Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Kaki Gunung Karang, Talas Beneng Pandeglang Siap Gempur Pasar Internasional

10 Oktober 2023   20:28 Diperbarui: 11 Oktober 2023   20:15 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Idi Yadi, Dirut Bumdes Sumur Tujuh Saninten menunjukan hasli panen daun Talas Beneng (Foto Mang Pram) 

Keberadaan Gunung Karang menjadi anugrah terindah bagi masyarakat Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Tak hanya mengandung cerita magis pertapaan para sultan dan wali terdahulu, gunung berapi yang memiliki sumur tujuh di ketinggian 1.778 meter di atas permukaan laut ini, mengandung tanah yang sangat subur sebagai lahan pertanian.

Masyarakat memanfaatkan tanah vulkanik untuk dijadikan budidaya tanaman durian, kopi, cengkeh, kopi, pete dan jengkol yang cukup populer sebagai hasil pertanian musiman. Namun kini ada primadona baru yang muncul dari Gunung Karang, yaitu tanaman Talas Beneng dengan potensi daun emas yang siap menggempur pasar international.

Dahulu tanaman yang memiliki nama latin Xantoshoma undipes K. Koch dianggap liar tak berharga. Meski memiliki batang umbi besar, masyarakat kurang berminat menjadikannya sebagai sumber olahan pangan, dikarenakan sulit mengolah daging bertekstur lengket dengan getah yang dapat menyebabkan gatal-gatal.

Namun kini, tanaman itu tidak lagi diremehkan. Setelah mengetahui seluruh bagian tanaman bisa dimanfaatkan dan menjadi komoditas ekspor pasar internasional, petani di kaki Gunung Karang kompak tanam Talas Beneng.

Proses panen daun Talas Beneng (Foto Mang Pram)
Proses panen daun Talas Beneng (Foto Mang Pram)

Melihat peluang itu, Idi Suryadi, pemuda asal Desa Saninten, Kecamatan Kaduhejo, Kabupaten Pandeglang menjadikan Talas Beneng sebagai sumber penghasilan yang sangat mengiurkan. Daun kering cacahannya saja sudah dilirik untuk ekspor ke Eropa, serta permintaan tepung umbi talas beneng sebagai bahan olahan makanan pun tak kalah menarik untuk menghasilkan banyak cuan.

Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pasar ketersediaan bahan baku dari Talas Beneng, lelaki yang akrab disapa Kang Yadi itu kini getol membudidayakan di kebunnya. Kang Yadi tidak sendiri, bersama 17 petani lainnya turut membudidayakan tanaman Talas Beneng, maka perlu adanya badan usaha untuk mengelola hasil panen.

Maka di tahun 2021, terbentuklah Bumdes Sumur Tujuh Saninten. Badan usaha yang dimiliki Desa Saninten ini menjadi binaan program Desa Sejahtera Astra. Menjadi napas segar bagi para petani untuk melakukan budidaya komoditas tanaman nabati Talas Beneng asli dari Pandeglang.

wawancara dengan Kang Yadi, Dirut Bumdes Sumur Tujuh Saninten (foto Mang Pram)
wawancara dengan Kang Yadi, Dirut Bumdes Sumur Tujuh Saninten (foto Mang Pram)

Kang Yadi selaku Direktur Bumdes saat ditemui di kebunnya bercerita, metode budidaya tanamana Talas Beneng sangat simpel. Tidak butuh membuka dan mengolah tanah sedemikian rupa seperti perkebunan sayuran pada umumnya.

Talas Beneng hidup dengan keunikannya tersendiri, yaitu tumbuh subur di bawah pohon-pohon tinggi dan berdaun rapat. Tidak membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, asalkan ada pohon yang menjadi naungan dan tanah lembab, Talas Beneng bisa tumbuh hingga mencapai 2 meter lebih.

"Talas Beneng pernah dibudidayakan di atas Gunung Karang. Pertumbuhannya cepat banget, bisa lebih tinggi dan besar karena cuaca masih sangat dingin. Namun karena letaknya di dekat hutan dan jauh dari pemukiman penduduk, sering dirusak oleh babi hutan," kata Kang Yadi.

Tanam bibit Talas Beneng (foto Mang Pram)
Tanam bibit Talas Beneng (foto Mang Pram)

Petani kemudian lebih memilih menanam di perkebunan di kaki gunung untuk bisa dipantau dan terhindar dari serangan babi hutan. Sifatnya sebagai tanaman tumpang sari, para petani tidak direpotkan membuka lahan baru.

"Talas Beneng yang ditanam kebanyakan jenis daun mahkota, dimana batangnya tidak bertunas, tapi tumbuh membesar. Untuk mendapatkan bibit, cukup merajang batang umbi sepanjang 5 cm dan diletakan di tanah yang lembab, nanti akan muncul tunas-tunas baru," kata Kang Yadi.

Tunas Talas Beneng setinggi 10 cm sudah bisa ditanam langsung ke dalam tanah. Pemupukan bisa memanfaatkan pupuk kandang yang sudah difermentasi. Selebihnya cukup dirawat dengan membersihkan rumput-rumput pengganggu di sekitarnya.

"Tidak ada biaya khusus perawatan. Talas Beneng kebal dengan berbagai penyakit, baik virus, ulat dan serangga. Tanahnya sudah subur, jadi cepat tumbuh besar. Didudukung cuaca yang masih terasa dingin dan lembab di Kaki Gunung Karang," kata Kang Yadi.

Tanaman Talas Beneng siap panen daun (Foto Pram)
Tanaman Talas Beneng siap panen daun (Foto Pram)

Panen Suka-suka, Cuan Atur Sendiri

Tamanan liar asli Pandeglang itu kini bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Panen perdana untuk daun sudah bisa dilakukan pada usia 3 bulan sejak hari tanam. Biasanya sudah memiliki empat pelepah daun, saat panen hanya bisa diambil dua daun paling tua.

"Daun dengan kualitas terbaik, satu daun lebarnya saja bisa mencapai bobot 1 kg. Biasanya pada saat musim penghujan kualitas daun menjadi sangat bagus," kata Kang Yadi.

Proses panen daun Talas Beneng (Foto Mang Pram) 
Proses panen daun Talas Beneng (Foto Mang Pram) 

Setelah para petani melakukan panen daun di lahan perkebunan masing-masing, kemudian disetorkan ke Bumdes Sumur Tujuh Saninten untuk proses pengolahan lanjutan. Daun-daun yang masih berwarna hijau, kemudian dilakuan penyortiran untuk masuk tahap pemeraman agar daun berubah menjadi warna kuning keemasan.

"Setelah daun menguning, selanjutnya pemisahan tulang daun dilakuan dengan telaten. Prosesnya masih dilakukan secara manual dengan pisau, karena belum memiliki mesin khusus. Sementara untuk daun yang sudah disortir, kemudian dilakukan pencacahan dengan mesin," kata Kang Yadi.

Tahapan selanjutnya adalah daun cacahan dilakukan pengeringan. Di Bumdes masih dilakukan pengeringan secara manual dengan dijemur langsung di bawah cahaya matahari. Kondisi cuaca panasnya matahari menjadi penentu kulitas pengeringan daun cacahan.

Proses pengeringan daun Talas Beneng yang sudah dicacah (foto Mang Pram)
Proses pengeringan daun Talas Beneng yang sudah dicacah (foto Mang Pram)

Sebagai tanaman tumpang sari, daun Talas Beneng bisa dijadikan tambahan penghasilan bulanan petani. Di Bumdes Sumur Tujuh Saninten, 1 kg daun basah dari petani dihargai Rp1.000. Sedikitnya, tiap petani bisa membawa 1 ton daun tiap kali pengiriman. Akumulasi pendapatan petani dari menjual daun basah saja bisa mencapai Rp1,5 juta hingga Rp 3 Juta.

