Pada perkembangannya, manusia mulai mengenali fenomena-fenomena alam sebagai sesuatu yang koheren, memicu kebutuhan untuk mendeskripsikan setiap fenomena tersebut. Fenomena, sebagai penampakan empiris dari noumena, menjadi dasar bagi manusia untuk menyadari kebutuhannya akan sesuatu. Melalui pengamatan, eksperimentasi, dan abstraksi, manusia dapat merumuskan dan memahami hukum-hukum yang mengatur alam dan sosial.
Fenomena, sebagai penampakan empiris dari noumena menjadi dasar bagi manusia untuk menyadari kebutuhannya akan sesuatu, sebagai contoh : Ketika Hujan atau panas manusia mulai menyadari kebutuhannya akan apa yang membuatnya tidak terkena hujan dan panas, ketika dingin manusia menyadari kebutuhannya terhadap apa yang bisa menghangatkan dirinya, ketika, ketika lapar manusia akan menyadari kebutuhannya terhadap apa yang membuatnya tidak lapar lagi, dan masih segudang contoh yang membentuk pola dan tingkah laku sosial.
Kebutuhan mendorongnya untuk merumuskan dan memahami hukum-hukum yang mengatur alam, serta pengaruhnya kepada kehidupan sosial. Melalui pengamatan, eksperimentasi, dan abstraksi terhadap fenomena-fenomena alam, manusia dapat menyingkap pola-pola, regularitas, dan prinsip-prinsip yang mendasari keberadaan dan perilaku alam semesta.
SUBSTANSI HUKUM
Sebagai dasar perumusan hukum-hukum universal
Noumena, sebagai realitas fundamental, menjadi dasar bagi hukum-hukum universal yang dipergunakan untuk mengatur alam semesta. Manusia, dengan kemampuan berpikir abstraknya, berperan sentral dalam proses perumusan, pengujian, dan penerapan hukum-hukum tersebut. Hukum-hukum yang dirumuskan manusia mencerminkan upaya untuk menangkap dan merefleksikan esensi noumena, memungkinkan manusia untuk memahami, memprediksi, dan mengendalikan fenomena-fenomena alam dan sosial dengan lebih baik.
Manusia, sebagai makhluk yang dianugerahi akal budi, berperan sentral dalam proses perumusan, pengujian, dan penerapan hukum-hukum yang mengatur alam. Melalui kemampuan berpikir abstrak, manusia dapat menangkap esensi noumena dan menurunkannya menjadi hukum-hukum yang dapat digunakan untuk memahami, memprediksi, dan mengendalikan fenomena-fenomena alam.
Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang noumena, fenomena, alam, dan peran manusia dalam memahaminya, dapat melahirkan Substansi hukum yang bersifat universal, objektif, dan dapat diverifikasi secara empiris. Hukum-hukum ini tidak hanya berlaku dalam domain sains dan teknologi, tetapi juga dapat diturunkan ke dalam bidang-bidang lain, seperti hukum sosial, ekonomi, atau bahkan hukum moral dan etika. Dari arah ini Hukum dikenali sebagai 'Fenomena', inilah yang disebut Substansi hukum.
Etika Sebagai Prinsip
Materil hukum adalah Substansi hukum atau prinsip hukum itu sendiri, yang akan menjadi dasar bagi terbentuknya peraturan-peraturan dibawahnya, yang selanjutnya substansi disebut 'tentang apa yang ingin dicapai'. Etika, sebagai prinsip yang mendasari hukum, menyoroti aspek moral dan nilai-nilai yang ingin diwujudkan atau dipertahankan dalam suatu masyarakat. Dalam konteks hukum, etika memberikan dasar bagi pembentukan dan interpretasi hukum, serta memandu perilaku manusia dalam interaksi sosial. Misalnya, prinsip-prinsip etika seperti keadilan, kebebasan, dan kesetaraan sering kali menjadi landasan bagi pembentukan hukum yang adil dan berkeadilan.
Undang-Undang Bersifat Normatif