Talas Beneng hidup dengan keunikannya tersendiri, yaitu tumbuh subur di bawah pohon-pohon tinggi dan berdaun rapat. Tidak membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, asalkan ada pohon yang menjadi naungan dan tanah lembab, Talas Beneng bisa tumbuh hingga mencapai 2 meter lebih.
"Talas Beneng pernah dibudidayakan di atas Gunung Karang. Pertumbuhannya cepat banget, bisa lebih tinggi dan besar karena cuaca masih sangat dingin. Namun karena letaknya di dekat hutan dan jauh dari pemukiman penduduk, sering dirusak oleh babi hutan," kata Kang Yadi.
Petani kemudian lebih memilih menanam di perkebunan di kaki gunung untuk bisa dipantau dan terhindar dari serangan babi hutan. Sifatnya sebagai tanaman tumpang sari, para petani tidak direpotkan membuka lahan baru.
"Talas Beneng yang ditanam kebanyakan jenis daun mahkota, dimana batangnya tidak bertunas, tapi tumbuh membesar. Untuk mendapatkan bibit, cukup merajang batang umbi sepanjang 5 cm dan diletakan di tanah yang lembab, nanti akan muncul tunas-tunas baru," kata Kang Yadi.
Tunas Talas Beneng setinggi 10 cm sudah bisa ditanam langsung ke dalam tanah. Pemupukan bisa memanfaatkan pupuk kandang yang sudah difermentasi. Selebihnya cukup dirawat dengan membersihkan rumput-rumput pengganggu di sekitarnya.
"Tidak ada biaya khusus perawatan. Talas Beneng kebal dengan berbagai penyakit, baik virus, ulat dan serangga. Tanahnya sudah subur, jadi cepat tumbuh besar. Didudukung cuaca yang masih terasa dingin dan lembab di Kaki Gunung Karang," kata Kang Yadi.
Panen Suka-suka, Cuan Atur Sendiri
Tamanan liar asli Pandeglang itu kini bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Panen perdana untuk daun sudah bisa dilakukan pada usia 3 bulan sejak hari tanam. Biasanya sudah memiliki empat pelepah daun, saat panen hanya bisa diambil dua daun paling tua.
"Daun dengan kualitas terbaik, satu daun lebarnya saja bisa mencapai bobot 1 kg. Biasanya pada saat musim penghujan kualitas daun menjadi sangat bagus," kata Kang Yadi.