"Patani harus pintar mengatur jadual panen agar selalu ada pendapatan. Ini cukup menguntungkan sebagai tanaman tumpang sari, karena pohon-pohon yang ditanam petani di kebun kebanyakan panen tahunan. Penghasilan dari talas secara rutin bisa membantu kebutuhan sehari-hari keluarga petani," kata Yadi.

Si Daun Emas

Keberadaan Bumdes Sumur Tujuh Saninten sangat membantu para petani dalam penjualan hasil tanam Talas Beneng. Begitu juga dengan Bumdes yang menjadi binaan Desa Sejahtera Astra ini, dapat mengolah daun lebar berwarna hijau itu menjadi daun emas yang jadi rebutan pasar internasional.

Kang Yadi menyebut, permintaan daun kering Talas Beneng cukup besar di negara Australia, Selandia Baru dan Belanda. Daun talas bisa dijadikan pengganti tembakau yang lebih sehat untuk produk rokok herbal.

"Kalau ekspor sendiri kami belum siap menyediakan kuota permintaan yang sangat besar dalam satu kirim. Namun kami optimis, suatu saat bisa meningkatkan produksi dengan didukung mesin dan teknologi, serta menambah kemitraan dengan petani di luar Kecamatan Kaduhejo. Saat ini untuk pemenuhan ekspor, kita gabung saja dengan usaha ekspor daun Talas Beneng di Kota Serang," kata Kang Yadi.

Daun Talas Beneng yang sudah kering disimpan dalam pelastik rapat di dalam gudang (Foto Mang Pram)
Daun Talas Beneng yang sudah kering disimpan dalam pelastik rapat di dalam gudang (Foto Mang Pram)

Kualitas terbaik cacahan daun kering terlihat dari warna coklat keemasan yang jadi penentu grade harga. Bumdes Sumur Tujuh Saninten hanya bisa mengirimkan 3 kuintal ke sentra industeri pengolahan Talas Beneng di Kota Serang.

Sebenarnya bisa saja lebih, namun sering terkendala pada tempat penampungan daun basah yang belum bisa mencukupi. Jadi alternatif harus mengatur waktu panen yang dikomunikasikan dengan petani. Jangan sampai ada daun yang tidak tertampung dalam gudang, lalu kualitas jadi rusak.

"Prospeknya bagus sebenarnya. 1 Kg daun kering yang sudah diolah saja dihargai Rp25.000. Harapannya kita ada bantuan buat memperluas gudang dan mesin pengering untuk bisa mempercepat hasil produksi. Apalagi petani lainnya dari luar desa banyak yang ingin bergabung mengirimkan hasil panen daun," kata Kang Yadi.

Umbi Jadi Primadona Selanjutnya

Tak hanya daunnya saja yang berharga, batang umbi Talas Beneng yang sudah berumur lebih dari 2 tahun harus segera diganti dengan tanaman baru untuk menjaga kualitas. Disinilah kemudian panen umbi dapat dilakukan. Pohon yang sudah tua dicabut dan diambil umbinya.

hasil panen umbi Talas Beneng (foto dok. Bumdes STS/PRAM)
hasil panen umbi Talas Beneng (foto dok. Bumdes STS/PRAM)

"Umbi talas dari dulu tidak banyak yang berminat untuk mengolahnya, karena belum tahu caranya. Tapi sekarang pelaku UMKM olahan makanan yang ada di Pandeglang saja berebut untuk dijadikan bahan baku makanan ringan, salah satunya seperti keripik talas," kata Kang Yadi.

Permintaan terhadap bahan baku umbi untuk olahan makanan saat ini sudah cukup banyak di Pandeglang saja. Umbi bisa diolah menjadi berbagai makanan ringan seperti kripik, es krim talas, bolu kukus, dan berbagai kreasi lainnya.

Tantangan untuk produksi tepung umbi juga sangat menggiurkan. Tak hanya pasar lokal dan pemenuhan ekspor di kawasan negara Asia saja butuh banyak tepung talas dijadikan bahan obat-obatan, makanan bayi, serta makanan sehat rendah kalori dan gula.

Produk olahan Bumdes STS berupa tembakau daun talas, makaroni, dan tepung (foto Mang Pram)
Produk olahan Bumdes STS berupa tembakau daun talas, makaroni, dan tepung (foto Mang Pram)

Kang Yadi menyadari jika Bumdes yang dikelolanya saat ini masih ada keterbatasan mesin produksi umbi menjadi tepung susuai permintaan pasar ekspor. Namun umbi talas segar masih bisa memenuhi sebagian kebutuhan pasar lokal seperti Bogor, Bandung, dan Sukabumi.

"Produksi olahan umbi sekala kecil-kecilan dari Bumdes sudah dilakukan, salah satunya produk rokok daun talas. Adapun olahan makanan kita kerjasama dengan pelaku UMKM dengan memproduksi tepung untuk pembuatan aneka kue dan bolu, serta makaroni kering," kata Kang Yadi.

Bumdes yang digawangi Kang Yadi tidak hanya membawa manfaat bagi para petani Talas Beneng untuk meningkatkan hasil panen, namun juga berkolaborasi secara luas dengan pelaku UMKM produksi olahan makanan di Pandeglang

Hasil olahan Bumdes Sumur Tujuh Saninten berupa tembakau daun talas, tepung umbi talas, dan makaroni dari umbi talas (Foto Pram0
Hasil olahan Bumdes Sumur Tujuh Saninten berupa tembakau daun talas, tepung umbi talas, dan makaroni dari umbi talas (Foto Pram0

Petani Milenial Go International

Meski anak desa yang hidup di kaki Gunung Karang, Kang Yadi beserta para petani optimis dapat menerobos pasar international. Saat ini proses utama adalah perluasan kemitraan dengan para petani dan meningkatkan kualitas panen Talas Beneng. Kang Yadi yakin, Talas Beneng yang tumbuh di kaki Gunung Karang memiliki kualitas yang sangat bagus karena termasuk tanaman organik.

"Petani harus berdaya, makanya kita punya cita-cita besar ke depannya. Kita masih berjung untuk mewujudkan adanya bangunan industri pengolahan semua bagian dari Talas Beneng lebih modern, memiliki alat potong dan oven pengeringan daun, serta mesin pengolahan umbi  menjadi tepung. Pelepah batangnya bisa diproduksi menjadi pakan ikan dan serat benang. Semua bagian tanaman bisa dimanfaatkan tanpa sisa," harapan Kang Yadi.

Kunjungan Bupati Pandeglang ke Bumdes STS (Dokumentasi Bumdes STS)
Kunjungan Bupati Pandeglang ke Bumdes STS (Dokumentasi Bumdes STS)

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, lahan tanaman Talas Beneng sudah mencapai 263 hektar. Permintaan ekspor daun Talas Beneng kering sangat tinggi, seperti di Australi mencapai 200 ton, New Zealand 100 ton per bulan, dan Malaysia 40 ton per bulan.

Permintaan ekspor umbi Talas Beneng juga tidak main- maian besarannya, dimana permintaan Belanda membutuhkan 70 ton per bulan dan Korsel lebih besar 100 ton per bulan. Untuk permintaan gaplek atau umbi kering dari India dan Turkiye masing-masing sebanyak 50 ton per bulan.

Tingginya permintaan ekspor, rupanya baru dapat menghasilkan daun kering 18 ton per bulan dari peluang pasar 322 ton per bulan. Lalu kebutuhan umbi basah 200-500 ton per bulan, serta umbi kering 5 ton per bulan dari kebutuhan 25 ton (dikutip dari https://penghubung.bantenprov.go.id/)

Kini saatnya Talas Beneng menjadi mutiara. Pada saatnya nanti bisa menjadi produk unggulan dan bersinar dari bumi para Jawara Banten untuk menggebrak pasar international.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun