"Ohhh... " gumam Na yang sibuk mengawasi jalan. Mereka sedang menuju ke rumah duka kenalan dari kampung.
Di tikungan sebelah kompleks terdapat gapura masuk. Mobil berbelok kesana, kemudian parkir di areal kebun kosong sesuai arahan pemuda yang ada di depan gapura.
Rumah duka ternyata sudah ramai. Deretan kursi berwarna hijau tosca sudah terisi dengan para pelayat. Hanya saja jenazah belum juga tiba di rumah duka. Katanya masih di rumah sakit.
Na dan suaminya segera memilih kursi yang kosong. Keluarga yang berduka belum nampak, mungkin masih banyak urusan. Na dan suaminya saling menyapa dengan para sesepuh RT dan juga kerabat dari kampung. Beberapa dikenal oleh Na karena sering bertemu di acara gereja.
Tiba-tiba di sebelah Na duduk seorang ibu muda. Dia tak menyapa, Na pun juga sungkan untuk menyapa terlebih dahulu. Dari dalam rumah, keluar om Sar, seorang tetua dari kampung.
"Dek No... sini! Saya butuh bantuan ini, " kata om Sar setengah berteriak kepada suami Na.
Dengan sigap, suami Na berjalan mendekat ke om Sar. Ternyata om Sar butuh bantuan untuk mengecek keperluan jenazah dari yayasan. Na duduk tenang sementara suaminya berusaha melakukan bagiannya.
Mungkin Na terlihat sendirian, tak lama dari dalam keluar bu RT. Sepertinya bu RT sudah berkenalan dengan suaminya.
"Bu Nono, maaf jadi merepotkan. Kami butuh bantuan pak Nono untuk membereskan printhilan kecil. Ini jenazah masih tertahan di rumah sakit, " begitu kata bu RT sembari mengulurkan tangan.
Na beranjak dari kursi untuk menyambut uluran tangan bu RT. "Tidak apa, Bu... " jawab Na.
Bu RT pun suduk di samping Na. Ibu muda di sebelah Na tersenyum kepada Na dan bu RT. Na pun membalas senyumnya. Bu RT memulai percakapan basa-basi standar ibu-ibu. Seperti biasa menanyakan anak berapa, sama siapa sekarang, tinggal dimana dan seterusnya.