Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengulas Hubungan AS-Tiongkok Terkini

21 Januari 2020   10:58 Diperbarui: 21 Januari 2020   11:38 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.voanews.com

Sejak terjalinnya hubungan diplomatik, perdagangan bilateral dan ikatan ekonomi antara Tiongkok dan AS telah berkembang dengan mantap. Kemitraan yang erat telah dibangun di mana kepentingan kedua negara menjadi lebih dekat dan lebih luas. Kedua negara telah mendapat manfaat dari kemitraan ini, seperti halnya negara-negara lain di dunia.

Sejak awal abad baru khususnya, di samping kemajuan pesat dalam globalisasi ekonomi, Tiongkok dan AS telah diamati perjanjian bilateral dan aturan multilateral seperti aturan WTO, dan hubungan ekonomi dan perdagangan telah tumbuh semakin dalam dan lebih luas.

Berdasarkan kekuatan komparatif mereka dan pilihan pasar, kedua negara telah membangun hubungan yang saling menguntungkan yang menampilkan sinergi struktural dan konvergensi kepentingan. 

Kerja sama yang erat dan saling melengkapi ekonomi antara Tiongkok dan AS telah mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan industri dan optimalisasi struktural di kedua negara, dan pada saat yang sama meningkatkan efisiensi dan efektivitas rantai nilai global, mengurangi biaya produksi, menawarkan variasi produk yang lebih besar, dan menghasilkan manfaat luar biasa untuk bisnis dan konsumen di kedua negara.

Tiongkok dan AS berada pada tahap perkembangan yang berbeda. Mereka memiliki sistem ekonomi yang berbeda. Oleh karena itu beberapa tingkat gesekan perdagangan adalah wajar. Namun kuncinya terletak pada bagaimana meningkatkan rasa saling percaya, mempromosikan kerja sama, dan mengelola perbedaan.

Dalam semangat kesetaraan, rasionalitas, dan bergerak untuk saling bertemu di tengah jalan, kedua negara telah menyiapkan sejumlah mekanisme komunikasi dan koordinasi seperti Komisi Bersama Perdagangan dan Perdagangan, Dialog Strategis dan Ekonomi, dan Dialog Ekonomi Komprehensif  (Joint Commission on Commerce and Trade, the Strategic and Economic Dialogue and Comprehensive Economic Dialogue).

Masing-masing telah melakukan upaya luar biasa untuk mengatasi semua jenis hambatan untuk memajukan hubungan ekonomi dan perdagangan, yang telah berfungsi sebagai ballast (pemberat) dan pendorong hubungan bilateral secara keseluruhan.

Tapi sejak Donal Trump menjabat presiden AS pada tahun 2017, pemerintah baru AS telah mencanangkan "America First". Dengan meninggalkan norma-norma dasar saling menghormati dan konsultasi yang setara yang memandu hubungan internasional. 

Alih-alih, mereka dengan berani mengkhotbahkan unilateralisme, proteksionisme, dan hegemoni ekonomi, membuat tuduhan-tuduhan yang tampak dibuat-buat terhadap banyak negara dan kawasan-kawasan lain terutama ditujukan ke  Tiongkok,  dengan mengintimidasi negara-negara lain melalui langkah-langkah ekonomi seperti mengenakan tarif, dan berupaya memaksakan kepentingannya sendiri pada Tiongkok melalui tekanan ekstrem.

Tiongkok untuk menanggapi tindakan AS ini, dari perspektif kepentingan bersama kedua pihak serta tatanan perdagangan dunia. Mereka lebih memilih pada  prinsip penyelesaian perselisihan melalui dialog dan konsultasi, dan menjawab kekhawatiran AS dengan tingkat kesabaran dan itikad yang baik.

Sisi Tiongkok tampaknya berusaha berurusan dengan perbedaan-perbedaan ini dengan sikap mencari titik temu sambil menyimpan perbedaan. Ini telah mengatasi banyak kesulitan dan melakukan upaya besar untuk menstabilkan hubungan ekonomi dan perdagangan Tiongkok-AS dengan mengadakan putaran diskusi dengan pihak AS dan mengusulkan solusi praktis.

