“OK google, biografi Arya Marseda.”
“Arya Marseda merupakan seorang penulis muda yang produktif di tahun 2016. Arya Marseda lahir di Bogor, 11 Januari 2000. Ia aktif menjadi penulis sejak ia menginjak bangku SMP. Arya Marseda telah menerbitkan dua buku hingga tahun ini. Walaupun pernah berkali-kali ditolak oleh penerbit, namun dia pantang menyerah, dan tetap berusaha. Buku-bukunya sangat menginspirasi anak muda, apalagi seorang pemuda yang kini sedang merantau. Nah pas banget nih. Penulis muda kelahiran 2000 ini memiliki karya buku berjudul Rantauan Anak Muda dan Jejak Sang Perantau. Dan kini, ia akan menerbitkan buku yang ketiga dan akan terbit di tahun 2020 kini. Wah, bikin penasaran kan? Mari kita tunggu kabar selanjutnya.”
“Oke Arya. Lihat saja, nanti aku akan datangin kamu, dan minta tanda tangan juga foto bareng,” ujar Audy dengan senang hati.
Setelah membaca biografi seputar Arya Marseda seorang penulis terkenal itu, Audy kembali menutup laptopnya dan beranjak tidur.
Audy merupakan gadis penggemar karya tulis, termasuk karya Arya Marseda yang saat ini sedang ia kagumi. Buku karya Arya sudah ia baca berulang-ulang. Entah apa yang membuat Audy menyukai banyak karya tulis.
Karya tulis Arya Marseda memang cukup menarik dan membuat para si pembaca merasa larut dalam karyanya. Karya itu berisi sebuah kisah hidup anak rantau yang kemudian menjalani hidupnya dengan banyak masalah kemudian mampu menyelesaikan masalahnya karena bantuan dari teman-teman terdekatnya.
Rumah pohon yang biasa Audy datangi dengan teman dekatnya, yaitu Elang. Elang merupakan teman dekat Audy dari kecil. Segala bentuk keluh kesah yang Audy rasakan, Elang selalu menjadi obat baginya.
Dengan kekonyolan Elang akhirnya membuat Audy sejenak melupakan kesedihannya. Beberapa hari ini, Audy sedang semangat-semangatnya membuat rencana untuk bertemu dengan Arya Marseda. Audy mengajak Elang pergi ke Jakarta demi bisa bertemu dengannya.
“Eh Lang, jadi kapan kamu mau ngajak aku ke Jakarta nih. Udah lama banget dah aku persiapan buat bisa ke Jakarta,” tanya Audy kepada Elang.
“Bulan depan. Nunggu keuangan cair.” sahut Elang.
“Seriusan? Katanya dua minggu lagi. Ayolah jangan diundur-undur.” pinta Audy.
“Hey, emang lu dah izin sama ibumu? Emang boleh? Nah, kalo gak boleh rasain kau wkwk.” ledek Elang kepada Audy.
“Belom sih, hehe. Eh, tapi, boleh deh sepertinya. Nanti pokoknya aku pastikan agar ibuku memberi izin. Duh, gak sabaran banget buat bisa ketemu Arya.”
“Dasar kau, tergila-gila sama yang namanya Arya itu. Cakepan juga gua.” puji Elang kepada dirinya sendiri.
“Idihhh, cakepan kau dari mana dodol. Jelas lah cakepan Arya. Dia penulis hebat, senyumnya manis, orangnya kalem, tubuhnya tinggi, dan itu jauh banget sama kamu Lang.” ledek Audy kepada Elang.
“Eh gua sama dia tinggi gua ya, tinggi gua 175 cm sedangkan dia mah kalah tingginya pasti ama gua. Dan gua juga bisa kok ngarang cerita. Sebenernya karya gua bagus-bagus, hanya saja gua males buat nerbitin karya gua. Dan kalau gua terbitin semua karya gua, lu pasti ngefans ama gua.” timpal Elang gak terima dengan perkataan Audy.
“Elahh. Emang kamu pernah buat karya? Dari dulu kamu berteman ama aku, gak pernah deh sejarahnya kamu mengarang cerita, yang ada kamu itu makan aja hobinya. Pantes aja badan sebesar gajah.” timpal Audy pada Elang.
“Apa? Badan segini dibilang gajah? Busyett dah, gak sopan ya lu ama yang lebih tua. Gak terima dah gua” ucap Elang tak mau kalah.
“Iya-iya maaf. Maaf ya Kak Elang yang baik hati sama Audy, dan selalu ngebantuin Audy. Jadi dua minggu lagi kita berangkat ke Jakarta ya Kakak yang paling baik hati.” Audy bersikap lembut dengan Elang, agar Elang mau berangkat ke Jakarta dua minggu yang akan datang.
“Gak.” pekik Elang kepada Audy.
“Ih, kok gitu. Pokoknya sesuai perjanjian bulan lalu, kita ke Jakarta dua minggu lagi, titik.” tegas Audy kepada Elang.
“Oke, tapi nanti kalau di Jakarta kamu harus nraktir aku Bakso jumbo yang dalamnya ada lombok setan.” pinta Elang kepada Audy.
“Ooo itu, urusan gampang lah, intinya dua minggu lagi ya.”
Dua minggu kemudian, Elang dan Audy mulai mengatur jadwal keberangkatan dari Yogyakarta-Jakarta. Audy nampak bersemangat. Ibunya Audy tadinya tidak mengizinkan ia pergi jauh-jauh demi bisa bertemu dengan Arya seorang penulis itu.
Namun karena sikap Audy yang keras kepala, akhirnya Ibunya pun mengizinkannya. Dan lagi ditemani oleh Elang, sahabatnya. Ibunya sudah sangat percaya dengan Elang, karena ibunya yakin bahwa Elang sosok lelaki yang bertanggung jawab. Mereka akan menetap di Jakarta selama seminggu.
“Dy, jaket, kaos kaki, handuk, dan ini yang terpenting obatmu jangan sampai lupa dibawa. Terus ini, Ibu masakin semur jengkol kesukaanmu, dan satu lagi ini petai favorit Elang jangan sampai ketinggalan. Oh, iya ibu lupa, kacamata biar mata kamu gak mudah terinfeksi, dan ini slayer biar kamu gak kedinginan.” pinta Ibunya Audy kepada Audy.
“Iya Ibu, pokoknya Ibu jangan khawatir. Pokoknya nanti Audy pulang kembali dengan bahagia, Bu. Karena nanti…. Audy bakal ketemu dengan idola Audy.” perasaan Audy sangat senang sambil memeluk Ibunya.
“Duh, anak Ibu yang cantik dan manis ini kayaknya seneng banget mau ketemu idolamu. Nanti salamin ya buat dia, suruh main kesini, nanti tak buatin semur jengkol masakan Ibu yang rasanya ngalahin restoran manapun.” ujar Ibunya Audy.
“Apa mungkin ya Bu, nanti Arya bisa kenal Audy seakrab Elang. Udahlah Bu, Audy berangkat dulu ya. Assalamuallaikum.” pamit Audy dengan Ibunya.
“Iya, waalaikumsalam, hati-hati kalian. Lang jaga Audy baik-baik ya.” pinta Ibu Audy kepada Elang.
“Siap, Bu, kami pamit dulu ya, Bu.”
Suhu cuaca kota Jakarta yang tak kalah panasnya dengan cuaca Jogja. Mereka telah sampai setelah perjalananya kurang lebih delapan jam dengan menggunakan kereta. Audy dan Elang kemudian mencari kontrakan kecil untuk mereka tinggal di Jakarta.
Mereka juga menikmati makanan yang telah dibawakan oleh Ibunya Audy. Audy dan Elang sudah sangat akrab, bahkan seperti adik kakak. Setiap hari pasti ada candaan hangat mereka tanpa adanya kegaringan. Entah sebenarnya apa yang mereka bahas, mungkin hal tak penting pun mereka ungkit panjang lebar.
“Eh Dy, lu harus hati-hati ya sama ular. Ternyata ular itu lebih mengerikan dari pada harimau, singa, maupun srigala.” pancing Elang kepada Audy agar Audy penasaran.
“Ehh, seriusan Lang? Yang bener aja. Itu ular multitalent kali dah. Kok bisa sih?” Audy penasaran.
“Iya, ular itu ya bisa menggigit, mencakar, menendang dan memakan manusia lhoo.”
“Lahh, ngaco dah kamu Lang. Mana ada ular bisa gigit, dia aja gak punya gigi, mana ada ular bisa mencakar, dia aja gak punya kuku, mana ada ular bisa menendang, dia aja gak punya kaki.”
“Kan ular itu banyak…. bisanya.” jawab Elang dengan cengengesan.
Elang tertawa melihat Audy yang masih berfikir tentang gurauan Elang. Sejenak Audy mulai paham maksud Elang dan tertawa. Elang melarikan diri dan Audy mengejarnya. Sampai dimana mereka berada di sebuah jembatan.
Tak sengaja motor dari belakang menabrak Audy yang sedang kejar-kejaran dengan Elang. Bruk, motor yang dikendarai oleh seorang pemuda itu menubruk Audy hingga Audy pingsan.
Audy segera dilarikan di rumah sakit. Elang nampak panik. Pemuda itu pun merasa bersalah akan kejadian itu dan ia perlu bertanggung jawab atas keadaan Audy. Tak disangka pemuda itu adalah Arya Marseda. Sang penulis idola Audy.
“Saya minta maaf atas kejadian tadi. Saya gak bermaksud menabraknya. Tapi tenang, Saya akan bertanggung jawab atas semuanya.” Arya merasa bersalah atas kejadian tersebut. Dan berusaha meminta maaf kepada Elang. Kejadian itu pun berlangsung di depan ruang UGD.
“Gak sepenuhnya salah lu, gak seharusnya gua ajak Audy lari-lari tadi.” Elang merasa sangat panik.
“Eh ya, kita belum kenalan. Saya Arya. Anda?”
“Arya Marseda? Gua Elang”
“Iya, apa Anda termasuk pengagum karya tulis Saya?”
“Bukan juga.”
Seketika dokter keluar dari UGD. Dan dikabarkan bahwa Audy mengalami kelumpuhan dibagian kaki. Mereka berdua sangat kaget mendengarnya.
“Apa yang harus gua katakan pada Ibunya, Yaallah.” Elang merasa hampir gila setelah mengetahui keberadaan Audy.
“Jadi kalian itu bukan kakak adik?” tanya Arya kepada Elang.
“Gua dan Audy udah deket banget dari kecil, dia gadis yang selalu membuat hidup gua lebih merasa cukup. Senyumnya, tawanya, tengilnya, konyolnya, sikap polosnya, semuanya membuat hidup gua lebih dari cukup.”
“Kamu pacarnya?”
“Bukan juga, tapi, dia udah gua anggap seperti adek gua sendiri.”
“Kamu gak panggil orang tuanya kemari? Kalian tinggal dimana?”
“Gua dan Audy tinggal di Jogja, dan dia ingin sekali pergi ke Jakarta. Dan kau tahu, untuk apa dia kemari? Untuk bisa bertemu dengan seorang yang bernama Arya Marseda.”
“Apa? Saya?” Arya merasa heran.
“Dia pengagum berat lu. Dari dulu dia mengidolakan lu. dia sangat menyukai karya tulismu. Setiap hari dia selalu memuji-muji lu didepan gua, sungguh hal yang sangat konyol. Jadi kumohon, lu jangan pergi dulu sebelum dia sadar, dan dia sangat mengharapkan lu ada didekatnya.” pinta Elang kepada Arya.
“Jadi selama ini. Dia ngebela-belain dari Jogja ke Jakarta demi ketemu denganku? Baik, aku takkan pergi sebelum dia sadar.”
Tiba-tiba HP Arya berdering. Ternyata panggilan suara dari kakaknya.
“Iya kak, Arya segera tiba.” Arya pergi meninggalkan Elang yang sedang berada di depan ruang UGD.
“Hey, mau kemana lu? Ingat janji lu. Audy butuh lu. Lu tega nimggalin orang yang selama ini tengah mencari lu.” Elang mencegah kepergian Arya.
“Maaf sekali lagi, Aku gak bisa terlalu lama, dan ini benar-benar ada hal yang lebih penting. Dan tenang saja, biayanya udah aku tanggung. Aku cabut dulu.” Arya pergi meninggalkan Elang yang tengah emosi.
“Dasar pengecut! Gak punya hati!” Elang sangat marah dengan Arya.
Akhirnya Audy pun sadar. Elang mencoba mengajak Audy untuk segera pulang ke Jogja. Karna percuma saja dia disini namun sosok yang dicari tidak peduli dengannya. Elang menceritakan kejadian yang tadi dialami olehnya.
“Jadi pemuda tadi itu Arya. Aku mau mencari Arya. Kamu pasti tau kan alamat rumahnya Lang? Arya gak ngasih sedikitpun alamatnya atau nomor HP nya padamu?” Audy yang baru sadar langsung bergegas mencari tahu Arya.
“Cukup Dy, dia itu udah keterlaluan sama lu. Dia bilang mau menemuimu setelah lu sadar. Tapi apa? Sampai sekarang dia tak juga kembali kemari. Dia pergi ninggalin lu, tanpa alasan yang jelas.”
“Tapi Lang, aku harus cari Arya.” Audy ngotot bangun dan beranjak dari kasur, hingga ia terjatuh. Melihat kondisi Audy, Elang sangat panik dan membantu Audy bangun.
“Gausah keras kepala! Istirahat yang cukup!” perintah Elang kepada Audy.
Audy menangis setelah mengetahui bahwa dirinya tidak bisa berjalan. Dia merasa putus asa. Tiga hari setelah ia dirawat, akhirnya mereka memutuskan kembali ke Jogja. Audy sangat kecewa.
Tujuan yang selama ini dia inginkan tidak tersampaikan, malah membuat malapetaka kepadanya. Audy memutuskan untuk tidak terlalu mengidolakan Arya lagi, karena begitu kecewa dirinya.
Setelah sampai di Jogja. Ibu Audy sangat panik dengan keadaan Audy selama ini. Dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi selama ini. Elang pun menjelaskan kejadian yang terjadi dengan Audy. Nampaknya setelah mendengar cerita Elang, Ibu Audy sangat tidak menyangka jika sosok yang Audy idolakan berbuat seperti itu.
“Dy, mulai sekarang, kamu jangan terlalu mengidolakan orang yang seperti itu ya Nak. Kamu gak pantas diperlakukan seperti itu dengannya.” Ibunya pun menasihati Audy.
“Iya, Bu. Audy akan berusaha berhenti untuk mengidolakannya lagi.” Audy sambil menangis memeluk Sang ibu.
“Udah sekarang istirahat yang cukup.” Ibunya mengantarkan Audy untuk beristirahat di kamarnya.
Pagi harinya, Elang segera tiba di rumah Audy dan menjemput Audy untuk terapi berjalan di suatu tempat. Mereka berdua pergi ke tempat terapi terdekat. Selang beberapa jam setelah kepergian mereka, sebuah mobil datang didepan rumah Audy. Tak disangka itu adalah Arya.
“Assalamuallaikum, apa benar ini rumah Audy, Bu?” tanya Arya terhadap Ibu Audy yang sedang menyapu di teras rumah.
“Iya, saya ibunya. Ada perlu apa ya Mas?” tanya Ibu Audy kepada Arya.
“Saya Arya Bu, salah satu sastrawan yang Audy idolakan.”
“Jadi kamu yang namanya Arya? Maaf mulai saat ini Audy sudah tidak mengidolakan orang seperti Anda. Jadi tolong pergi dari sini sekarang!” perintah ibu Audy meminta Arya pergi.
“Justru itu saya kesini untuk menjelaskan semuanya, dan kejadian saat itu tidak sesuai dengan apa yang Elang lihat bu. Jadi kumohon, izinkan saya menjelaskan semuanya.” pinta Arya kepada ibu Audy.
Audy dan Elang pun tiba di rumah. Mereka pun melihat Arya dan Ibu Audy sedang berdebat.
“Arya Marseda?” Ucap Audy dengan tatapan heran.
“Iya, ini aku Arya Marseda, sastrawan muda idolamu bukan, Dy?”
“Maaf, sebaiknya Anda pergi sekarang! Keluar dari rumah saya dan ibu saya!” perintah Audy dengan nada marah dan kecewa.
“Hari itu, hari dimana Ibu saya menjalani operasi rahim. Kakak saya kemudian menelfon saya untuk segera menemuinya. Ibu saya berharap saya ada disampingnya sebelum proses operasi berlangsung. Ia menderita kanker rahim stadium empat. Saat itu pula, bertepatan waktu saya menabrak Audy waktu itu. Saat itu pula saya harus meninggalkanmu sebelum kamu sadar Dy. Sungguh Ibu saya lebih membutuhkan saya. Setelah saya sampai disana, ternyata operasi pun telah berlangsung, dan saya tak sempat disampingnya saat itu. Padahal dia mengharapkan saya ada didekatnya. Operasipun pun selesai, tapi apa yang terjadi? Setelah kami semua dibuat panik dan akhirnya Dokter keluar dan angkat tangan karena tidak mampu menanganinya. Saya memohon kepada Dokter untuk sekali lagi melakukan tindakan, namun tetap saja tidak berhasil. Dan saat itu pula saya meninggalkan detik yang berharga dihidup Ibu saya.” Arya meneteskan air matanya dan sudah tak sanggup meneruskan ceritanya.
Elang, Audy, dan Ibu Audy terharu dan menangis mendengar cerita Arya. Dan mereka pun menyesal karena berperilaku seperti itu dengan Arya.
“Dan setelah Ibu saya pergi, saya merasa menjadi orang yang tidak berguna dihidup ini. Namun, saya ingat satu janji. Bahwa ada seseorang menanti saya, tepatnya kamu Dy. Tiga hari menjelang meninggalnya Ibu saya, saya langsung pergi ke Jakarta untuk mencarimu sore itu. Namun, ternyata kamu sudah pergi paginya. Saya berusaha mencari tahu keberadaanmu. Bahwa ada satu janji yang belum saya tepati. Ya, menemuimu Dy. Saya bergegas mencarimu sampai sini. Dan akhirnya sampailah saya disini. Namun, perjuangan saya sia-sia sampai sini. Setelah sampai sini, saya langsung diusir. Betapa kejamnya dunia.” Arya meneruskan ceritanya, dan setelah bicaranya selesai, ia beranjak pergi.
“Arya, tunggu. Jangan pergi. Maafkan aku yang selama ini sudah salah paham.” teriak Audy kepada Arya.
Seketika Audy terjatuh. Arya menghentikan langkahnya, dan segera menghampiri Audy.
“Tolong, maafin aku atas segala kesalahpahaman ini, Ya.”
“Sebelum kamu minta maaf, aku udah maafin kamu.”
Mereka berdua pun duduk berdua dan saling bertukar cerita dibawah pohon tepi danau. Tampaknya Audy merasa bahagia. Akhirnya apa yang ia impikan terjadi dan seseorang yang dinanti-nanti kini hadir didepannya.
“Ini aku bawaain semur jengkol masakan Ibuku yang rasanya gak kalah sama restoran terkenal lho, coba deh, pasti kamu nanti ketagihan.” Audy dengan membawakan semur jengkol buatan Ibunya.
“Dari dulu aku gak pernah makan jengkol. Yang ku tahu jengkol itu rasanya aneh gimana gitu.”
“Cobain, plisss” Audy menyuapkan semur jengkol itu kepada Arya. Arya sempat ragu untuk memakannya. Dan setelah mengetahui rasanya, Arya ketagihan.
Mereka menghabiskan sorenya di Malioboro. Audy mengajak Arya naik delman dan mengelilingi kota. Setelah itu mereka pergi ke pantai hingga senja tiba dan malam harinya mereka makan malam di rumah makan yang sederhana.
Arya mengambil setangkai bunga dan menyelipkan di rambut Audy. Seketika Audy tersipu malu mengetahui sikapnya. Arya membelikan boneka unicorn yang sangat lucu. Mereka pun kembali pulang ke rumah Audy. Ibunya melihat Audy terlihat sangat senang, Ibunya ikut merasa senang.
Paginya Arya harus kembali ke Bogor untuk pulang dan kembali kuliah di Jakarta. Dan melanjutkan mimpinya sebagai penulis. Semakin berjalannya waktu, Arya mendapatkan banyak inspirasi setelah ia mengenal Audy sebagai pengagumnya.
Dan tentang buku yang akan ia tuliskan selanjutnya, akan dia ambil dari sebagian kisahnya. Dalam bukunya yang berjudul Filantropi. Dalam buku tersebut, Arya akan mengambil sebagian kisah hidup yang pernah ia jalani dengan mengenal adanya cinta kasih sesama manusia, kedermawanan, dan adanya suatu pengorbanan wujud cintanya terhadap orang lain. Dan Arya berharap agar bukunya yang telah ia tulis bisa bermanfaat bagi orang lain.
“Ok google, Filantropi karya Arya Marseda.”
“Buku terbaru karya Arya Marseda yang berjudul Filantropi kini telah hadir di berbagai toko buku termasuk Gramedia, POST, Bukabuku, Books & Beyond, Grobmart, dan Mizanstore. Arya Marseda menuliskan buku tersebut berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Dalam buku ini menciptakan sensasi yang berbeda dari buku sebelumnya. Karena dalam buku ini, tidak hanya menceritakan tentang anak rantau saja, namun juga mencantumkan posisi seorang anak yang berjuang mengejar sesuatu yang dikaguminya. Dan semua itu butuh usaha dan tekad yang bulat untuk bisa mendapatkannya. Dan semoga buku karya Arya Marseda ini cukup menarik bagi sang pembaca.”
Buku karya Arya Marseda yang ketiga ditahun 2020 pun telah terbit, syukurnya usaha kali ini benar-benar matang hingga tidak ada penolakan saat melakukan penerbitan buku. Kini bukunya telah terjun ke dunia masyarakat Indonesia. Dan bermanfaat bagi yang membacanya.
Di kota yang berbeda, Audy sangat menikmati buku karya Arya Marseda yang terbaru ini, dia tersenyum saat membaca bagian tertentu yang sedikit mirip dengan sikap dirinya dalam buku itu.
Tak lain halnya dengan sosok Elang yang kini juga rajin membaca buku, dan mulai tertarik dengan dunia sastra. Katanya dia ingin menyaingi sosok Arya Marseda. Dan membuat sebuah karya yang lebih menarik agar Audy selalu tersenyum saat membacanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI