued Palm Oil (CPO) di tahun 2021 dan lebih menyarankan penggunaan energi terbarukan. Industri kelapa sawit12 dianggap tidak ramah lingkungan karena menciptakan deforestasi, degradasi habitat satwa, dan bencana ekologis lainnya. Hal ini belum dengan konsekuensi dari dampak perubahan iklim di areal industri kelapa sawit.
Menurut Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Indonesia telah mengalami kerugian ekonomi akibat cuaca ekstrem mencapai Rp 100 triliun per tahun13. Selain itu, Beliau menyebutkan bahwa apabila aksi mitigasi tidak segera dilakukan maka biaya akibat cuaca ekstrem pada 2050 mendatang diperkirakan dapat mencapai 40% dari produk domestik bruto (PDB). Bank Indonesia sendiri sebagai bank sentral berusaha memitigasi risiko dengan melakukan penguatan kebijakan keuangan hijau melalui i) penguatan kebijakan makro prudensial, ii) pendalaman pasar keuangan, iii) pengembangan ekonomi dan keuangan inkusif, hingga iv) transformasi kelembagaan Bank Indonesia yang keseluruhannya memerhatikan lingkungan.
Bank Indonesia memberikan kebijakan pembiayaan berwawasan lingkungan (green financing) dengan mendorong pelaku industri keuangan untuk membiayai sektor yang memberikan dampak minimal terhadap kerusakan lingkungan. Saat ini, Bank Indonesia sebagai otoritas makroprudensial melakukan pembiayaan berwawasan lingkungan dengan memberikan insentif memberikan insentif kepada pembiayaan bagi properti dan kendaraan yang bermotor berwawasan lingkungan, berupa pelonggaran kebijakan rasio loan-to-value atau financing-to-value kredit/pembiayaan properti, serta uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai14. Dalam Seminar Riset Stabilitas Sistem Keuangan 2020 dengan tema "Sistem Keuangan Indonesia di Tengah Pandemi COVID-19: Peran Kebijakan Makroprudensial dalam Mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional"15, Destry Damayanti menjelaskan bahwa selaku otoritas moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, Bank Indonesia meningkatkan mitigasi terhadap ancaman iklim dan telah mengambil kebijakan berwawasan lingkungan, antara lain: di sisi kebijakan moneter melalui adopsi Sustainable and Responsible Investment (SRI) dalam pengelolaan devisa serta penggunaan instrumen berwawasan lingkungan green bond dan green SUKUK dalam operasi moneter serta di sisi kebijakan sistem pembayaran dengan mendorong percepatan ekonomi keuangan digital yang berkontribusi terhadap keberlangsungan lingkungan.
Sejak pandemi Covid-19, pembiayaan hijau yang dicanangkan Pemerintah dan Bank Indonesia mendorong percepatan transformasi ekonomi hijau di Indonesia. Namun, sayang pembiayaan hijau yang dilakukan oleh perbankan lebih pada pembentukan sistem keuangan hijau yang diterjemahkan dalam bentuk efisiensi anggaran dengan melakukan digitalisasi proses operasional dan penghematan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebagai prasyarat penerapan green financing dan pajak karbon.
Penerapan kebijakan fiskal, moneter dan makroprudensial berkelanjutan di Indonesia ternyata masih terbatas. Nyatanya, implementasi pajak karbon yang sedianya diberlakukan per 1 April 2021 mengalami penundaan mengingat kondisi ekonomi selama pandemi belum pulih dan harga-harga komoditas naik secara global. Selain, syarat menyalurkan pembiayaan terbatas pada korporasi atau perusahaan besar, di sektor pembangkit tenaga listrik dan energi terbarukan atau proyek besar. Mengingat resikonya yang tinggi.
Prinsip pembiayaan hijau memang hanya difokuskan pada green property dan kendaraan berwawasan lingkungan, bukan pada pembiayaan usaha atau kegiatan yang berhasil melakukan inovasi produk hijau bernilai ekspor dan ramah lingkungan. Kegiatan pembiayaan hijau masih kurang masif dan berkelanjutan, dan hanya diimplementasikan secara parsial. Sugiarto menyampaikan ekosistem pengaturan nasional Indonesia belum mencakup aspek environmental, social dan governance, bahkan tidak memiliki cetak biru ataupun peta jalan mengenai masa depan green economy di Indonesia.
Harapannya, para otoritas fiskal dan moneter juga mulai melakukan pembiayaan hijau yang tidak terbatas pada pembiayaan green property dan kendaraan berwawasan lingkungan ataupun usaha berbasis produk kehutanan rakyat. Karena produk-produk harian kebutuhan masyarakat lebih banyak berdampak pada kerusakan lingkungan hidup di Indonesia. Oleh karena itu, pembiayaan berwawasan lingkungan hendaknya lebih diperluas lagi.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki produk-produk unggulan ekspor yang dapat didorong penerapan konsep ekonomi hijaunya dan menggencarkan dukungan pembiayaan pada produk UMKM dengan model bisnis berbasis ekonomi hijau atau korporasi yang berhasil mendorong ataupun mengembangkan program CSR berwawasan lingkungan, dibandingkan pada produk UMKM dan korporasi yang kurang berwawasan lingkungan. Mari kita lihat contoh kasus potensi produk-produk unggulan ekspor Indonesia yang dapat didorong untuk lebih berwawasan lingkungan, dengan mengurangi limbahÂ
produknya menjadi bernilai ekonomis, sehingga tidak merusak lingkungan. Produk unggulan ekspor Indonesia seperti udang dan kelapa sawit memiliki potensi pengembangan limbah produknya bernilai ekonomis.
Limbah produk ekspor udang laut Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk bernilai ekonomi dengan menjadikannya bahan pembuat pupuk. Limbah udang yang diekspor unggul karena dijual sebagai udang ready to cook atau eat, dapat diolah menjadi bahan campuran pupuk organik. Pupuk organik yang diproduksi secara masif dapat membantu pemenuhan pupuk yang sempat mahal di akhir tahun 2021 dan awal 2022. Kelangkaan pupuk dikala itu berdampak pada kebutuhan jagung untuk pakan para peternak ayam. Hal ini berefek domino karena menjadi faktor penyebab tingginya harga ayam dan telur di pasaran. Pupuk organik dapat menjadi pupuk alternatif dari kelangkaan pupuk kimia. Hal ini menjadi solusi persoalan inflasi satu komoditas pokok hanya dengan menciptakan satu produk dari limbah produk unggulan ekspor yang mencemari lingkungan. Dan menjadi salah satu contoh bahwa value added berwawasan lingkungan pada produk unggulan Negeri yang menghasilkan solusi yang dapat membantu persoalan fiskal dan moneter.
Sinergi peran otoritas fiskal dan moneter dalam melakukan akselerasi penerapan ekosistem ekonomi hijau di Indonesia sangat dibutuhkan guna berpacu dengan dampak perubahan iklim yang semakin terasa akhir-akhir ini. Indonesia diklaim oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dapat memimpin dunia dalam pembangunan energi bersih dengan melakukan reformasi terhadap mobilisasi investasi di bidang energi terbarukan dan efisiensi energi. Akselerasi penerapan ekonomi hijau di Indonesia secara menyeluruh dapat dimulai dengan melakukan pilot project di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam hal ini, Bank Indonesia bersama dengan OJK dapat bersinergi mendukung gerakan ekonomi berwawasan lingkungan yang diterapkan dengan baik di Kabupaten Banyuwangi setelah mengalami transformasi sejak 2010, dengan menerapkan pembiayaan berwawasan lingkungan di daerah tersebut.
Transformasi Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Berprestasi di Ujung Timur Pulau Jawa
Kabupaten Banyuwangi sempat menjadi kabupaten yang terpinggirkan dengan tingkat kemiskinan yang berhasil diturunkan sebelum periode 2010 sebesar 20.09% menjadi 7.5% penurunan angka kemiskinan. Keberhasilan tersebut tidak terlepas oleh peran Bupati yang menjabat kala itu, yakni Bapak Abdullah Azwar Anas.
Transformasi yang dilakukan oleh Abdullah Azwar Anas selama menjadi Bupati di Kabupaten Banyuwangi dalam kurun waktu 10 tahun. Pada masa kepemimpinannya, transformasi yang dilakukan tidak dapat dilepaskan dari elemen perubahan yang gencar ia canangkan di keseluruhan SKPD Kabupaten Banyuwangi, yakni: i) inovasi, ii) kolaborasi kreatif dan iii) strategi marketing. Inovasi digencarkan di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, sosial, lingkungan, kesehatan, pariwisata, pendidikan dan kebudayaan hingga tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik.
Selama periode 2010 hingga 2021, perubahan Banyuwangi dari kota miskin di Indonesia, sempat pula mendapatkan stigma buruk sebagai kota santet, telah berubah menjadi kota yang berhasil mengembangkan diri dalam hal pariwisata dan mengalami kemajuan ekonomi berwawasan lingkungan. Kabupaten Banyuwangi yang merupakan lumbung pangan dapat menjadi salah satu kawasan wisata bertaraf Internasional dengan peningkatan ekonomi yang signifikan. Program International Tour de Banyuwangi Ijen yang diselenggarakan secara Internasional mendapatkan nilai istimewa dari UCI pada tahun 2014, 2015, 2017 dan 2019 dengan serapan APBN sebesar 0%. Strategi yang dilakukan oleh Azwar Annas adalah kerjasama dengan berbagai pihak yang berasal dari pengusaha, perbankan dan universitas. Kita bisa melihat dari penyelenggaraan kegiatan International Tour de Banyuwangi Ijen. Kegiatan bertaraf Internasional ini dilakukan dengan kolaborasi dari berbagai pihak, dengan menggerakan Dinas PU CKPP, Dinas LH, Polisi dan Satpol PP, Dinas Perhubungan, Dinas Pendidikan, Dinas Koperasi UMKM, Bagian Humas dan Bagian Umum.
Kami mengarahkan pembangunan di Banyuwangi sesuai dengan jati diri dan potensi yang dimiliki. Ketika mendapat Amanah untuk memimpin Banyuwangi, kami tidak menjadikan pembangunan pusat perbelanjaan sebagai salah satu tolok ukur kesuksesan. Bagi kami, mal bukan simbol kemajuan daerah. Ketika pendapatan per kapita Banyuwangi masih 20.8 juta rupiah pada 2010, kami melarang mal dibangun di tengah kota", Azwar Anas (2019)
Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi melakukan strategi pembenahan yang menyeluruh dengan mengedepankan prinsip-prinsip berwawasan lingkungan di setiap SKPD, pun aktivitas di sekitar masyarakatnya. Bapak Azwar Anas ketika itu mengawal transformasi di pemerintahan Banyuwangi dengan strategi berikut ini:
- Pembangunan terintegrasi satu dengan yang lainnya
Pembangunan Kawasan yang dikemas terintegrasi satu sama lain dengan mendaftarkan potensi wisata alam Banyuwangi pada penghargaan Internasional. Pemerintahan Banyuwangi mengintegrasikan wisata pantai G-Land di Hutan Alas Purwo dengan wisata alam di Kawah Ijen dan Sukamade. Pada tahun 2016, Kawasan Taman Nasional Alas Purwo, berada di pelosok terpencil di ujung Tenggara pulau Jawa, menjadi Kawasan Wisata Premium Banyuwangi24. Kawasan wisata ini menarget wisatawan mancanegara dan disebut dengan Cagar Alam Blambangan.
Selain itu, pembenahan lainnya selama masa tranformasi di Banyuwangi dilakukan dengan membentuk tim solid dengan menguatkan inovasi produk pelayanan untuk masyarakat. Azwar Anas menyatakan bahwa transformasi dapat dilakukan dengan adanya superteam bukan superman. Pemerintahan Banyuwangi mendirikan Mal Pelayanan Publik Masyarakat dengan 199 ratusan layanan dalam satu lokasi dan setiap hari ada sekitar 910 warga menikmati layanan mal tersebut. Tercatat pada tahun 2019 ada 384.079 dokumen dan izin diterbitkan oleh Pemerintahan Banyuwangi.
- Penerapan ecotourism yang menggali ciri khas budaya setempat dalam penyelenggaran festival dan menerapkan unsur kelestarian lingkungan
Pemerintahan Banyuwangi dibawah kepemimpinan Bapak Azwar Anas menerapkan prinsip green property pada arsitektur Banyuwangi, tentunya, dengan pendekatan ekologi yang terintegrasi dengan konsep wisata. Pemerintahannya menngibarkan semangat tagline "Kami mengatakan pada dunia; bandara dan pembangunan Banyuwangi boleh maju. Tapi  semua sektor dengan menerapkan aspek environmental, social dan governance menjadi indikator penerapan green economy di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini terlihat pula dalam konsep pariwisata terpadu Banyuwangi dari hulu ke hilir (Lihat Gambar 03. Integrated Smart Tourism System)
Konsep pariwisata terpadu Banyuwangi ini diwujudkan dengan mengedepankan manfaat ekonomi, ramah lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan teknologi tepat guna. Alhasil, sebagian besar sebanyak 296.706 UMKM melakukan transaksi langsung dengan wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi.
Mendorong Penerapan Ekonomi Hijau melalui Pembiayaan Berwawasan Lingkungan pada Banyuwangi Rebound, Sebuah Usulan.
Keberhasilan Kabupaten Banyuwangi bertransformasi dibawah kepemimpinan Bapak Azwar Anas membawa kabupaten ini menjadi kabupaten dengan 194 prestasi yang diberikan secara nasional dan internasional. Kabupaten yang dapat menjadi pilot project penerapan pembiayaan berwawasan lingkungan secara masif. Mengapa?
Faktanya, Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten yang menjadi lumbung pangan di Provinsi Jawa Timur. Setelah proses pembenahan yang menyeluruh di semua lini dan sektor, Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi menjadi kabupaten berwawasan lingkungan yang perlu untuk didorong penerapan green economy yang menyeluruh. Hal ini dikarenakan Kabupaten Banyuwangi menunjukan penerapan indikator kebijakan pro ekonomi hijau ala UNEP secara menyeluruh, yakni:
- adanya peningkatan investasi public dan private di sektor green
- adanya peningkatan dalam kuantitas dan kualitas lapangan kerja di sektor green
- adanya peningkatan PDB (PDRB di tingkat Kabupaten) dari sektor green
- adanya penurunan penggunaan energi/sumber daya unit per produksi
- adanya penurunan level CO2 dan polusi per PDB
- adanya penurunan konsumsi yang banyak menghasilkan limbah
Kebijakan makroprudensial Bank Indonesia pembiayaan berwawasan lingkungan yang menargetkan, tidak hanya green property dan kendaraan berwawasan lingkungan, dengan alasan ketidaksiapan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam penerapan ekonomi hijau kurang tepat disematkan di Kabupaten Banyuwangi. Pemerintahan Banyuwangi sebagai bagian dari komponen penggerak utama penerapan ekonomi hijau berhasil menjadi kabupaten terinovatif melakukan pengendalian inflasi di tahun 2017 dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terbaik se-Jawa dan Bali di tahun 2021. Pemerintahan Banyuwangi juga berhasil menekan inflasi. Pemanfaatan dana desa untuk memasok beras dari Bulog oleh BumDes mampu menjual harga beras di bawah harga pasar. Bank Indonesia selaku Bank Sentral di Indonesia memiliki kewajiban untuk mendorong Kabupaten Banyuwangi agar semakin memperluas penerapan aktivitas ekonomi hijaunya pada pembiayaan UMKM yang mau berinovasi pada produk hijau dan hasil pertanian yang menghasilkan produk pangan alternatif di Kabupaten Banyuwangi. Harapannya, penerapan pembiayaan berwawasan lingkungan tidak lagi hanya pembiayaan pada green property dan kendaraan berwawasan lingkungan ataupun proyek insfrastuktur hijau milik korporasi, mengingat Pemerintahan Banyuwangi telah lebih dahulu menerapkan Integrated Tourism System yang sangat berwawasan hijau. Selain itu tata kelola Pemerintahan Banyuwangi terintegrasi di seluruh wilayahnya selama proses transformasi dan hingga sekarang tetap berlanjut. Juda Agung, dkk (2021) menegaskan, dalam bukunya berjudul Kebijakan Makroprudensial di Indonesia, bahwa guna mendukung tercapainya tujuan dari pembangunan hijau dan sosial dapat diakselerasi melalui penguatan tata kelola (governance). Dalam konteks tata kelola di Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi, penerapan tata kelola yang baik berhasil dibenahi selama periode transformasi di bawah kepemimpinan Azwar Anas dan masih terus dilanjutkan oleh pimpinan selanjutnya, Ipuk Fiestiandani.
Banyuwangi Rebound merupakan program Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi dengan tiga pilar (tangguh pandemi, pulihkan ekonomi, dan merajut harmoni) dan dua fondasi (pelayanan publik yang ekselen dan partisipasi aktif publik). Program ini merupakan program pemulihan ekonomi yang bertujuan untuk menggerakan dan mendorong semangat baru masyarakat dan pemerintahan Kabupaten Banyuwangi untuk mencapai target penanganan di masa pandemi. Presentasi angka kemiskinan di Banyuwangi dari program Banyuwangi Rebound mengalami penurunan kemiskinan terendah di Jawa Timur menjadi 0,1% dari 8.06 di tahun 2020 menjadi 8,07% di tahun 2021. Hal ini dilakukan dengan fokus Pemerintahan Banyuwangi dalam melakukan program UMKM Naik Kelas, dimana permodalan UMKM melalui kredit dari perbankan dan proteksi pasar dari Pemerintahan dilakukan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi Banyuwangi Rebound sendiri naik dari - 3.58% di tahun 2020 menjadi 4.08% di tahun 2021.
Program UMKM Naik Kelas di Banyuwangi dilakukan dengan i) menegaskan pelarangan pendirian bangunan Mal, termasuk Indomaret dan Alfamart, di wilayah Kabupaten Banyuwangi, 2) kemudahan akses pembiayaan dengan dana bergulir dan perbankan, dan 3) pembinaan Pemerintahan Banyuwangi dengan menyelenggarakan pelatihan dan pendampingan dengan tema pengelolaan keuangan, pemasaran dan diversifikasi produk. Program ini selaras dengan kebijakan makroprudensial Bank Indonesia yang berusaha menjaga kondisi kestabilan sistem keuangan di Indonesia, khususnya menghadapi tantangan pemulihan ekonomi di era pandemi dan dampak dari perubahan iklim.
Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi, pelaku UMKM dan pertanian sekaligus perikanan/kelautan, serta pariwisatanya sangat siap untuk didukung membentuk ekosistem ekonomi hijau. Kabupaten Banyuwangi yang dikenal sebagai salah satu lumbung pangan di Indonesia akan mampu menjadi Kabupaten Jawara Ekonomi Hijau seiring dengan gencarnya dukungan otoritas dalam program Banyuwangi Rebound. Produk UMKM dan pertanianÂ
Banyuwangi sudah banyak dikenal secara Internasional. Produk hijau UMKM dan pertaniannya, seperti: i) sedotan bambu reusable dengan merek Bamboo Arum Straw yang telah diekspor di Inggris, Amerika, dan Belgia, ii) produk bambu Desa Gintangan yang pernah dipasarkan ke Maldives, iii) beras organik Sirtanio yang diekspor ke Eropa dan Italia .
Tercatat ada 279.706 unit UMKM, di Banyuwangi proteksi pasar telah dilakukan oleh Pemerintahan dari mulai pelarangan mall hingga pembuatan marketplace Banyuwangi- Mall.com, dengan omzet mereka rata-rata 30 juta per bulan. Tantangan yang harus dihadapi oleh Pemerintahan Banyuwangi untuk membentuk lebih banyak produk hijau UMKM, tidak hanya pulih dari pandemi Covid-19, harga-harga komoditas naik secara global, gangguan rantai stok dan perubahan iklim. Potensi Banyuwangi membangun ekosistem ekonomi hijau secara terintegrasi jauh lebih dari siap daripada kabupaten lain di Indonesia. Bank Indonesia sendiri telah menyempurnakan kebijakan RPIM untuk UMKM sebagai bentuk dukungan pada pemulihan ekonomi negeri dari pandemi Covid-19.
Bank Indonesia baru-baru ini meluncurkan paket kebijakan yang membantu pemulihan ekonomi Indonesia dari pandemi Covid-19. Pada bulan Februari 2021 lalu, Bank Indonesia mengumumkan stimulus kebijakan moneter dalam bentuk paket kebijakan terpadu. Paket kebijakan tersebut adalah :
- Skema dan Mekanisme Koordinasi Pembelian Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana untuk Menjaga Kesinambungan Pengelolaan Keuangan Negara yang merupakan Keputusan Bersama Menkeu dan Gubernur BI tertanggal 16 April 2020
- Pengembangan instrumen derivatif jangka panjang antara lain berupa Cross Currency Swap (CCS) dan Interest Rate Swap (IRS) ditujukan untuk peningkatan dalam pengelolaanÂ
- risiko sektor usaha dengan melindungi nilai atas eksposur nilai tukar dan suku bunga. Tujuannya mendukung fleksibilitas pembiayaan ekonomi dan infrastruktur jangka panjang.
- Pengoptimalan transaksi valas melalui skema Local Currency Swap (LCS) yang ditujukan untuk pengembangan sektor-sektor prioritas.
- Dukungan peningkatan pembiayaan inklusif melalui kredit kepada UMKM, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan kelompok subsisten dengan kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM)
- Mendorong pemulihan pembiayaan pada sektor-sektor prioritas melalui kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial Sektoral (RIMS).
- Tetap melakukan pelonggaran Loan to Value (LTV) untuk properti dan uang muka kredit kendaraan bermotor, termasuk properti dan kendaraan bermotor berwawasan lingkungan.
- Pada sisi kebijakan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia melakukan efisiensi transaksi, percepatan digitalisasi, serta pembentukan ekosistem ekonomi dan keuangan yang inklusif.
- Penurunan tarif SKNBI dan Sistem BI-RTGS
- Adanya reviewi kebijakan harga kartu kredit.
Dari keseluruhan paket kebijakan Bank Indonesia di atas, pemulihan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi melalui program Banyuwangi Rebound, dengan tujuan untuk mengakselerasi penerapan ekonomi hijau pada tahapan yang lebih lanjut, kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) sangat tepat untuk diapresiasi oleh Pemerintahan Daerah Banyuwangi dan perbankan di daerah tersebut.
- pemberian kredit atau pembiayaan secara langsung dan rantai pasok;
- pemberian kredit atau pembiayaan melalui lembaga jasa keuangan, badan layanan umum, dan/atau badan usaha;
- pembelian surat berharga Pembiayaan Inklusif; dan/atau
- Pembiayaan Inklusif lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia"
Sinergitas guna mendorong progam UMKM Naik Kelas Banyuwangi Rebound berbasis wawasan lingkungan ini dapat dilakukan melalui, berikut ini beberapa contoh yang berhasil dirangkum:
No
Program     Ekonomi Hijau
Akses Dana
Sinergi        Otoritas, Pemangku Kepentingan dan Perbankan
1
Pelatihan packaging dan produk ramah lingkungan
RPIM, FDB KemenLHK, dan Pembiayaan Hijau Perbankan
Pemda, Bank Indonesia, OJK, Perbankan, dan Korporasi, KemenLHK
2
Pelatihan pengembangan produk/jasa hijau
FDB Â Â Â Â KemenLHK Â Â Â Â dan Pembiayaan Hijau Perbankan
Pemda, Bank Indonesia, OJK, Perbankan, CSR Korporasi, Perpusnas
melalui Perpusda
3
Inovasi Produk Pangan
Program YESS
Kementan dan IFAD
4
Pelatihan          dan perbaikan Pengelolaan Air Limbah UMKM
Pembiayaan           Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T), CSR Korporasi, Dana
Desa
APBN, Â Â CSR Â Â Korporasi, UNICEF, dan USAID
5
Pelatihan Pengembangan Produk Kemasan      Berbasis
Lingkungan
APBN,    Stimulus    Bangga Buatan Indonesia, FDB,
Pemda, Kemenparekraf, KemenLHK, Â Â Â Â Â Â Â Â Â CSR Korporasi, Perpusnas
melalui Perpusda
6
Benchmarking
Pengembangan Produk Ketahanan Pangan
Dana Desa, Dana APBD, KUR
Bank   Indonesia,    OJK, Kemenpan,    Perbankan
dan CSR Korporasi
7
Program Pamsimas
PAMDS Rumah Tangga (Water Credit),   PAMDS   Pedesaan (Water             Connect-- CBO/Community-Based Organization)   dan   PAMDS Perkotaan  (Water   Connect- PDAM).
Pemda,Bumdes, Â Â Â Â Bank Dunia, Â Â Â Â Â Â Pemerintah Australia, USAID,Water.org, Baznas dan dunia usaha melalui dana CSR Korporasi
8
Waste to Energy (WTE)
Dana Desa, APBD, Hibah Air
Pemda, Bumdes, USAID dan PUPR
9
Pengembangan Pupuk Organik
Progam UPPO
Pemdan dan Kementan, Bank          Indonesia, Kemendag dan CSR
Korporasi
Banyuwangi Rebound sendiri menunjukan tajinya dari imbas pandemi Covid-19 dengan peningkatan angka kemiskinan terendah di wilayah Jatim, dengan kenaikan hanya sebesar 0,1%. Hal ini dikarenakan karena kabupaten yang berbasis pertanian sehingga menjadi kabupaten yang dikenal sebagai daerah lumbung pangan, kabupaten yang jauh memiliki ketahanan ekonomi dibandingkan kabupaten yang lain. Oleh karena itu, harapannya kebangkitan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi melalui Banyuwangi Rebound ini dapat dijadikan momentum akselerasi penerapan ekonomi hijau secara terintegrasi di wilayah ujung timur pulau Jawa ini. Pemerintah Banyuwangi dapat melakukan sinergi dan meminta dukungan dari Bank Indonesia, OJK dan Perbankan serta korporasi yang ada di wilayah kerjanya guna menyukseskan programnya ke tahapan selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H