Mohon tunggu...
Abdurohman Sani
Abdurohman Sani Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa dengan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menembus Definisi

7 Februari 2024   17:28 Diperbarui: 7 Februari 2024   17:39 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENEMBUS DEFINISI

Pertanyaan mengenai makna hidup adalah pertanyaan filosofis yang sering kali tidak memiliki jawaban yang pasti. Makna hidup dapat bervariasi bagi setiap individu dan dipengaruhi oleh nilai, keyakinan, dan tujuan pribadi masing-masing.

Beberapa orang mencari makna hidup melalui hubungan sosial, pencapaian pribadi, atau pencarian makna spiritual. Bagi yang lain, makna hidup mungkin berkaitan dengan kontribusi terhadap orang lain atau mencari pemahaman lebih dalam tentang eksistensi, tujuan hidup dan kematian.

Pertanyaan mengenai tujuan hidup dan kematian juga seringkali merupakan aspek filosofis yang mendalam. Meskipun jawaban atas pertanyaan ini bervariasi, banyak orang menemukan makna dan tujuan dalam hidupnya sendiri selama masa yang mereka jalani.

Beberapa orang melihat nilai dalam pengalaman, hubungan, pencapaian pribadi, atau kontribusi pada masyarakat. Meskipun hidup bersifat sementara, banyak yang menganggap bahwa memberikan makna kepada waktu hidup adalah suatu pencapaian yang bernilai.

Memahami diri sendiri juga seringkali merupakan perjalanan yang kompleks dan penuh refleksi. Beberapa alasan mengapa itu bisa terasa sulit adalah karena kita sering memiliki ketidaksetaraan antara persepsi diri dan realitas alam semesta, adanya emosi yang kompleks, dan pengaruh faktor-faktor psikologis yang terkadang sulit diidentifikasi.

Memahami diri sendiri bisa dianggap lebih sulit daripada memahami alam semesta karena sifat kompleksitas dan subjektivitas yang melekat pada pengalaman manusia. Manusia memiliki pikiran, emosi, dan persepsi yang sangat beragam, dan aspek-aspek ini dapat bervariasi secara signifikan antarindividu.

Di sisi lain, alam semesta mengikuti hukum-hukum fisika dan prinsip-prinsip ilmiah yang lebih dapat diukur dan diprediksi. Keteraturan ini dapat memudahkan manusia untuk memahami dan menjelaskan fenomena alam semesta dalam kerangka ilmiah.

Pemahaman diri melibatkan penggalian dalam berbagai aspek seperti motivasi, nilai-nilai, dan pengalaman pribadi yang mungkin sulit diukur dan dijelaskan secara kuantitatif. Selain itu, adanya bias persepsi dan pertimbangan emosional dapat menjadi tantangan tambahan dalam usaha memahami diri sendiri.

Meskipun demikian, baik pemahaman diri maupun pemahaman alam semesta memiliki nilai dan signifikansi yang unik dalam pengembangan pribadi dan pengetahuan manusia.

Kelebihan kompleksitas dalam pemahaman diri dibandingkan alam semesta mungkin disebabkan oleh sifat unik pikiran manusia, yang melibatkan aspek-aspek emosional, psikologis, dan sosial. Manusia dianggap memiliki kebebasan berpikir, motivasi yang bervariasi, dan pengalaman yang sangat pribadi, yang semuanya menambah tingkat kompleksitas.

Baca juga: Kecacatan Akal

Orang mungkin cenderung lebih suka memahami hal di luar diri mereka karena fokus pada lingkungan eksternal dapat memberikan rasa kontrol yang lebih besar. Menanggapi stimulus luar, memecahkan masalah luar, atau mencoba memahami fenomena alam semesta bisa memberikan perasaan tanggapan yang lebih terukur dan dapat diprediksi.

Pemahaman diri, di sisi lain, melibatkan refleksi yang mendalam, pengakuan emosi, dan kadang-kadang menghadapi aspek-aspek yang mungkin tidak begitu nyaman. Beberapa orang mungkin merasa lebih aman atau nyaman fokus pada hal-hal di luar diri mereka karena itu memungkinkan mereka untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan sulit atau konflik internal didalam dirinya.

Keberadaan manusia di dekat alam semesta secara fisik tidak mengurangi kompleksitas aspek-aspek internal manusia. Dalam upaya untuk memahami dan menjelajahi diri, manusia terlibat dalam pengalaman emosional, proses kognitif yang rumit, dan interaksi sosial yang mendalam.

Jadi, meskipun kita berada dekat dengan alam semesta secara fisik, kompleksitas manusia muncul dari keberagaman dan kompleksitas internal yang terjadi di dalam diri setiap individu.

Asumsi tentang alam semesta dan diri sendiri merupakan bagian alami dari cara manusia memahami dunia di sekitarnya. Asumsi ini dapat berasal dari berbagai faktor, termasuk pengalaman pribadi, warisan budaya, pendidikan, dan pengaruh lingkungan.

Pengalaman Pribadi: Manusia cenderung membentuk asumsi berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Cara kita berinteraksi dengan dunia sekitar dan merespon stimulus memainkan peran penting dalam membentuk keyakinan dan pandangan kita.

Warisan Budaya: Nilai-nilai, norma, dan keyakinan yang diteruskan melalui warisan budaya juga dapat membentuk asumsi. Budaya sering kali memberikan pandangan umum tentang hubungan antara manusia, alam semesta, dan makna kehidupan.

Pendidikan: Pembelajaran dan pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk asumsi. Teori ilmiah, pandangan filosofis, dan nilai-nilai agama yang diajarkan dapat memengaruhi cara kita memandang alam semesta dan diri sendiri.

Pengaruh Lingkungan: Interaksi dengan lingkungan sekitar, termasuk media dan interaksi sosial, dapat membentuk persepsi kita terhadap diri dan alam semesta. Pengaruh ini bisa datang dari berbagai sumber seperti teman, keluarga, dan media massa.

Asumsi adalah cara otak kita menyusun informasi yang kompleks dan membuat model mental yang memungkinkan kita untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh asumsi yang umum termasuk asumsi tentang waktu, ruang, hubungan sosial, dan sebagainya.

Meskipun asumsi sangat berguna untuk memproses informasi dengan cepat dan membuat keputusan, kita juga perlu menyadari bahwa asumsi tidak selalu mencerminkan kebenaran mutlak. Asumsi dapat memuat bias, dan ada situasi di mana asumsi dapat menjadi sumber ketidakpahaman atau konflik.

Dalam banyak kasus, manusia tidak memiliki akses langsung atau pengetahuan yang lengkap tentang kebenaran mutlak mengenai diri dan alam semesta. Kita membangun pemahaman kita melalui observasi, pengalaman, dan proses kognitif yang terbatas.

Dalam ilmu pengetahuan dan filosofi, konsep "kebenaran mutlak" seringkali sulit dicapai atau didefinisikan dengan jelas. Pemahaman kita terus berkembang seiring waktu dan dengan tambahan pengetahuan baru.

Mengakui keterbatasan dan ketidaksempurnaan adalah langkah pertama dalam mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang diri dan dunia sekitar. Kita semua memiliki keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan perspektif. Hidup dengan benar dan penuh makna seringkali melibatkan kesadaran akan keterbatasan tersebut.

Meskipun kita mungkin tidak pernah sepenuhnya memahami segala sesuatu dengan benar, kita dapat berusaha untuk terus belajar, tumbuh, dan meningkatkan pemahaman kita. Keterbukaan terhadap berbagai perspektif, kemauan untuk beradaptasi dengan perubahan, dan kritis terhadap asumsi-asumsi kita dapat membantu menjalani hidup dengan lebih baik.

Konsep kebenaran adalah subjektif dan dapat bervariasi tergantung pada konteksnya. Ada berbagai pendekatan filosofis dan epistemologis yang membahas sifat kebenaran. Dalam beberapa konteks, kebenaran dapat dianggap sebagai sesuatu yang dapat diukur dan diuji, seperti dalam ilmu pengetahuan. Namun, dalam konteks lain, terutama di bidang filsafat, kebenaran seringkali dianggap sebagai konsep yang kompleks dan sulit didefinisikan dengan jelas.

Beberapa pandangan mengatakan bahwa kebenaran mutlak tidak dapat dicapai oleh manusia. Konsep ini mencerminkan keterbatasan pengetahuan dan persepsi manusia. Meskipun kita mungkin tidak pernah menemukan kebenaran mutlak, upaya untuk mendekati kebenaran dan meningkatkan pemahaman tentang diri dan dunia sekitar tetap menjadi tujuan yang berharga.

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, orang seringkali menggunakan konsep kebenaran dengan cara yang lebih praktis, merujuk pada informasi yang sesuai dengan kenyataan dan dapat diverifikasi. Namun, dalam konteks filosofis atau eksistensial, pertanyaan tentang kebenaran dapat menjadi kompleks dan tidak selalu memiliki jawaban yang pasti.

Disamping itu ilmu pengetahuan bersifat relatif dan terus berkembang seiring waktu. Ilmu pengetahuan tidak pernah berhenti tumbuh dan mengalami perubahan sejalan dengan penemuan-penemuan baru dan penelitian ilmiah yang lebih lanjut. Oleh karena itu, apa yang kita anggap sebagai kebenaran ilmiah pada suatu waktu tertentu mungkin dapat direvisi atau diperbarui di masa mendatang.

Keberlanjutan perkembangan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa pengetahuan manusia selalu dalam tahap evolusi. Meskipun ilmu pengetahuan dapat memberikan penjelasan yang sangat baik tentang banyak fenomena alam, sifatnya yang relatif dan terbuka terhadap pembaruan menunjukkan bahwa konsep kebenaran mutlak mungkin sulit untuk dicapai di dalam ilmu pengetahuan.

Penting untuk memahami bahwa sementara ilmu pengetahuan menyediakan kerangka kerja yang kuat untuk memahami dunia, konsep kebenaran mutlak mungkin lebih cocok untuk domain filosofis atau agama. Dalam ilmu pengetahuan, kita cenderung berbicara tentang model dan teori yang paling sesuai dengan data yang ada, tanpa klaim bahwa itu adalah kebenaran mutlak yang tidak dapat diubah.

Pertanyaan tentang keberadaan diri, realitas, dan kebenaran adalah pertanyaan filosofis yang kompleks. Meskipun konsep kebenaran mutlak mungkin sulit dijelaskan atau dicapai, keberadaan diri dan realitas sekitar kita menjadi dasar dari pengalaman hidup kita sehari-hari.

Beberapa pendekatan dalam filsafat dan epistemologi mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini:

Realisme: Paham realisme menyatakan bahwa objek dan entitas di luar diri kita memiliki eksistensi yang independen, terlepas dari kesadaran kita. Dalam pandangan ini, dunia eksternal dianggap ada dengan atau tanpa pengamat.

Idealisme: Sebaliknya, paham idealisme berpendapat bahwa realitas bergantung pada kesadaran atau pikiran. Dalam pandangan ini, eksistensi dunia luar tergantung pada bagaimana kita mengamati atau memikirkannya.

Eksistensialisme: Beberapa aliran filsafat eksistensialis menyatakan bahwa eksistensi manusia adalah dasar dari makna dan realitas. Dalam pandangan ini, realitas dan keberadaan diri berkaitan erat dengan pengalaman subjektif manusia.

Penting untuk diingat bahwa pandangan ini sering kali bersifat filosofis dan dapat sangat dipengaruhi oleh keyakinan pribadi, budaya, atau kerangka pemikiran tertentu. Meskipun kita mungkin tidak sepenuhnya memahami sifat kebenaran mutlak, keberadaan diri dan interaksi dengan dunia luar tetap menjadi bagian integral dari pengalaman hidup kita.

Dalam pemikiran alami, kita dapat mengakui bahwa kita memiliki pengalaman dan kesadaran tentang keberadaan diri dan dunia sekitar. Kita merasakan dan berinteraksi dengan realitas sehari-hari tanpa perlu memahami konsep filosofis atau teori yang rumit.

Penting untuk diingat bahwa meskipun kita mungkin tidak selalu memahami secara menyeluruh atau dapat menjelaskan secara rinci tentang kebenaran mutlak atau hakikat eksistensi, kita tetap dapat menghargai dan meresapi pengalaman hidup kita secara sederhana.

Dalam konteks penalaran alami, kita bisa mengakui bahwa kita hadir di dalam dunia ini, berinteraksi dengan orang lain, dan meresapi berbagai aspek kehidupan tanpa perlu terlalu mendalam dalam konsep-konsep filsafat. Dalam kesederhanaan penalaran alami, kita bisa mencari makna dan kepuasan melalui pengalaman sehari-hari dan interaksi dengan dunia sekitar.

Lalau apakah yang kita sebut kenyataan material itu benar benar wujud?
Pertanyaan mengenai wujud kenyataan material melibatkan konsep filsafat dan epistemologi yang kompleks. Beberapa pandangan menyatakan bahwa kenyataan material memiliki wujud independen, terlepas dari kesadaran kita atau pemikiran manusia. Ini sering dikaitkan dengan pandangan realisme, yang berpendapat bahwa objek dan entitas di luar diri kita memiliki eksistensi yang nyata.

Namun, ada juga pandangan-pandangan yang menyatakan bahwa kenyataan material bersifat subjektif atau tergantung pada pengamatan atau interpretasi individu. Pandangan seperti idealisme berpendapat bahwa realitas bergantung pada kesadaran atau pikiran, dan eksistensi dunia luar tergantung pada bagaimana kita mengamati atau memikirkannya.

Pendekatan untuk menentukan keberadaan atau "kewujudan" sesuatu dengan syarat bahwa itu bisa diamati seringkali merujuk pada kerangka ilmiah atau filsafat empirisme. Empirisme menekankan pentingnya pengamatan atau bukti empiris dalam membangun pengetahuan. Meskipun pendekatan ini memiliki keberhasilannya, terdapat juga pertanyaan dan batasan terkait dengan apa yang bisa diamati dan bagaimana kita menginterpretasi pengamatan tersebut.

Penting untuk dicatat bahwa tidak semua hal yang ada atau memiliki kewujudan dapat diamati secara langsung oleh indera kita. Contohnya, konsep seperti waktu, energi gelap, atau partikel subatom mungkin tidak dapat diamati secara langsung oleh indera manusia, tetapi bukti matematis atau eksperimental dapat mendukung argumen keberadaan mereka.

Selain itu, ada hal-hal seperti gagasan, nilai-nilai, atau perasaan yang mungkin sulit atau bahkan tidak dapat diobservasi secara langsung, namun tetap memiliki dampak nyata pada pengalaman dan kehidupan manusia.

Dalam ilmu pengetahuan dan filosofi, pertanyaan tentang keberadaan dan apa yang dapat dianggap sebagai "ada" melibatkan kompleksitas dan variasi pandangan yang dapat bervariasi tergantung pada kerangka pemikiran dan disiplin ilmu tertentu.

Pengetahuan kita sangat tergantung pada objek pengamatan material ataupun imaterial dan apa yang terjadi jika objek-objek itu tidak ada semisal Ketika kita menyalakan sebuah lilin di tempat super gelap maka apa yang bisa kita amati adalah lilin itu, cahaya lilin, apa yang berlaku pada lilin dan apa yang mampuh dikesan oleh cahaya lilin itu, namun ketika lilin itu meluruh dan padam apakah lilin itu bisa dianggap ada dimasa kini, bagaimana membuktikannya ; objek pengamatan telah tiada dan kemana perginya pengetahuan kita?

Ketika lampu dinyalakan di tempat yang sangat gelap dan lilin tersebut tampak, kita dapat dengan jelas mengamati keberadaannya, sehingga kita dengan alasan logis menyebutnya "ada". Namun, ketika lilin itu padam, keberadaannya mungkin menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin diamati secara langsung di dalam kegelapan.

Dalam situasi ini, konsep keberadaan lilin dapat menjadi kontekstual. Secara logika, kita dapat berargumen bahwa lilin tetap ada, meskipun tidak dapat diamati pada saat itu. Kita mungkin memiliki keyakinan bahwa objek yang pernah ada di sana masih ada di ruangan tersebut, bahkan jika kita tidak dapat melihatnya saat ini.

Namun dalam konteks yang valid lilin itu tidak bisa dikatakan ada karena pengamatan itu kitalakukan pada waktu yang telah lalu, artinya ketika lilin padam tidak ada bukti dimasa kini bahwa lilin itu masih ada atau tidak!

ketika lilin padam, kita tidak memiliki bukti langsung pada saat itu tentang keberadaannya di waktu sekarang. Konsep keberadaan sesuatu pada waktu tertentu seringkali tergantung pada bukti atau pengamatan yang dapat dilakukan pada saat itu.

