“Nggak bebas. Aku kan nggak bisa membiarkan Mas Kardi nunggu lama-lama. Kadang-kadang aku ada urusan setelah jam pelajaran selesai.”
“Besok-besok nggak boleh gitu lagi dong, Lida. Bagaimanapun kamu kan anak perempuan. Ayu. Nenek khawatir....”
Alida sudah pergi ke kamarnya. “Iya, Nek....” teriaknya sebelum menutup pintu kamarnya.
*
Di meja makan.
“Kalian masih....” Nenek Aminah membuka percakapan. Agak ragu melanjutkan. Memandang bergantian wajah Himawan dan Hanum. Kedua orang tua Alida itu asyik dengan santapan masing-masing.
Nenek Aminah melanjutkan makannya. Tak melanjutkan kalimatnya. Membiarkan kata-katanya menggantung.
“Masih mesra, Nek...” Alida nyeletuk beberapa saat kemudian.
Nenek Aminah mendengus.
“Bukan itu maksudku,” katanya.
“Makanya kalau ngomong jangan digantung, Nek...”
“Diam kau,” mata Nenek Aminah memelototi Alida. Alida senyum-senyum. Ia tahu neneknya tak benar-benar marah.
“Jadi masih apa, Mah?” Hanum memberanikan nimbrung. Himawan mengambil minuman. Meneguknya. Mendorong sisa-sisa makanan dalam mulutnya.