Dengan serangkaian kejadian yang telah terjadi terhadap F-35 selama ini, tamnpaknya mempengaruhi kelanjutan dari pembelian pesawat ini bagi Jepang dan Korsel, bahkan bagi sekutu AS lainnya.
Terutama bagi Korsel, karena sekarang dalam tahap pengiriman, dan kecepatan pengiriman relatif lambat. Artinya, dua pesawat per bulan, untuk 42 pesawat dapat terkirim penuh sekitar pada tahun 2021.
Jadi apa Korsel dalam proses menerima satu per satu akan mengusulkan untuk mengubah jumlah pesanan, atau setelah pengiriman selesai apakah berkeinginan untuk menambah jumlahnya, ini semua akan menjadi variabel selama dalam proses pengirim belum selesai.
Setelah menunggu laporan investigasi, jika memang terjadi pada pesawat atau kesalahan desain awal pesawat, maka perlu diubah, perubahan ini biasanya memerlukan waktu yang tidak pendek.
Maka dari itu, startegi "Rantai Elang/Eagle Chain" harus moratoirum dulu, dan kemampuan tempurnya harus benar-benar diabaikan.
Jadi AS semula sangat merasa strategi ini sangat cantik, awalnya F-35 dilihat sangat diandalkan, tetapi kini menjadi tak terbayangkan. Demikian bagi Jepang yang tadinya berencana mengganti jet tempurnya yang sudah tua yang menjadi tulang punggungnya.
Tapi kini kekuatan tulang punggung ini memiliki masalah, termasuk dalam segi dana, teknologi, termasuk SDMnya, sekarang menjadi banyak faktor yang tidak diketahui, jadi para pengamat memperkirakan akan berdampak sangat besar bagi pertahanan Jepang.
Seperti pilot F-35 Jepang yang jatuh baru-baru ini, dia merupakan pilot tingkat tiga dan berpangkat mayor, dan sudah berumur 41 tahun. Dengan umur 40an  refleksinya biasa tidak cepat seperti orang muda 20 atau 30 tahunan. Tapi dia sudah mengatongi 3200 jam terbang. Dari segi pengalaman cukup kaya, sudah menjadi pilot berpengalaman.
Biasanya pada umumnya pilot dengan pengalaman 800 hingga 1200 jam terbang akan dianggap "half hangger/setengan menggantung" kecelakaan sering terjadi pada pilot yang berjam terbang ini. Dan pilot dengan lebih dari 2000 jam terbang dia sudah "termasuk pilot senior" berpengalaman, jarang melakukan kesalahan atau terjadi kecelakaan karena human error, karena secara psykologis sudah relatif tenang dan stabil. Maka seharusnya tidak ada masalah dalam berurusan secara teknis dalam berbagai situasi,
Masalahnya sekarang adalah bahwa jika F-35A akan di-grounded, maka semua pilotnya jika akan melanjutkan terbang lagi harus dimulai dari awal begitu diinterupsi. Jika masalahnya baru teratasi selama sebulan kemudian, maka terjadi penangguhan selama satu bulan. Setelah satu bulan lebih tanpa terbang, maka pilot diharuskan dimulai lagi dari takeoff landing dari tingkat awal.
Dan situasi ini biasanya merepotkan, dari terbang teknis, interupsi, formasi, pertarungan di udara, semuanya harus dari awal lagi, ini sangat merepotkan dan menyusahkan bagi pilot maupun personil gound handling.