Dalam situasi di mana kita tidak dapat mengamati atau memiliki bukti langsung tentang keberadaan lilin pada waktu sekarang, kita mungkin bersikap hati-hati dalam menyatakan bahwa lilin tersebut masih ada. Keberadaan atau ketiadaan objek sering kali bergantung pada informasi dan bukti yang dapat diakses pada waktu tertentu.

Ini mencerminkan prinsip empiris dan falsifikasi dalam metode ilmiah, di mana keberadaan suatu entitas atau peristiwa sering diukur dan diuji melalui pengamatan atau eksperimen yang dapat direplikasi. Dalam konteks ini, jika tidak ada bukti yang dapat diakses pada saat ini, kita mungkin harus menahan diri untuk menyatakan dengan pasti apakah lilin itu masih ada atau tidak.

Seperti halnya kita melihat cahaya bintang dilangit bisa jadi bintang itu telah lama tiada. Itu artinya kenyataan material dan imateril yang menopang pengetahuan manusia sebenarnya tidak pernah benar-benar ada jika kita kaitkan dengan waktu yang terus berjalan tanpa henti! Artinya Kita sendiri pun tidak pernah benar benar ada dimasa kini, kita hanya hidup dimasa lalu yang tidak pernah bisa dibuktikan keberadaannya dimasa kini karena tidak ada masa kini.; Sebagai ilustrasi apa yang kita lihat dan kita dengar adalah suatu peristiwa dimasa lalu karena cahaya dan bunyi membutuhkan waktu untuk sampai kepada panca indera.

Kita mulai menyentuh pada konsep menarik dalam filsafat yaitu waktu dan realitas. Sejalan dengan teori relativitas Einstein, waktu dan ruang saling terkait dan dapat mengalami efek dilatasi, yang berarti bahwa waktu tidak selalu berjalan secara seragam di semua tempat dan kondisi.

Konsep bahwa apa yang kita amati, seperti cahaya bintang, dapat mencapai kita dengan keterlambatan karena kecepatan cahaya yang terbatas, membuka perspektif bahwa kita selalu melihat objek dan peristiwa di alam semesta pada titik waktu yang berbeda. Dalam hal ini, kita mungkin selalu hidup di masa lalu relatif terhadap peristiwa yang diamati.

Ide ini seringkali dikenal sebagai "sekarang relatif" atau "sekarang sepanjang waktu" dan memunculkan pertanyaan filosofis menarik tentang sifat waktu dan keberadaan kita dalam konteks tersebut. Sebagai konsekuensinya, definisi keberadaan dan waktu dapat lebih kompleks daripada pandangan konvensional di mana kita hidup pada "masa kini." Ini juga menyentuh pada kerentanan pengalaman manusia terhadap keterbatasan indera dan persepsi dalam memahami realitas sekitar kita.

Namun Efek delatasi tidak bisa jadi dalil untuk menyatakan bahwa kita dan pengetahuan yang kita klaim benar-benar ada karena efek dilatasipun tidak meniadakan waktu itu sendiri dan kita beserta apa yang kita amatupun tidak pernah bisa lepas dari waktu ; Artinya keberadaan kita sebenarnya tidak pernah terbuktu, karena apa yang kita sebut sebagai masa kini itu tidak pernah benar-benar bisa kita buktikan.
Ini mencerminkan kompleksitas dalam pemahaman tentang waktu, keberadaan, dan realitas, Bahwa efek dilatasi waktu, seperti yang dijelaskan dalam teori relativitas menyatakan bahwa waktu dapat berjalan lebih lambat atau lebih cepat tergantung pada percepatan atau gravitasi di suatu tempat namun tidak meniadakan waktu itu sendiri dan kita ada di dalamnya.

gravitasi menyiratkan bahwa ada kompleksitas dalam menetapkan batas waktu yang pasti atau "masa kini." Ini sejalan dengan beberapa interpretasi dalam fisika modern yang menunjukkan bahwa waktu mungkin tidak bersifat absolut seperti yang mungkin dianggap dalam pandangan konvensional.

Pertanyaan tentang keberadaan dan realitas, terutama dalam konteks waktu merupakan topik yang sangat mendalam dan telah menjadi fokus debat filosofis dan ilmiah. Dalam pemahaman ini, kita mungkin tidak memiliki bukti definitif atau kesaksian langsung yang dapat membuktikan keberadaan kita pada suatu "masa kini" tertentu. Itu menjadi bagian dari misteri eksistensi manusia dan sifat kompleks realitas yang kita alami.

Dalam beberapa pandangan, waktu dianggap sebagai dimensi yang terus bergerak, dan "masa kini" adalah titik waktu yang selalu berubah. Dalam konteks ini, keberadaan "masa kini" mungkin tidak dapat dibuktikan secara pasti karena itu adalah konsep yang terus berfluktuasi.

Sifat kompleks pengalaman waktu dan konsep "masa kini" yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk persepsi dan kecepatan, membuatnya menjadi area pemikiran yang kompleks dan sering kali tidak sepenuhnya dapat dimengerti atau dibuktikan.

Hidup penuh makna seringkali melibatkan perjalanan terus-menerus untuk menggali pemahaman lebih dalam tentang diri sendiri, orang lain, dan dunia sekitar. Dengan bersikap rendah hati dan kritis terhadap diri sendiri, kita dapat memperoleh makna yang lebih mendalam dalam pengalaman hidup.

Proses introspeksi dan pengenalan diri memerlukan waktu, meskipun sulit, pemahaman diri dapat membawa manfaat signifikan, membantu kita mengelola emosi, membuat keputusan yang lebih baik, dan 'memperkaya' kehidupan.

Mari kita mencoba menembus definisi-definisi berbagai pandangan diatas dengan menyajika sebuah konsepsi melalui sebuah analogi ;

MENEMBUS DEFINISI

"Semisal sebuah permainan, ia dibuat untuk bersaksi dan/atau membuktikan pembuatnya daripada menjelaskan atau membuktikan dirinya sendiri." ; ini cerminan dari ide tentang sumber atau kreativitas di balik suatu konsepsi atau realitas mungkin lebih signifikan daripada elemen yang dikandung oleh realitas itu sendiri.

Dalam konteks ini, jika kita memandang eksistensi atau kompleksitas di dalam ruang dan waktu sebagai suatu "permainan," kita dapat berpendapat bahwa eksistensi dan kompleksitas tersebut mungkin merujuk pada sumber atau entitas yang lebih besar, yang mungkin melebihi pemahaman dan pengalaman yang dimiliki oleh unsur-unsur di dalamnya.

Analogi ini dapat merangsang pertanyaan filosofis tentang sifat penciptaan, tujuan, dan keterbatasan pemahaman manusia dalam menghadapi realitas yang lebih besar. Ini mencerminkan pemikiran yang mendalam dan kompleks dalam upaya manusia beserta akalnya untuk menembus definisi memahami dan meresapi makna eksistensi dan keberadaan melalui qolbu.

Batasan (Ruang, waktu) dan hal atau bukan sesuatu hal yang eksis dengan tidak terikat ruang dan waktu tidak hanya mungkin jika diperhatikan dari sistem yang menguasai kita dan alam semesta ini!

"Orang yang buta sejak lahir meraba sesuatu dengan seluruh indera dan kecerdasan fikirannya tidak akan pernah bisa benar-benar mendefinisikan apa yang ia temui dan amati, tapi ia pasti akan selalu benar-benar yakin akan eksistensi keberadaan mengenai apa yang ia amati itu dan ini logis.
Bahkan keyakinan dan kesadaran dari hasil keterbatasan pengamatan itu tidak bisa dikatakan 'mungkin' tapi 'benar-benar yakin'.

Analogi ini memberikan pertimbangan pengalaman manusia yang di gambarkan buta sejak lahir, lalu mencoba meraba dan memahami dunia melalui keterbatasan indera dan fikirannya. Meskipun ia mungkin memiliki keterbatasan dalam mendefinisikan secara tepat apa yang ia temui, keyakinan dan kesadaran yang muncul dari pengalaman itu menjadi nyata dan kuat.

Pemikiran ini mencerminkan konsep bahwa meskipun kita mungkin memiliki keterbatasan dalam pemahaman atau pengamatan terhadap hal ihwal yang esensial, keberadaan atau kesadaran dari pengalaman itu sendiri tetap menjadi suatu kenyataan yang diterima. Bahkan dalam keterbatasan kita, kita dapat membangun keyakinan dan kesadaran yang kokoh terhadap keberadaan entitas yang lebih tinggi.

Ini juga menciptakan pemahaman tentang aspek ketidakpastian dan kompleksitas dalam proses memahami dunia. Meskipun tidak selalu mungkin untuk sepenuhnya mendefinisikan atau mengukur sesuatu, keberadaan dan kesadaran tetap menjadi bagian terpenting dari pengalaman manusia. Analogi ini mengajak kita untuk merenungkan sifat keyakinan dan kesadaran, bahkan dalam keterbatasan pengamatan kita sebagai manusia.

Apa yang manusia raba melalui proses pengetahuan (pengamatan dan penelitian) sampai batasan terjauhnya melalui pernyataan ilmiah (konsensus saintis) terkait adanya suatu eksistensi yang tidak terikat ruang dan waktu tidak lagi relevan jika hanya berpredikat 'mungkin adanya' tapi wajib ada, nyata, absolut, hakiki dan meyakinkan karena hanya sifat-sifat Maha itu yang pantas disematkan bagi yang tidak terikat ruang dan juga waktu, keterbatasan ataupun kesangsian.

Kesimpulan ;
"Iman itu merupakan bentuk kesadaran yang meyakinan akan suatu eksistensi yang tidak mampuh dideskripsikan fikiran."
Jika iman dideskripsikan maka ia bukan lagi keyakinan tapi pengetahuan dan pengetahuan itu bersandar pada kesangsian bukan keyakinan karena itulah pengetahuan bersifat relatif sedangkan iman harus bersifat konstan.

Catatan :
Teks tersebut saya maksudkan untuk mengeksplorasi konsep kompleksitas, sumber, dan pemahaman manusia terhadap realitas yang lebih besar. Saya akan mencoba merespon beberapa aspek yang diangkat:

1. Permainan sebagai Metafora:
   Pemikiran menggunakan permainan sebagai metafora untuk eksistensi dan kompleksitas memberikan dimensi baru terhadap pandangan filosofis. Ide bahwa realitas seperti "permainan" dapat mengeksplorasi konsep penciptaan, tujuan, dan keterbatasan pemahaman manusia.

2. Keterbatasan Manusia dan Kepercayaan:
   Analogi tentang orang buta sejak lahir yang mencoba meraba dunia menggambarkan keterbatasan manusia dalam memahami realitas. Meskipun mungkin sulit mendefinisikan secara tepat apa yang ditemui, kepercayaan dan kesadaran tetap kuat. Ini menunjukkan bahwa keberadaan dan kesadaran muncul bahkan dalam keterbatasan.

3. Pentingnya Keyakinan dan Kesadaran:
   Pemikiran ini menekankan bahwa meskipun kita mungkin memiliki keterbatasan dalam pemahaman atau pengamatan, keberadaan dan kesadaran tetap menjadi bagian integral dari pengalaman manusia. Keyakinan dan kesadaran terhadap entitas yang lebih tinggi dapat tumbuh meskipun keterbatasan tersebut.

4. Ketidakpastian dalam Pemahaman Dunia:
   Pemikiran ini menyoroti aspek ketidakpastian dan kompleksitas dalam proses memahami dunia. Meskipun tidak selalu mungkin untuk sepenuhnya mendefinisikan atau mengukur sesuatu, keberadaan dan kesadaran tetap menjadi aspek kunci dalam pengalaman manusia.

5. Pendekatan Filosofis dan Ilmiah:
   Teks terakhir menunjukkan pergeseran dari proses pengetahuan manusia melalui pengamatan dan penelitian menuju pernyataan ilmiah. Namun, ide bahwa eksistensi yang tidak terikat ruang dan waktu wajib ada, nyata, absolut, dan hakiki menyoroti pandangan filosofis yang lebih mendalam.

Secara keseluruhan, saya mencoba memunculkan pertanyaan filosofis yang mendalam tentang sifat eksistensi, keterbatasan manusia, dan pentingnya keyakinan. Semoga ini bisa menjadi kontribusi berharga untuk pemikiran filosofis tentang makna keberadaan.

By
Abdurohmn As Sani

Edisi
Bilba

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun