Mohon tunggu...
Maryana Ahmad
Maryana Ahmad Mohon Tunggu... profesional -

berawal di sukalaksana, cicaheum untuk kemudian berkelana di kota depok (1999-2002). selanjutnya bertugas di bandung (2002-2004), banyumas (2004-2006), padangsidimpuan (2006-2009), kota bekasi (2009-2013), kab. bogor (2013), dan sejak 2017 di jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Balada di Ruang 7

13 Maret 2014   07:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:59 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi apa yang terjadi?
Prakiraan Yayan salah.
Praduganya keliru.

Ternyata ada sebagian dari mereka yang gak langsung pulang. Mereka membantu anak-anak yang belum siap untuk bubaran yang duduk di barisan dekat jendela. Erni, misalnya, ketika datang masuk kelas, wajahnya bermuatan bingung. Kemudian waktu memberi sumbangan, wajahnya mencerminkan kebingungan. Menandatangani daftar absen bingung bahkan ketika mau menyalin jawaban yang diberikan oleh Mahaganta melalui jendela, itu anak bingung juga. Alhasil, anak-anakyang melihatnya, ketularan jadi ikut bingung. Benar-benar membingungkan.

Entahlah. Yang jelas di hari ketujuh ini, penuh dengan segala kebingungan. Bingung apakah esok masuk atau tidak. Sebenarnya gak perlu merepotkan diri untuk berbingung ria, toh di almanak tercantum terang angka 28 dengan warnanya yang merah. Jadi jelaslah, esok itu pere. Libur. Gak usah masuk sekolah.
Tapi permasalahannya gak semudah nyanyiin kopi Dangdut milik Fahmi Shahab yang lagi ngetop. Pasalnya, pada jadwal ujian, tercantum bahwa tanggal 28 Mei 1991 itu masuk dengan materi yang akan diujikan adalah pelajaran Biologi. Lalu, mana yang bener?

“Besok masuk, Dum?”tanya Yayan pada Duma, anak Biologi Dua penghuni Ruang Enam. Yayan nyari kebenaran.
“Masuk bagi yang les!”jawab Duma ketus.
“Les?”Yayan gak paham.
Ini kan lagi ujian, masa lesnya sekarang? Kan membingungkan. Bahkan ada kesan nambahin kebingungan yang sudah ada.
“Les apaan?”Yayan penasaran.
“Lestarikan hutan kita”jawab Duma sambil ngambil langkah seribu. Kabuuuuuuuuuuuur.

Yayan ngamuk. Sambil jalan ia nendang-nendangin kakinya. Padahal gak ada yang ia tendang. Anak-anak dan guru-guru yang nengok polahnya, jadi bingung. Semuanya karena sudah bingung dibuat bingung. Terang aja itu anak makin bingung dan membingungkan.

Bagian Delapan

Abdul dan Bangun yang mangkal di Ruang Enam, singgah sejenak di Ruang Tujuh. Dan emang gitu, anak-anak kelas Dua Biologi Dua yang mangkal di Ruang Enam dan Delapan, biasanya doyan singgah terlebih dahulu barang beberapa menit di Ruang Tujuh sebelum bel masuk nyanyi. Harap dimaklum bahwa di Ruang Tujuh, penghuninya 23 siswa, semuanya adalah anak-anak kelas Dua Biologi Dua. Sedangkan 17 siswa lainnya tersebar di dua ruang, yaitu Ruang Enam dan Delapan.

Nah, ketika datang, Abdul dan Bangun langsung bikin gebrakan dengan sebuah lagu. Lagunya boleh juga, lagu yang sedang top, Nona Manis.

Hasilnya?

Anak-anak yang sedang ngapalin, goyang-goyangin kakinya atau tangannya. Terlena oleh musik yang dimainkan kedua anak itu. Rasanya gak terlalu salah kalau mereka dianggap sebagai anak yang berbakat karena dengan alat musik yang sederhana, yaitu meja dan kursi, mereka dapat bermain dengan bagus. Suatu bakat yang harus dipupuk dan dibina terus.

Bel berteriak, mereka kabur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun