"Mbok ya Sabar Bu. Kita sekali lagi minta Darmin untuk bersabar sedikit."
"Tidak! Cukup sudah sampai di sini. Besok kita datang ke rumah H. Dasuki dan putuskan tali kawin gantung ini." Sekali lagi Ibu meminta. Suaranya keras.
Ayah tahu sifat Ibu. Ibu jarang marah. Tapi kalau sudah marah Ia seperti macan jantan kelaparan dan Ayah hanya bisa diam terkesima.
"Baik Bu. Besok ke rumah H. Dasuki kita bicarakan baik-baik."
"Tidak! Kita putuskan saja ikatan ini."
"Gak bisa begitu Bu," kata Ayah mencoba mempertahankan.
"Mengapa tidak bisa? Pasti kita bisa," kata Ibu penuh semangat.
"Baiklah kalau itu keputusan Ibu. Besok kita putuskan ikatan kawin gantung ini," kata Ayah dengan berat hati.
Hatiku tak terasa bersorak sorai, gembira penuh kemenangan. Meski pun aku masih sangat kecil tapi aku sudah punya cita-cita ingin sekolah yang tinggi. Ingin sekolah sampai jadi sarjana bahkan sampai jadi doktor dan menjadi Menteri seperti Ibu Sri Mulyani yang aku sering lihat di TV. Â
Paginya Ayah dan Ibu mendatangi rumah H. Dasuki dan menyampaikan maksudnya yaitu memutuskan tali perkawinan gantung. Ayah menceritakan kejadian-kejadian yang dialami oleh aku dan cita-citaku yang ingin sekolah tinggi.
H. Dasuki awalnya kaget. Ia tidak menyangka kejadiannya akan separah ini. Ia atas nama keluarga juga sangat malu dengan perbuatan Darmin, anaknya. Akhirnya, Ia sekeluarga menerima keputusan untuk tidak melanjutkan kawin gantung anaknya dengan Fitri. Tentu tidak dengan Darmin, Ia sangat kecewa dan patah hati atas keputusan itu. Â