Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Oedipus Rex & Sangkuriang

28 November 2021   21:34 Diperbarui: 10 Januari 2023   17:19 2036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu bisa memahami berbagai tangis dan kebutuhan anak, hingga anak merasa selalu aman dan nyaman bersama Ibunya. Anak akan selalu menginginkan bersama Ibunya, hasrat yang tidak bisa dibendung menginginkan Ibu (incestuous desire).

Namun, akan tiba waktu, anak harus mengalami peristiwa perpisahan. Misalkan pisah tidur, pisah karena Ibu harus keluar rumah tanpa anak, Ibu bekerja, Ibu melakukan proses sapih, kehadiran adik atau anggota keluarga baru, atau beberapa waktu harus hidup tanpa Ibu. 

Perpisahan ini bisa menjadi stress traumatik bagi anak. Pada beberapa anak, ditemukan luka psikologis berat jika perpisahan tidak secara alamiah (misalkan, terjadi tiba-tiba, disertai kekerasan dan tekanan psikis). Dalam keterpisahan, anak berpikir ulang, "Mengapa Ibu melakukan ini padaku? Bukankah ini menyakitkanku" (dalam pikiran egosentris aku = kita).

Secara alamiah, anak akan menyadari bahwa pikirannya dan ibunya berbeda, bahwa Ibu dan anak tidak satu. Kelanjutannya, anak harus melanjutkan hidupnya sendiri menjadi pribadi berbeda dari pengasuhnya, untuk menjadi individu mandiri (proses individuasi). 

Dari proses mandiri inilah, anak akan berkembang melampaui kesakitan/trauma perpisahannya dari Ibu, hingga menjadi pribadi dewasa yang kuat dan mampu.

Dalam mitos Oedipus dan Sangkuriang, kedua anak laki-laki ini mengalami perpisahan traumatis dengan Ibunya. Bahkan meninggalkan bekas luka (di kaki Oedipus dan di kepala Sangkuriang). 

Kedua mitos ini eksplisit menerangkan, Oedipus dan Sangkuriang lepas dari Ibunya untuk berkembang, kuat dan menjadi pribadi mandiri. 

Relasi yang aman dan nyaman harus robek untuk memberikan kesempatan pertumbuhan pribadi anak laki-laki. Anak laki-laki perlu menyadari pentingnya melepaskan diri dari kenyamanan dan perlindungan Ibunya untuk bisa berkembang menjadi laki-laki dewasa yang matang, cakap dan tangguh.

Perlu dipahami, berbeda prosesnya bagi anak laki-laki yang dibesarkan oleh ayah yang absen (tidak hadir/terlibat atau tidak ada). Tidak ada persaingan untuk akses terhadap Ibu, dan Ibu menjadi segalanya bagi si anak. Dampaknya, bisa terjadi kesulitan anak untuk melepaskan diri dari pengaruh Ibu (tidak terjadi individuasi). 

Dalam psikodinamika, situasi seperti ini bisa menghasilkan Oedipal winner - anak laki-laki yang terstimulasi seksual berlebih oleh Ibunya karena Ayahnya absen. Dampaknya, anak akan kesulitan mengembangkan autonomi ego dan kematangan emosional pada masa dewasa.


Mimesis dengan Ayah untuk membentuk relasi baru 
Dalam tahun-tahun awal hidupnya, anak menyadari bahwa selain Ibunya (sumber utama makanan, keamanan dan kenyamanan), ada pula figur-figur lain (misalkan ayah, pembantu, nenek-kakek, saudara kandung, dan lainnya). Yang cukup menonjol kehadirannya kemungkinan adalah Ayahnya, si pasangan Ibu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun