Mohon tunggu...
Abdurohman Sani
Abdurohman Sani Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa dengan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menembus Dinding Konvensional

5 Agustus 2024   22:47 Diperbarui: 5 Agustus 2024   22:47 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Perang Mu'tah terjadi pada tahun 629 M dan merupakan salah satu pertempuran paling signifikan dan menantang yang dihadapi umat Islam pada masa awal. Pasukan Muslim yang berjumlah sekitar 3.000 orang berhadapan dengan pasukan Romawi yang jauh lebih besar, diperkirakan mencapai 100.000 orang. Pertempuran ini terjadi di dekat desa Mu'tah di wilayah modern Yordania dan menandai konfrontasi pertama umat Islam dengan Kekaisaran Bizantium.

Khalid bin Walid, yang kemudian dikenal sebagai "Pedang Allah" (Saifullah), memainkan peran krusial dalam menyelamatkan pasukan Muslim dari kekalahan yang tampaknya tak terhindarkan. Pada awal pertempuran, komandan Muslim seperti Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi Talib, dan Abdullah bin Rawahah gugur di medan perang, menyebabkan semangat pasukan Muslim menurun. Khalid bin Walid kemudian mengambil alih komando pasukan dalam situasi yang sangat kritis.

Salah satu taktik brilian yang digunakan Khalid bin Walid adalah memutar formasi pasukan pada malam hari. Ia menugaskan sebagian pasukannya untuk menciptakan kebisingan dan mengobarkan api, sehingga memberi kesan bahwa bala bantuan Muslim telah tiba. Pada saat yang sama, ia mengatur ulang pasukan yang tersisa untuk memberikan tampilan seolah-olah pasukan Muslim diperkuat oleh pasukan baru. Taktik ini berhasil membingungkan dan mengintimidasi pasukan Romawi, yang mengira mereka menghadapi kekuatan baru yang lebih besar.

Keberanian dan kecerdasan Khalid dalam mengatur ulang formasi pasukan dan menciptakan ilusi bala bantuan memberikan efek psikologis yang signifikan. Pasukan Romawi, yang semula yakin akan kemenangan mereka, mulai meragukan kekuatan mereka sendiri dan akhirnya memilih untuk mundur. Ini memberikan kesempatan bagi pasukan Muslim untuk mengatur ulang barisan mereka dan mundur dengan tertib, menghindari kehancuran total.

Strategi militer Khalid bin Walid di Perang Mu'tah tidak hanya menyelamatkan pasukan Muslim dari kekalahan, tetapi juga menunjukkan kejeniusan taktisnya yang membuatnya dihormati dan diakui sebagai salah satu komandan militer terbesar dalam sejarah Islam. Khalid bin Walid kemudian dijuluki sebagai "Sayyid al-Mujahideen" (pemimpin para pejuang) dan "Saifullah" (Pedang Allah), yang mencerminkan statusnya sebagai pahlawan dan komandan yang tak tertandingi dalam perang.

Kejeniusan Khalid dalam strategi militer dan taktik perang terletak pada kemampuannya untuk berpikir di luar batas konvensional dan mengambil keputusan yang berani dan inovatif. Ia selalu mampu menilai situasi dengan cepat, mengidentifikasi kelemahan musuh, dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Di Perang Mu'tah, ia menunjukkan bahwa keberanian untuk berpikir kreatif dan menerapkan taktik yang tidak terduga bisa mengubah arah pertempuran, bahkan dalam situasi yang paling genting.

Setelah Perang Mu'tah, reputasi Khalid bin Walid sebagai komandan militer yang luar biasa semakin kokoh. Ia terus memainkan peran kunci dalam banyak pertempuran berikutnya, termasuk penaklukan Makkah, Pertempuran Yamamah, dan penaklukan wilayah-wilayah di Suriah dan Persia. Keberhasilannya dalam memimpin pasukan Muslim mengukuhkan posisinya sebagai salah satu tokoh militer terbesar dalam sejarah Islam dan menjadikannya simbol keberanian, kecerdasan, dan keahlian taktis yang menginspirasi generasi berikutnya.

Dalam sejarah Islam, nama Khalid bin Walid akan selalu diingat sebagai sosok yang tidak hanya menyelamatkan umat Islam dalam banyak pertempuran krusial tetapi juga mengajarkan pentingnya strategi, taktik, dan keberanian dalam menghadapi tantangan. Perang Mu'tah adalah salah satu contoh terbaik dari kejeniusan militernya, yang terus dihormati dan dipelajari oleh sejarawan dan militer hingga saat ini.

8. Penggunaan Taktik Gerilya oleh Abu Ubaidah bin Jarrah di Perang Yarmuk:

Perang Yarmuk, yang terjadi pada tahun 636 M, adalah salah satu pertempuran paling menentukan dalam sejarah Islam. Pasukan Muslim berhadapan dengan pasukan Romawi yang jauh lebih besar di dekat sungai Yarmuk, di wilayah yang sekarang dikenal sebagai perbatasan antara Suriah dan Yordania. Kemenangan di pertempuran ini membuka jalan bagi penaklukan lebih lanjut di wilayah Syam (Levant) dan mengukuhkan kekuasaan Islam di kawasan tersebut.

Abu Ubaidah bin Jarrah, salah satu sahabat terdekat Rasulullah SAW dan seorang komandan militer yang sangat cakap, memainkan peran penting dalam kemenangan ini. Bersama dengan Khalid bin Walid, yang juga memegang komando dalam pertempuran tersebut, Abu Ubaidah menerapkan taktik gerilya dan serangan cepat yang sangat efektif melawan pasukan Romawi yang lebih besar dan lebih berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun