Keluarga adalah institusi pertama yang turut menyumbang tumbuh kembangnya kepribadian seorang anak. Mengapa? Karena dari sanalah anak lahir dan tumbuh menjadi dewasa, dan dari sanalah sumber pengetahuan, rasa dan karsa pertama akan mereka dapatkan.Â
Maka tak heran, ketika  anak-anak ini lahir dan dibesarkan di dalam keluarga yang harmonis dan bahagia, besar kemungkinan anak-anak tersebut pun tumbuh menjadi generasi yang baik. Meskipun tidak menutup  kemungkinan ada faktor luar yang memicu pembentukan kepribadian anak.
Maka dari itu keluarga dan masyarakat (termasuk sekolah) adalah tempat terbaik  dalam menyemai benih-benih kebudayaan, seperti halnya diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Modul 1 Filosifi Pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Jika keluarga dan sekolah menempatkan anak-anak ini pribadi yang istimewa, maka kedua institusi ini seharusnya menjadikan mereka generasi yang istimewa dan tuntunan yang juga menuntun laku hidup baiknya menjadi manusia yang selaras dengan kodrat yang dimilikinya.
 3. Faktor Hubungan di sekolah
Seperti apa yang dialami oleh R tersebut mengapa ia mau membakar sekolahnya sendiri? Ternyata diketahui disebabkan karena aksi perundungan oleh teman-temannya.
Padahal sekolah adalah tempat di mana anak-anak menjadikannya sebagai rumah kedua. Dan guru-guru serta teman-temannya hakekatnya adalah keluarga kedua yang turut menghiasi dan mewarnai kepribadian anak.
Jika dari keluarga anak sudah mendapatkan masalah dan rentan dengan miss-harmoni hubungan di antara mereka, ditambah lagi dengan persoalan yang muncul di sekolah, tentu masalahnya semakin bertubi-tubi. Ibarat bola api yang menunggu ia membesar hingga membakar segala-galanya.
Sekolah seharusnya  menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk menuntut ilmu, dan bukan sebaliknya menjadi tempat yang meneror kebebasan dan kebahagiaannya.
Bagaimana semua warga sekolah seharusnya memahami ini, bahwa setiap individu yang ada di sekolah tersebut membutuhkan layanan yang prima dan perhatian yang istimewa. Jangan ada pembeda, dikotomi, diskriminasi, baik karena tingkat ekonomi keluarga, agama, latar belakang suku, Â dan asal daerah, karena hal ini justru membentuk pribadi-pribadi yang merusak.
Kita boleh bangga dengan capaian sekolah dengan Akreditasi A misalnya, tapi jika  melihat fenomena kekerasan pada anak yang begitu meluas dan memprihatinkan, tentu hal ini sungguh menyedihkan.