“Saya Arya Bu, salah satu sastrawan yang Audy idolakan.”
“Jadi kamu yang namanya Arya? Maaf mulai saat ini Audy sudah tidak mengidolakan orang seperti Anda. Jadi tolong pergi dari sini sekarang!” perintah ibu Audy meminta Arya pergi.
“Justru itu saya kesini untuk menjelaskan semuanya, dan kejadian saat itu tidak sesuai dengan apa yang Elang lihat bu. Jadi kumohon, izinkan saya menjelaskan semuanya.” pinta Arya kepada ibu Audy.
Audy dan Elang pun tiba di rumah. Mereka pun melihat Arya dan Ibu Audy sedang berdebat.
“Arya Marseda?” Ucap Audy dengan tatapan heran.
“Iya, ini aku Arya Marseda, sastrawan muda idolamu bukan, Dy?”
“Maaf, sebaiknya Anda pergi sekarang! Keluar dari rumah saya dan ibu saya!” perintah Audy dengan nada marah dan kecewa.
“Hari itu, hari dimana Ibu saya menjalani operasi rahim. Kakak saya kemudian menelfon saya untuk segera menemuinya. Ibu saya berharap saya ada disampingnya sebelum proses operasi berlangsung. Ia menderita kanker rahim stadium empat. Saat itu pula, bertepatan waktu saya menabrak Audy waktu itu. Saat itu pula saya harus meninggalkanmu sebelum kamu sadar Dy. Sungguh Ibu saya lebih membutuhkan saya. Setelah saya sampai disana, ternyata operasi pun telah berlangsung, dan saya tak sempat disampingnya saat itu. Padahal dia mengharapkan saya ada didekatnya. Operasipun pun selesai, tapi apa yang terjadi? Setelah kami semua dibuat panik dan akhirnya Dokter keluar dan angkat tangan karena tidak mampu menanganinya. Saya memohon kepada Dokter untuk sekali lagi melakukan tindakan, namun tetap saja tidak berhasil. Dan saat itu pula saya meninggalkan detik yang berharga dihidup Ibu saya.” Arya meneteskan air matanya dan sudah tak sanggup meneruskan ceritanya.
Elang, Audy, dan Ibu Audy terharu dan menangis mendengar cerita Arya. Dan mereka pun menyesal karena berperilaku seperti itu dengan Arya.
“Dan setelah Ibu saya pergi, saya merasa menjadi orang yang tidak berguna dihidup ini. Namun, saya ingat satu janji. Bahwa ada seseorang menanti saya, tepatnya kamu Dy. Tiga hari menjelang meninggalnya Ibu saya, saya langsung pergi ke Jakarta untuk mencarimu sore itu. Namun, ternyata kamu sudah pergi paginya. Saya berusaha mencari tahu keberadaanmu. Bahwa ada satu janji yang belum saya tepati. Ya, menemuimu Dy. Saya bergegas mencarimu sampai sini. Dan akhirnya sampailah saya disini. Namun, perjuangan saya sia-sia sampai sini. Setelah sampai sini, saya langsung diusir. Betapa kejamnya dunia.” Arya meneruskan ceritanya, dan setelah bicaranya selesai, ia beranjak pergi.
“Arya, tunggu. Jangan pergi. Maafkan aku yang selama ini sudah salah paham.” teriak Audy kepada Arya.