Dayang Sumbi menyadari bahwa Sangkuriang adalah anaknya yang pergi 12 tahun lalu. Dayang Sumbi segera mengatakan pada Sangkuriang bahwa mereka tidak boleh menikah karena mereka ibu dan anak. Tapi Sangkuriang tidak percaya dan memaksa tetap menikah.
Maka Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara menggagalkan pernikahannya dengan anaknya sendiri. Dayang Sumbi meminta persyaratan yang mustahil kepada Sangkuriang, bahwa ia minta sungai Citarum dibendung hingga menjadi sebuah danau dan dibuatkan pula sebuah perahu besar untuk menikmatinya.Â
Kedua hal itu harus dipenuhi dalam waktu satu malam dan harus selesai sebelum fajar. Dengan angkuh dan keyakinan atas kesaktiannya, Sangkuriang menyetujuinya. Ia membangunnya dengan bantuan pada makhluk halus.
Ketika hampir selesai, Dayang Sumbi yang gelisah meminta bantuan dewa-dewa dan mendapatkan petunjuk. Ia menebarkan kain tenun berwarna putih yang mengeluarkan cahaya, yang membuat ayam-ayam jantan berkokok berpikir fajar pagi telah datang. Akibatnya, orang-orang bangun segera bekerja dan perempuan-perempuan segera memukul lesung untuk menumbuk biji-bijian. Mahluk halus melarikan diri takut pada fajar, dan akibatnya Sangkuriang gagal menyelesaikan perahunya.Â
Dia sangat marah dan menendang perahu tersebut menjadi terbalik. Kemudian, perahu terbalik itupun berubah menjadi Gunung Tangkuban Perahu.Â
Sisa pohon dan tumpukan kayu pun berubah menjadi Gunung Burangrang dan Gunung Bukit Tunggul. Sungai Citarum yang disumbat menjadi Danau Bandung. Terakhir, Dayang Sumbi ketakutan dikejar Sangkuriang yang marah, memohon bantuan dewa lalu dirubah menjadi Bunga Jaksi di daerah Gunung Putri. Akhirnya, Sangkuriang yang tidak berhasil menemukan Dayang Sumbi menjadi gila dan hilang gaib di dalam hutan.
Moral:
Pesan utama dari mitos ini tentang filosofi pencerahan hati nurani dan pencarian jati diri manusia. Sangkuriang yang tidak memahami asal-usulnya membunuh ayahnya karena ketidaktahuannya, bahkan memaksa menikahi ibunya karena ketidaksadarannya. Hati nurani yang tergelapkan oleh amarah dan kesombongan bisa membuat manusia jatuh dalam kesalahan.
Pencarian jati diri juga digambarkan oleh berbagai tokoh lain, seperti Dewa dan Dewi yang dikutuk menjadi anjing dan babi hutan. Mereka awalnya memiliki status tinggi, lalu jatuh dalam kesalahan dan akhirnya direndahkan. Manusia yang jatuh dalam kesalahan masih bisa memperbaiki diri dengan melakukan pencarian diri yang disertai dengan sikap berhati-hati dan penuh kesadaran. Jika kita menolak penerimaan kesadaran, hasilnya adalah terus menerus hidup dalam kecemasan dan kegelisahan. Nilai lain yang penting adalah kekerasan hati dan kesombongan adalah sumber kehancuran dan ketersesatan diri. Seperti Sangkuriang yang terbutakan akan cinta dan kesombongannya, akhirnya tidak bisa menerima kegagalannya dan menjadi gila.
DINAMIKA PSIKOLOGIS RELASI ORANG TUA DAN ANAK LAKI-LAKI
Keterpisahan traumatik dengan Ibu untuk mencapai kemandirian dan kematangan
Ketika anak manusia lahir ke dunia, kondisinya lemah dan tergantung pada orang tua dan pengasuhnya. Pengasuh utama anak biasanya Ibunya. Maka, Ibu menjadi sumber makan, aman dan nyamannya.Â
Di tahun-tahun awal, anak hampir tidak pernah lepas dari Ibunya. Anak yang dibesarkan dalam kondisi pada umumnya (tidak dalam kekerasan dan penelantaran berat), seakan-akan merasa Ibunya dan dia adalah satu, satu ego (kondisi egosentrisme).Â