"Menurut Mama, apa mungkin bapa akan melakukan apa yang dilakukan kakek buyut pada nenek?" Saver bertanya pada ibunya, matanya masih memancarkan kesedihan.
"Mama rasa tidak." Ibunda Saver menggelengkan kepalanya, "Bapamu itu, meskipun di luar keras, namun hatinya baik. Jika tidak, ia tidak akan membebaskan para ata atau membiarkan kakakmu, Kornelis, tinggal di Bali."
"Mengapa bapa begitu keras melarang aku menikah dengan David?" tanya Saver. Pertanyaan yang tidak perlu ditanyakan lagi karena ia pun sudah tahu jawabannya. David bukan dari kaum Maramba, bahkan ia bukan orang Sumba asli.Â
Ayahnya pedagang keturunan Tionghoa, ibunya dari kaum kabihu. Otomatis David adalah kaum Kabihu, kaum yang satu tingkat di bawah kaumnya. Memang Kabihu bukanlah ata, mereka hidup bebas dan tidak tergantung pada kaum Maramba, namun gengsi keluarga mereka akan turun jika Saver akhirnya menikah dengan David.
Ibunda Saver menundukkan kepala, "tentu saja karena David orang Kabihu."
"Apa salahnya menikahi orang Kabihu?" Tanya Saver lagi.
"Tidak ada. Hanya saja kemungkinan orangtua David tidak akan dapat memberikan belis yang layak untukmu sehingga bisa dikatakan kamu tidak keluar dari rumah ini."
"Itu saja? Hanya belis?" Saver mencari kebenaran dalam mata ibunya.
"Orangtua David cukup berada, mereka dapat memberikan belis sebanyak apapun yang diminta keluarga kita."
"Bukan hanya itu." Ibunda Saver menelan ludah, "Karena status mereka yang di bawah keluarga kita, David harus mau ikut menjadi bagian dari keluarga kita. Sebab yang menurunkan kebangsawanan adalah pihak wanita."
"Yang betul Mama?" baru kali ini Saver mendengar tentang hal itu, "jadi, anak kami masih tetap masuk dalam golongan marimba?"