Kualitas terbaik cacahan daun kering terlihat dari warna coklat keemasan yang jadi penentu grade harga. Bumdes Sumur Tujuh Saninten hanya bisa mengirimkan 3 kuintal ke sentra industeri pengolahan Talas Beneng di Kota Serang.
Sebenarnya bisa saja lebih, namun sering terkendala pada tempat penampungan daun basah yang belum bisa mencukupi. Jadi alternatif harus mengatur waktu panen yang dikomunikasikan dengan petani. Jangan sampai ada daun yang tidak tertampung dalam gudang, lalu kualitas jadi rusak.
"Prospeknya bagus sebenarnya. 1 Kg daun kering yang sudah diolah saja dihargai Rp25.000. Harapannya kita ada bantuan buat memperluas gudang dan mesin pengering untuk bisa mempercepat hasil produksi. Apalagi petani lainnya dari luar desa banyak yang ingin bergabung mengirimkan hasil panen daun," kata Kang Yadi.
Umbi Jadi Primadona Selanjutnya
Tak hanya daunnya saja yang berharga, batang umbi Talas Beneng yang sudah berumur lebih dari 2 tahun harus segera diganti dengan tanaman baru untuk menjaga kualitas. Disinilah kemudian panen umbi dapat dilakukan. Pohon yang sudah tua dicabut dan diambil umbinya.
"Umbi talas dari dulu tidak banyak yang berminat untuk mengolahnya, karena belum tahu caranya. Tapi sekarang pelaku UMKM olahan makanan yang ada di Pandeglang saja berebut untuk dijadikan bahan baku makanan ringan, salah satunya seperti keripik talas," kata Kang Yadi.
Permintaan terhadap bahan baku umbi untuk olahan makanan saat ini sudah cukup banyak di Pandeglang saja. Umbi bisa diolah menjadi berbagai makanan ringan seperti kripik, es krim talas, bolu kukus, dan berbagai kreasi lainnya.
Tantangan untuk produksi tepung umbi juga sangat menggiurkan. Tak hanya pasar lokal dan pemenuhan ekspor di kawasan negara Asia saja butuh banyak tepung talas dijadikan bahan obat-obatan, makanan bayi, serta makanan sehat rendah kalori dan gula.