Malam itu, setelah pulang, Tara menerima pesan dari Aditya. "Tara, aku mendengar kabar tentangmu. Aku harap kamu baik-baik saja. Mungkin kita bisa bertemu dan berbicara?"
Tara membaca pesan itu berulang kali, merasakan campuran emosi yang mendalam. Ia tahu saatnya untuk menghadapi masa lalunya.
Beberapa hari kemudian, Tara mengatur pertemuan dengan Aditya di kafe yang sama. Saat ia memasuki kafe, hatinya berdegup kencang. Ia melihat Aditya duduk di sudut, wajahnya tampak lebih dewasa dan matang.
"Tara," sapanya, tersenyum.
"Aditya," balas Tara, duduk di hadapannya.
Mereka berbincang ringan, menanyakan kabar masing-masing. Namun, Tara tahu, mereka perlu membahas hal yang lebih dalam. "Aditya, aku ingin berbicara tentang kita."
Aditya mengangguk, wajahnya serius. "Aku juga ingin. Aku minta maaf atas apa yang terjadi. Aku tidak bermaksud menyakiti hatimu."
"Aku juga meminta maaf. Aku tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi aku ingin kita saling memaafkan," Tara berkata.
Setelah beberapa saat, Aditya memecah keheningan. "Tara, aku sudah mencoba menjalani hidup baru di Yogyakarta. Dan aku menyadari bahwa kita memang ditakdirkan untuk berjalan di jalan yang berbeda."
Kata-kata itu membuat hati Tara terasa berat. "Apakah itu berarti kita tidak akan pernah bertemu lagi?"
"Aku akan selalu menghargai kenangan kita, tetapi aku pikir ini adalah keputusan yang tepat. Aku ingin kamu bahagia, entah dengan siapa pun itu," jawab Aditya.