Namun tampaknya pihak AS telah menentang dan terus menantang Tiongkok. Sebagai akibatnya, gesekan perdagangan dan ekonomi antara kedua belah pihak telah meningkat dengan cepat selama periode waktu yang singkat, menyebabkan kerusakan serius pada hubungan ekonomi dan perdagangan yang telah berkembang selama bertahun-tahun melalui kerja kolektif dari kedua pemerintah dan kedua bangsa, dan menimbulkan ancaman besar bagi sistem perdagangan multilateral dan prinsip perdagangan bebas.

( baca: Pasang Surut Hubungan AS-Tiongkok Dalam Perspektif Sejarah Modern )

Empat Dekade Hubungan AS-Tiongkok 

Empat puluh tahun setelah Tiongkok melakukan reformasi dan keterbukaan, hubungan diplomatik AS-Tiongkok telah terjadi pasang surut antara kerjasama dan kompetisi 50% -50%.

Ada peneliti yang memperkirakan kini telah menjadi 1/3 kerjasama dan 1/3 kompetisi, kini dengan panasnya perang dagang yang dicetuskan oleh AS antara dua negara ini, maka situasi masa depan akan terus berubah. Namun akan berubah seperti apa? Baiklah kita bahas bersama.

Tapi kini situasinya harus dikatakan bahwa situasi-dasarnya berorientasi pada persaingan, dan masih ada sedikit bahaya sekarang karena di AS memiliki beberapa pembangkang ekstremis sayap kanan "decoupleg" yang ingin selalu bermusuhan dengan Tiongkok dan mendorong hubungan Tiongkok-AS ke perang dingin baru yang komprehensif.

Media Barat menyebutkan mereka ini "deep state/negara bagian dalam", "pemerintah yang tidak kelihatan" atau "negara bagian dalam (jeroannnya negara)", sehingga hubungan Tiongkok-AS sekarang boleh dikatakan tidak terlalu baik, dan ada kemungkinan bisa lebih buruk dikemudian hari.

Namun dengan pembukaan tahun ini, tampaknya ada kabar baik untuk hubungan AS-Tiongkok. Pada 15 Januari lalu telah ditanda-tangani kesepakatan "Fase 1" yang disebut "China-US Phase 1 Trade Deal". Masalah perdagangan tahun ini diharapkan mungkin akan lebih baik.

Diskusi fase kedua akan dimulai dalam waktu dekat, tapi tidak akan ada fase ketiga kata presiden AS.

Trump mengatakan Tiongkok akan mengimpor produk dan jasa tambahan senilai $ 200 miliar dalam dua tahun ke depan dimana $ 50 miliar dari sektor pertanian.

Presiden Tiongkok Xi dalam suratnya menyebutkan pengimporan bidang pertanian pada angka $ 40 miliar.

Menurut teks perjanjian, Tiongkok berjanji untuk membeli lebih dari $ 12,5 miliar produk pertanian AS di tahun pertama, dan $ 19,5 miliar di tahun kedua, dengan waktu pembelian tergantung pada kondisi pasar.

Dalam suratnya kepada Trump, presiden Tiongkok juga menyerukan AS harus memperlakukan perusahaan Tiongkok secara adil.

Washington telah menghapus tuduhan terhadap Beijing sebagai manipulator mata uang. Di bawah kesepakatan ini menghentikan rencana untuk menambah tarif baru terhadap barang-barang Tiongkok bernilai milyaran dolar, sementara memotong setengah tarif pada sekitar $ 110 milyar produk Tiongkok.

Tarif AS. akan tetap diberlakukan pada sekitar $ 360 milyar impor dari Tiongkok.

Trump menandatangani kesepakatan dengan Tiongkok hanya beberapa menit sebelum DPR-AS (house of Representatve) memberikan suara untuk mengirim artikel yang akan memakzulkan dia ke Senat, yang akan mengadakan pengadilan tentang apakah akan memberhentikankan presiden dari jabatannya.

Membaiknya hubungan AS-Tiongkok juga bisa karena adanya terjadi dibunuhnya Jenderal Iran, Suleimani pada 3 Januari lalu. Dimana AS harus menghabiskan banyak upaya tahun ini untuk masalah Timur Tengah. Oleh karena itu, hubungan Tiongkok-AS mungkin bisa lebih baik dalam tahun ini.

Dalam hal tekanan atas keamanan, tekanan ekonomi masih lebih baik. Namun tahun ini Tiongkok juga memiliki beberapa bahaya tersembunyi, salah satu bahaya tersembunyi adalah akan diadakan pemilu di AS.

Secara umum, dalam pemilihan umum, ada lebih banyak teguran terhadap Tiongkok. Setiap hari akan banyak mengkritik hak asasi manusia Tiongkok, Hong Kong, Xinjiang-Uygur.

Tapi diperkirakan masalahnya tidak akan membesar, tampaknya Tiongkok sudah terbiasa dengan dimarahi AS tentang hal ini. Hanya yang sedikit dikhawatirkan ada dua masalah,  satu adalah masalah nuklir Korut yang mungkin akan menjadi terus menajam dan memanas.

Karena Ketua Korut Kim Jong-un telah menyatakan pada akhir tahun lalu, jika sanksi tidak dicabut Korut akan mengambil jalur baru. Jika dia mengambil rute konfrontatif, situasi di semenanjung itu akan tegang. Maka kontradiksi antara AS dan Korut akan meningkat. Pada saat itu, Tiongkok akan sama sulitnya dengan Korea Selatan.

Pengamat memperkirakan Pemimpin Korsel Kim Jae-in saat itu akan sangat sulit, demikian jgqa dengan Tiongkok. Ditambah lagi adanya pemilu di Taiwan yang jelas kini Tsai Ing-wen terpilih kembali sebagai pemipin Taiwan yang mempunyai hubungan dan perasaan tidak baik dengan Tiongkok daratan.

Yang satulagi tentang hubungan Taiwan dan Tiongkok daratan dan terpilihnya kembali Tsai Ing-wen sebagai pemimpin Taiwan, jika AS memainkan kartu Taiwan lagi. Maka kerusakan hubungan AS-Tiongkok akan lebih besar.

Efek Ketegangan AS-Iran

Pada awal tahun ini, AS membunuh pejabat militer Iran, dan media lingkaran Tiongkok juga muncul "black swan teory" (merujuk pada peristiwa langka yang berdampak besar, sulit diprediksi dan di luar perkiraan biasa) untuk pertama kalinya pada tahun 2020.

Analis lain percaya bahwa konflik AS-Iran akan paling menguntungkan Tiongkok. Namun kenyataannya ada keuntungan dan kerugiannya. Aspek positifnya, AS harus menginvestasikan sebagian dari sumber daya militernya di Iran.

Akhir-akhir ini, AS telah mengerahkan tambahan tentara baru ke Timteng. Kapal induk "Truman" dan kapal cluster serang amphibi juga di kerahkan ke Timteng. Sebelumnya AS menyatakan akan menarik pasukannya dari Timteng, kemudian akan menempatkan kekuatan utamanya di sekitar Tiongkok, tapi tmapaknya kini hal itu tidak jadi dilakukan.

Sehingga tekanan terhadap Tiongkok menjadi sedikit lebih berkurang. Yang berarti meruapakan hal baik bagi Tiongkok.

Selain itu, ada masalah dengan citra moral AS. Negara sebesar itu tapi melakukan pembunuhan terhadap pejabat resmi negara lain. Selama ini Iran tidak pernah menyatkan perang terhadap AS, meskipun mereka memiliki hubungan yang buruk, mereka tidak menyatakan perang, dan mereka bukan musuh resmi. Tapi kemudian AS melakukan pembunuhan terhadap pejabat senior Iran. Ini jelas melanggar hukum internasional. Hal ini membuat citra AS menjadi agak buruk. Peristiwa ini juga membawa keuntungan bagi Tiongkok.

Segi yang tidak baik bagi Tiongkok dengan terjadinya peristiwa ini, harga minyak dunia menjadi naik. Minyak mentah Brent naik menjadi lebuh dari $ 70 per barrel. Seperti diketahui Tiongkok adalah importir minyak terbesar di dunia, sehingga membuat Tiongkok lebih banyak menghabiskan uangnya untuk impor minyak. Yang berarti biaya ekonominya menjadi lebih tinggi.

Selain itu, Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Iran, produk-produk Tiongkok sangat populer di Iran dan sangat laku. Ketegangan lebih lanjut di Iran jelas akan tidak baik untuk perdagangan Tiongkok secara ekonomi.

Seperti diketahui, belakangan ini Tiongkok sedang gencar-gencarnya mendorong "One Belt One Road (OBOR)" . OBOR harus melewati kawasan ini (Iran) , sehingga akan ditemui kendala dalam mempromosikan Inisiatif OBOR dan timbul pro dan kontra.

Secara umum, pemenang terbesar adalah Rusia, terjadinya ketegangan besar antara AS dan Iran yang paling diuntungkan adalah Rusia. Pertama, Rusia bisa menjual minyak dengan harga yang baik.

Selain itu, semua pihak sekarang akan pergi ke Rusia untuk meminta bantuan, sehingga Kanselir Jerman Angela Merkel mengunjungi Moskow. Jadi pemenang terbesar adalah Rusia

Strategi AS Terhadap Tiongkok

Pertama,  Trump adalah seorang wirausahawan, sehingga dia ingin mendapatkan manfaat dan keuntungan terbesar dari Tiongkok.

Yang kedua adalah seperti perangkap Thucydides, domestik AS berharap untuk sepenuhnya menghilangkan ancaman dari negara-negara hegemonik yang muncul.

Pada tahun 2015 keitka AS membahas strategi baru AS terhadap Tiongkok menurut seorang pakar AS untuk masalah Tiongkok, Prof. Davis M Lampton yang terkenal mengatakan, hubungan antara Tiongkok dan AS telah mencapai titik kritis (tipping point). Kemudian, pada kenyataannya, 15 tahun yang lalu, komunitas strategis AS merasa bahwa kebijakan aslinya tidak berfungsi.

Kebijakan asli dimulai ketika era Clinton berkuasa yang disebut "Engagement Policy" Kemudian diteruskan oleh George W. Bush, terus diwariskan kepada Obama.

Tetapi kemudian AS merasa bahwa kebijakan itu gagal, Tiongkok ternyata tidak menjadi demokrasi seperti yang diharapkan AS, dan Tiongkok tidak berinvestasi lebih banyak dan cendrung ke sisi AS secara internasional.

Oleh karena itu, AS kecewa setelah 15 tahun. Setelah kekecewaan ini, AS mulai menemukan kebijakan baru. Pada akhir 2017 dan awal 2018, AS mungkin telah membentuk konsensus di awal 2018 yang disebut "New Consensus."

Dimana konsensus ini ter-refleksikan dalam lima dokumen. Salah satunya pada 18 Desember 2017 yang disebut "National Security Strategy Report." Yang setiap 4 tahun diperbaruan atau diadakan penyeuaian.

Yang kedua 19 Januari 2018, Laporan Strategi Pertahanan (Defense Strategy Report).

Yang ketiga, 4 Februari 2018, Tinjauan Postur Nuklir ( Nuclear Posture Review).

Yang ke-empat, pada 30 Januari 2018, The State of the Union.

Yang kelima harus disebut Laporan Penilaian Ancaman Dunia pada akhir Februari 2018 (National Security Strategy).

Kesimpulan dari kelima laporan tersebut adalah bahwa terorisme tidak lagi menjadi ancaman utama bagi AS. Persaingan kekuatan utama menjadi ancaman bagi Strategi Keamanan Nasional dan itu perubahannya.

Ternyata ancaman terorisme menjadi ancaman "negara nakal (rogue state)". Persaingan kekuatan utama sekarang telah berbalik menjadi kesatu dan ketiga, menempatkan kompetisi kekuatan utama menjadi pertama---Kompetisi Kekuatan Utama (Great Power Competition)..

Tetapi AS percaya bahwa Tiongkok adalah satu-satunya lawan dalam jangka panjang, bukan Rusia karena mereka mengatakan ekonomi Rusia tidak baik.

Baca:

Bagaimana Kebijakan AS Terhadap Asia-Pasifik Setelah Presiden Trump Setahun Berkantor?  

