"Pak Dadi!"
"Oh ya, maaf, saya lupa. Barusan kita ngomong apa ya? Terlihat Pak Dadi gugup sekali. Tapi ia berusaha rilex sambil kembali meneruskan pembicaraan.
"Ah, Pak Dadi, tadi 'kan saya minta jangan dipanggil Bu Tini. Tini menjelaskan sambil merapihkan pakaniannya.
"Lah terus saya harus memanggil siapa, Ibu Tini? Tanya Pak Dadi terlihat menanggapi dengan serius. Sedangkan dirinya tengah membaca sebuah dokumen. Tini tengah membawa sebuah map, dengan ada lembaran kertas di dalamnya. Sepertinya itu surat resmi yang harus ditanda tangani oleh Pak Dadi.
Sambil mendekati meja Pak Dadi, Tini menyambut uluran tangan Pak Dadi yang mengajaknya bersalaman.
"Panggil saya Tini saja, Pak." Tini terlihat menawarkan diri.
"Ah, Ibu Tini ini main-main. Kita baru berkenalan dan kita adalah sesama pekerja di perusahaan ini. Sepertinya kita harus bersikap profesional.
"Silahkan!" Mana dokumen yang harus saya tanda tangani? Pak Dadi berusaha mengalihkan perhatiannya. Sedangkan TIni terus saja memandangi wajah Pak Dadi. Pak Dadi tampak cuek. Sedangkan Tini tersenyum seakan-akan memang dia menaruh hati.
"Maaf, Ibu Tini, saya sudah memiliki istri, jadi tolong bersikap yang baik ya!, Saya juga atasan Anda. Jangan macam-macam! Tak disangka Pak Dadi menaikkan nada suaranya. Tini pun terhenyak, tak menyangka kalau manajernya itu ternyata tidak suka kalau ia menggoda.Â
"Maaf, Pak Dadi. Sekali lagi saya minta maaf." Â Tini terlihat panik.
"Sudahlah, silahkan, kalau ada keperluan lain. Soalnya saya juga masih ada pekerjaan." Pak Dedi tampak kembali membaca dokumen yang tadinya sempat ia baca.