Apa Strategi Keamanan Dan Pertahanan AS Tahun 2018 Dalam Era Pemeritahan Trump?  

Permainan AS Dalam Menekan Tiongkok

AS memiliki kemampuan aksi nasional yang kuat. Mereka jika  mengatakan akan bertindak maka langsung bertindak, begitu mereka memutuskannya akan segera melakukan aksi.

Oleh karena ada analis yang berpandangan dari sebelum tahun 2018 ketika "Consesus" terbentuk, AS telah mulai melakukan aksi menekan Tiongkok, dan setelah "Consenus" terbentuk tekanan menyeluruh terhadap Tiongkok mulai dilakukan.

Dari hasil penelusuran analis mulai dari 22 Maret 2018, AS telah memainkan 14 kartu dalam menghadapi Tiongkok (14 played cards against China).

Kartu pertama adalah Perang Dagang. Kurang dari sebulan, pada 16 April 2018, Departemen Perdagangan AS memberi sanksi kepada sebuah perusahaan Tiongkok ZTE, ini merupakan Perang Teknologi.

Kemudian pada awal 18 Mei 2018, dalam bidang bisnis AS menetapkan sanksi terhadap 37 perusahaan Tiongkok. Dan memutus semua hubungan perusahaan ini dengan Bank yang ada di AS. Maka tindakan ini disebut Perang Finansial.

Kartu Ke-empat disebut Peraang Opini Publik, dengan terus menerus menyebarkan berita palsu atau hoax melalui Weibo dan WeChat Tiongkok.

Kartu kelima, menangkap Meng Wanzhou Kepala Keuangan Huawei. Ini merupakan Pertarungan Legal/Peradilan.

Kartu ke-enam, memainkan kartu Taiwan, dengan mengeluarkan UU baru terkait Taiwan. Dengan kemenangan pemilu terpilihnya kembali pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen yang pro-kemerdekaan. Seminggu setelah terpilih AS langsung mengirim Kapal penjelajah rudal berpemandu kelas Ticonderoga USS Shiloh (CG-67) transit di Selat Taiwan pada hari Kamis (16 Jannuari), kurang dari seminggu setelah para pemilih di pulau itu memilih kembali seorang pemimpin yang menentang hubungan lebih dekat antara Taipei dan Beijing.

Kartu ketujuh, tentang Hong Kong yang menjadi hit balakangan ini.

Kartu kedelapan, tentang suku Uygur di Provinsi Xinjiang, yang juga ikut ramai di Indonesia belakangan ini.

Kartu ke-sembilan tentang Tibet.

Kartu kesepuluh menganai masalah Laut Timur Tiongkok. Seperti yang kita ketahui di laut Timur Tiongkok, Tiongkok telah menetapkan Zona Indentifikasi Pertahanan Udara (ADIZ/ Air Defense Indentification Zone).

Kemudian AS terus mendorong Jepang untuk setiap hari melakukan pelanggaran terhadap Zona tersebut, hanya saja tidak banyak dilaporkan dalam media.

Kartu kesebelas, adalah kartu Laut Tiongkok Selatan (LTS), kini armada laut AS masuk ke LTS setiap bulan.

Baca: Masalah Laut Tiongkok Selatan & "Kebebasan Navigasi" Bagi AS (1)

Masalah Laut Tiongkok Selatan & "Kebebasan Navigasi" Bagi AS (2)  

Masalah Laut Tiongkok Selatan & "Kebebasan Navigasi" Bagi AS (3)  

Provokasi Obama: Gonjang-ganjing Laut Timur & Laut Tiongkok Selatan

Ini Alasan Tiongkok Menolak Keputusan Tribual Arbitrase Filipina 

Apa yang Terjadi Pasca Keputusan Tribunal Sementara Sementara Arbitrase Laut Tiongkok Selatan  

Kartu keduabelas, disebut Strategi Indo-Pasifik. Strategi AS yang asli ini disebut Strtegi Asia-Pasifik. Fokusnya adalah pada empat aliansi Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru (barisan Quads).

Kemudian Strategi Indo-Pasifik asli, didorong dengan diperlebar  ke arah barat, ke Asia Tenggara dan Asia Selatan, menjadi Strategi Indo-Pasifik. AS sekarang ingin menambahkan tiga sekutu lagi, India, Indonesia, dan Vietnam.

Tapi Indonesia sudah menyatakan tidak ingin kawasan Indo-Pasifik ini menjadi teater besar, perang dingin baru, dalil persaingan politik dan ekonomi Amerika Serikat (AS) dengan China. AS beserta barisan Quad (Australia, Jepang, India) perlahan menurunkan kualitas peran ASEAN dengan membesarkan aktor baru, India, untuk menghadapi China. 

Dan kita tidak menginginkan kawasan ini menjadi ajang kompetisi ala Thucydides Trap-nya Graham Allison, yang pada akhir kita menjadi satelit yang harus memilih berkubu dengan siapa. Indonesia adalah tulang punggung kekuatan non-blok. Dan pada Maret 2019, Kemenlu Indonesia melalui "pendekatan jemput bola", menggagas pertemuan terobosan melintasi anggota KTT Asia Timur (EAS), bertema Indo-Pasifik.

baca:

Menilik Strategi Pemerintahan Trump-AS "Indo-Pasifik"  

Kartu ketiga-belas adalah membuat masalah dengan OBOR. Seperti diketahui Tiongkok telah menginvestasikan banyak uang dalam OBOR.  AS kini membuat kekacauan setelah Tiongkok menginvestasikan uangnya, misalnya, ketika Anda  membuat bendungan untuk menginvestasikan 2 miliar dolar AS, ketika Anda menginvestasikan uang, dia tidak peduli dengan Anda, menunggu Anda menyelesaikan investasi baru berulah dengan mebuat masalah.

AS atau proxynya akan mengirim tim pengacara untuk mengaudit dan menyatakan bahwa Anda memiliki masalah. Setelah audit, LSM lokal dan Media akan digosok untuk membuat keributan membuat clash action dan lain sebagainya. Sehingga proyek menjadi tidak jalan, sedang OBOR telah mengeluarkan dana untuk investasi di proyek ini. Ini yang disebut dengan Membuat Masalah dengan Inisiatif OBOR.

Kartu keempat-belas yang terbaru, AS sekarang mengharuskan Tiongkok untuk berpartisipasi dalam negosiasi perlucutan senjata (Disarmement Negotiatioms) AS-Rusia. Tapi Tiongkok menolak, dan AS terus mendesak setiap saat.

Kesimpulan

Maka boleh disimpulkan sifat dasar hubungan AS-Tiongkok telah berubah. Dari berkompetisi dan kerja-sama hingga berubah lagi ke orientasi pada kompetisi, ada kemungkinan bisa terjadi Perang Dingin yang baru.

Tapi lawan saingan atau komptisi bukanlah negara musuh. Saat ini tampaknya Tiongkok masih mengambil langkah itu untuk menjadikan AS bukan negara musuh, Tiongkok berusaha untuk mendinginkan hubungannya dengan AS dan tidak memanas. Tiongkok masih masih sangat mementingkan hubungannya dengan AS, dan belum mengubah sikapnya terhadap AS.

Ini bisa diindikasikan, setiap kali Presiden Tiongkok Xi Jinping bertemu dengan Presiden AS Donald Trump, dia mengatakan: Hubungan Tiongkok-AS ada seribu alasan untuk berbaikan, tidak satupun alasan untuk menjadi buruk.

Saat ini Tiongkok masih mempertahankan hubungan baik dengan AS dan belum berubah, tapi AS telah berubah. Mungkin  masalahnya di AS sedang melakukan diskusi tentang kebijakan di dalam negerinya untuk kebijakan hubungannya dengan Tiongkok, sebagai akibat dari diskusi dan perdebatan itu maka saat ini Tiongkok dianggap sebagai lawan.

Namun masyarakat dunia, kiranya mendambakan kedua raksasa ekonomi dunia ini menjadi damai dan menjalin hubungan dengan saling menguntungkan yang akan membawa ketenangan dan kedamaian dunia, yang selanjut juga akan membawa perkembangan ekonomi dunia membaik dan membuat sejahtera umat manusia pada umumnya.

Sumber: Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri

Sumber 1, 2, 3, 4, 5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun