Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Latar Belakang dan Logika Trump Melakukan Perang Dagang

31 Juli 2018   19:37 Diperbarui: 31 Juli 2018   19:59 7172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa itu perang dagang? Perang dagang adalah ketika negara mencoba untuk menyerang perdagangan masing-masing dengan pajak dan kuota. Jika satu negara menaikan pajak, menyebabkan pihak lain untuk menanggapi juga dengan melakukan hal yang sama sebagai balasan. Ini dapat merugikan ekonomi negara-negara lain dan menyebabkan meningkatnya ketegangan politik di antara mereka.

bbc
bbc
Dalam tweeternya Trump mengatakan: "Ketika suatu negara (AS) kehilangan banyak miliaran dolar dalam perdagangan dengan hampir di setiap negara kita berbisnis, perang dagang itu baik, dan mudah dimenangkan. Contoh, ketika kita kehilangan $ 100 miliar dengan negara tertentu dan mereka menjadi ke-enakan, jangan berdagang lagi dengan mereka --- kita akan menang besar. Mudah!"

Baru-baru ini, AS telah menggenggam "tongkat besar" tarif, karena telah terlibat dalam perang perdagangan global.

Dalam perang dagang berskala besar, hampir semua ekonomi utama di dunia telah menjadi sasaran AS. Selain dari Tiongkok, Uni Eropa, Jepang, Kanada, Inggris, dan sekutu tradisional AS lain semuanya tak ada yang terelakkan.

Tindakan ini jarang terjadi dalam sejarah AS, dan ketika menyangkut isu perang dagang, AS tampaknya telah mengusulkan "perlakuan sembarangan" untuk semua negara yang "mengambil keuntungan dari AS," tetapi setelah sekutu AS tersadarkan, mereka terkejut pada perang dagang yang tiba-tiba ini, mereka dipaksa untuk mulai bereaksi.

Minggu lalu AS dan UE mencapai kesepakatan di Washington yang membuat perang dagang antara AS dan sekutunya menunjukkan tanda-tanda agak kendor.

Apakah ini berarti bahwa mereka telah mencapai kompromi?

Pada 25 Juli lalu, Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker menuju ke Washington D.C. untuk melakukan negosiasi dengan Presiden AS Donald Trump atas nama 28 anggota Uni Eropa (UE).

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Komisi Eropa Junker mengumumkan selama konferensi pers bersama bahwa AS dan UE telah mencapai kesepakatan mengenai meredakan ketegangan saat ini dalam hubungan perdagangan.

Kedua pihak mengatakan bahwa mereka akan bekerja untuk menghilangkan tarif dan hambatan perdagangan, dan mencegah perang dagang yang siap meledak.

Jean-Claude Juncker memberi pernyataan: Ketika saya diundang oleh presiden ke Gedung Putih, saya punya satu niat. Saya punya niat untuk membuat kesepakatan hari ini. Dan kami membuat kesepakatan hari ini.

Trump juga memberi pernyataan: Maka dari itu, mengapa kami setuju hari ini, pertama-tama, untuk bekerja sama menuju tarif nol; kami juga akan bekerja untuk mengurangi hambatan dan meningkatkan perdagangan dalam bidang jasa, bahan kimia, farmasi dan produk medis, serta kedelai. Kedelai adalah masalah besar.

Isu apa saja yang perlu ditangani atau diselesaikan oleh Eropa? Pertama-tama, perlu terus mempertahankan kesatuan anggotanya. Tidak boleh ada sikap yang berbeda dianatra mereka karena jika anggota UE ada yang berbeda hubungan perdagangan dengan AS, UE akan kesulitan untuk mempersatukan sikap yang sama terhadap AS, jadi perbedaan sikap tidak boleh terjadi bagi UE untuk menghadapi AS.

Bagi UE hasil semacam ini sulit diperjuangkan. UE  juga intens mengkontes perang dagang yang dimulai oleh AS ini.

Akhir pekan lalu, (21 Juli), Pada Pertemuan Menteri Keuangan G20 dan Gubernur Bank Sentral yang diadakan di ibukota Argentina, Buenos Aires. Mediasi dalam pertemuan lanjutan dan di luar pertemuan menunjukkan bahwa semua pihak dalam pertemuan tidak memiliki kesamaan, bahwa mereka semua direspon dingin oleh AS.

Informan yang hadir mengungkapkan bahwa hampir semua negara telah menyatakan keprihatinannya tentang friksi perdagangan yang diperparah oleh kebijakan garis keras AS.

Bruce Le Maire, Menteri Perekonomian dan Keuangan Prancis mengatakan: Tarif baru AS tidak tepat dan tidak rasional. Telah merusak industri dan perdagangan kita, dan mengancam pekerjaan kita. Kami akan menolak untuk bernegosiasi, meskipun ditodong dengan senjata ke kepala kami.

Sebuah laporan Reuters mengungkapkan bahwa AS mengusulkan penandatanganan perjanjian perdagangan bebas dengan Jepang pada pertemuan ini, tetapi tidak memperoleh respon positif dari Jepang.

Pada 17 Juli, PM Jepang Shinzo Abe menandatangani "Perjanjian Kemitraan Ekonomi" (Economic Partnership Agreement/EPA) bersama dengan Presiden Dewan Eropa Donald Tusk dan Presiden Junker Komisi Eropa di kediaman resmi PM Jepang.

Shinzo Abe mengatakan: Penandatanganan EPA terjadi ketika proteksionisme perdagangan global melanda dunia. Ini menunjukkan resolusi bahwa Jepang dan UE harus melambaikan panji-panji perdagangan bebas saat mereka memimpin dunia.

"The New York Times" melaporkan pada bulan Juli bahwa perjanjian ini akan membentuk zona ekonomi terbuka terbesar di dunia yang mencakup 600 juta orang, yang besarnya sekitar 30% dari PDB dunia dan 40% dari total perdagangan global.

Sebenarnya mereka telah menghabiskan lebih dari lima tahun dari awal negosiasi pada tahun 2013 hingga menandatangani perjanjian ini, dan negosiasi membuat kemajuan besar setelah Trump menjadi presiden AS pada tahun 2017 --- saat itulah kecepatan kesepakatan bisa dicapai cepat.

Menurut para analis ini terjadi berkat diarahkan pada tarif yang meningkat baru-baru ini oleh pemerintah Trump yang ditujukan kepada berbagai mitra dagang, hal itu telah menjadi latar belakang yang mendorong terjadinya ini.

Juga, apa yang dilakukan pemerintahan Trump saat ini adalah mengganggu tantanan perdagangan internasional yang asli, yang mengatakan bahwa perjanjian perdagangan bebas yang sudah ditandatangani dengan mitranya tidak lagi berlaku dan harus ditandatangani kembali, sehingga tidak peduli apakah itu UE atau Jepang , mereka berdua akan merasa bahwa AS adalah mitra yang sangat tidak dapat diandalkan dan tidak dapat dipercaya.

Jika pasar AS tidak dapat diandalkan, maka mereka harus merumuskan aliansi perdagangan bebas yang lebih solid untuk menghindari pukulan dari kebijakan AS.

Setelah Jepang dan UE menandatangani EPA pada 17 Juli, outlet media AS menjadi was-was terhadapnya. "Trading Past America" adalah judul editorial yang diterbitkan dalam "The Wall Street Journal," yang mengatakan bahwa Trump menyebut Uni Eropa adalah "musuh" perdagangan minggu lalu, dan dengan Uni Eropa dan Jepang menandatangani perjanjian yang akan "menyebabkan perusahaan-perusahaan AS jadi dingin."

Hal ini jelas karena dua sekutu tradisional AS, Jepang, dan UE telah menciptakan lebih banyak pertahanan pasif bukan oposisi agresif. Kenyataannya, mereka berharap bahwa "bos" dapat mengubah pikirannya. Tapi masalahnya adalah bahwa "bos" telah memutuskan untuk melanjutkan kebijakan "Amerika Frist."

Dengan adanya masalah ini, banyak yang bertanya-tanya akankah timbul kesimpulan yang berbeda?

Selain bekerja dan berkoordinasi bersama, UE telah mengambil beberapa tindakan penanggulangan terhadap AS.

Pada 22 Juni UE mengumumkan serangkaian peningkatan tarif atas produk-produk AS, termasuk sepeda motor, senilai 2,8 miliar euro akan ditetapkan sebagai tanggapan atas perang dagang yang dimulai oleh AS. Jadi sebenarnya semuanya masih jauh dari selesai.

Pada 20 Juli, Komisi Eropa mengumumkan bahwa 'Google' akan didenda 4,34 miliar euro untuk menghukumnya karena menggunakan sistem operasi Android untuk meningkatkan monopoli pada mesin pencari, peta, dan layanan lainnya di pasar Eropa, dan denda ini memecahkan rekor global untuk denda anti-trust terbesar selama ini.

Pada 21 Juli, otoritas peraturan anti-monopoli Uni Eropa memperkuat tuduhan mereka terhadap Qualcomm, produsen chipset terkemuka dunia, yang akan menghadapi denda hingga 10% dari penjualan globalnya.

Dikatakan bahwa pendapatan penjualan Qualcomm pada tahun 2017 adalah 23 miliar USD, dan jika tuduhan ini ditemukan benar, denda bisa mencapai 2,3 miliar USD.

Setelah kedua pihak berkompetisi, kini perang dagang tampaknya sedang jedah sebentar. Ini merupakan hasil kompromi Trump dengan suara-suara oposisi dalam negeri AS sendiri.

Pada 24 Juli lalu, pemerintah Trump mengumumkan rencana subsidi pertanian sebesar 12 miliar dolar AS untuk meringankan kerugian terhadap pemilik pertanian akibat konflik perdagangan yang telah dimulai oleh AS. Dalam bantuan darurat untuk meringankan rasa sakit para petani Amerika yang dihempaskan oleh sengketa perdagangan Presiden Donald Trump yang meningkat dengan Tiongkok dan negara-negara lain.

Namun, beberapa Republikan pemilik pertanian dengan cepat menolak rencana tersebut, menyatakan bahwa petani menginginkan pasar untuk hasil panen mereka, bukan hasil dari penjualan yang hilang dan harga yang lebih rendah.

Sumber: twitter.com/FarmersForTrade
Sumber: twitter.com/FarmersForTrade
Selain itu rencana ini ditentang oleh banyak anggota kongres, perwakilan asosiasi pertanian, dan pemilik pertanian, yang menyatakan bahwa mereka lebih suka memiliki pasar daripada subsidi, dan mendorong pemerintah Trump untuk mengakhiri konflik perdagangannya dengan negara lain secepat mungkin.

Kesepakatan UE dengan AS terjadi pada saat yang tepat untuk pemerintah Trump. Tetapi bisakah kompromi ini benar-benar mengakhiri perdagangan antara UE dan AS?

Tetapi banyak pengamat tidak yakin, karena kenyataannya, UE mungkin berpikir untuk melakukan kompromi semacam ini sebagai upaya terakhir terhadap Washington, tapi pengamat pikir kemungkinannya masih rendah di masa depan, bahkan jika UE membuat upaya semacam ini, mereka tidak akan mencapai kompromi sejati pada akhirnya.

Bagi orang AS mengayunkan tongkat besar tarif untuk perdagangan luar negeri adalah konsep yang akrab. Pada akhir abad ke-19, presiden ke-25 AS William McKinley mengatakan: "Kami memimpin semua bangsa di bidang pertanian; kami memimpin semua bangsa di pertambangan; kami memimpin semua negara di bidang manufaktur. Ini adalah piala yang kita bawa setelah 29 tahun tarif protektif. "

bio.com
bio.com
Kini "The Independent" terbitan Inggris mau tidak mau melihat bayangan Mckinley dapat dilihat pada Trump.

"Logika Amerika" jenis apa yang mendukung desakan keras AS pada perilaku proteksionisme sepihak dan perdagangan?

Trump mengatakan: Kita tidak memiliki transaksi perdagangan yang baik. NAFTA adalah kesepakatan perdagangan terburuk yang pernah kita tandatangani. Apakah kita tidak pernah membuat kesepakatan yang bagus lagi? Kami tidak akan pernah menandatangani transaksi perdagangan yang buruk. America First!

Sebelumnya pada Januari 2017, satu minggu setelah pelantikan presiden Trump, "The Economist" Inggris menerbitkan artikel utama sampul berjudul, " In retreat: The multinational company is in trouble (Kemunduran: Perusahaan multinasional sedang bermasalah)." Dari "America first" ke AS bertindak sendiri, pemerintah Trump selalu terasa seperti negara lain selalu telah mengambil keuntungan dari AS.

Namun, dapatkah perdagangan kebijakan proteksionis benar-benar bermanfaat bagi AS?

Dari semua hal yang sangat bodoh yang dapat dilakukan seseorang untuk menggali kuburnya sendiri, perang dagang berada di urutan teratas. Demikian menurut Diamond Lachman, Mantan Deputi Direktur Departemen Pengembangan dan Tinjauan Kebijakan IMF.

Majalah "The Economist" Trump terus mengatakan bahwa kita dapat memenangkan perang dagang, itu benar-benar tidak masuk akal. Itu hanya mencerminkan ketidaktahuan sepenuhnya dari apa yang terjadi pada 1930-an dimana semua pihak sama sekali tidak ada yang pemenang.

Penyebab Resesi Dunia Tahun 1929 

Pada 1929, AS mengalami Depresi Besar. Tahun itu, Kongres AS meloloskan "Smoot-Hawley Tariff Act." yang menerapkan tarif tertinggi AS dalam 100 tahun sejak 1830, meningkatkan tingkat tarif rata-rata dari 40% menjadi 47%, dan meningkatkan atau menerapkan tarif untuk lebih dari 1.000 produk.

Dari jumlah tersebut, semen, kulit, sepatu bot, sepatu, dan produk lainnya berubah dari bebas tarif menjadi tarif, dan tingkat tarif rata-rata untuk produk pertanian mencapai 48,9%.

Sumber: www.thegreatcoursesdaily.com
Sumber: www.thegreatcoursesdaily.com
Setelah RUU itu dirilis, 1.028 ekonom AS bergabung bersama untuk menandatangani petisi dalam oposisi. Inggris, Kanada, dan 21 mitra dagang lainnya menyatakan menentang keras, tetapi Presiden AS Herbert Hoover masih juga menandatangani RUU itu.

Sumber: www.politico.com
Sumber: www.politico.com
Lee Ohanian, Profesor Ekonomi di University of California, Los Angles, mengatakan: Penandatanganan Herbert Hover untuk Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley tahun 1930. Undang-undang itu tentang menaikkan tarif impor ke tingkat tertinggi dalam 100 tahun, membuat mitra dagang Amerika untuk membalas dengan mengenakan tarif pada barang-barang Amerika.

Sebagai tindakan balasan Eropa, Jepang dan negara-negara lain membangun kubu tarif terhadap AS. Dalam keadaan pengelolaan perdagangan luar negeri yang ketat oleh berbagai negara, ekonomi global semakin memburuk.

Statistik pemerintah AS menunjukkan bahwa dari 1929 hingga 1933, ekspor AS turun dari 5,16 miliar dolar AS menjadi 1,65 miliar dolar AS, dan impor turun dari 4,4 miliar dolar AS menjadi 1,45 miliar dolar AS.

Antara tahun 1929 hingga 1934, perdagangan global menyusut sekitar 66%. Tidak hanya perang dagang ini tidak membantu AS lolos dari pukulan Depresi Besar, itu menyebabkan resesi besar dalam perdagangan global, dan krisis ekonomi AS dan Uni Eropa semakin mendalam. Sampai dengan Perang Dunia II sistem pemerintahan global baru dan sistem ekonomi dan perdagangan dibentuk.

Tampaknya pelajaran sejarah berulang lagi. Menurut statistik dari "The Washington Post," setelah Trump menjabat pada tahun 2017, AS memulai dengan 23 perselisihan dagang, jumlah tertinggi perselisihan perdagangan tahunan sejak 2001.

Peran Robert Lighthizer Perwakilan Perdagangan AS

Peran asistensi dari Robert Lighthizer, perwakilan perdagangan AS yang telah membawa Trump "kearah jalan gelap" tidak boleh diabaikan, karena atas asistensinya Trump menempuh jalur perang dagang ini.

Pemerintah Trump yang memulai friksi perdagangan ini sebenarnya mencerminkan masalah yang sangat mendalam --- dan tampaknya disebabkan adanya politik domestik AS dan pandangan AS tentang dunia telah mengalami perubahan besar, apakah itu karena dipengaruhi oleh beberapa politisi dan pembantunya yang lebih tua yang kini muncul kembali, atau mereka ingin memanfaatkan pandangan dan posisi pra-globalisasi pada saat sekarang, tampaknya kenyataan semua ini telah memperlihatkan hal ini.

Kita ketahui bahwa Trump bukanlah politikus tradisional Amerika, dia adalah presiden AS yang berasal dari seorang pengusaha, perlu diketahui dia akan lebih mudah menerima yang menggunakan penghitungan sederhana dan menguntungkan untuk menjalin hubungan. Hal ini menyebabkan dia lebih mudah menerima cara berpikir yang lebih sederhana ketika dia meminta pendapat stafnya.

Dengan kata lain, semua orang akan mendapatkan bagian dari kue yang sama, tetapi potongan-potongan ini mungkin tidak didistribusikan secara merata --- beberapa memiliki potongan yang lebih besar, dan beberapa memiliki potongan yang lebih kecil, tetapi jika semua orang dapat mengembangkan terus, maka dijamin semua orang akan tertarik.

Tetapi Trump berpikir ini tidak akan berhasil. Dia perlu kepentingan mutlak, bahwa AS harus memiliki bagian kue terbesar, jika tidak, mereka akan menghentikan kue yang sedang dibuatnya. Jadi analis pikir bahwa dalam periode waktu inilah telah terjadi perubahan internasional yang mendalam pada para pembantunya dalam kabinetnya, serta di dalam dirinya Trump sendiri yang mempengaruhinya di balik serangkaian kebijakan ini.

"The New York Times" pernah berkomentar bahwa Robert Lighthizer telah menjadi salah satu orang paling berkuasa di Washington D.C. Lighthizer adalah Perwakilan Perdagangan AS dan "orang lama" di lingkaran perlindungan perdagangan. Dia juga salah satu fasilitator utama dalam mendorong Jepang untuk menandatangani "Plaza Accord" pada tahun 1985.

Pada awal 1980-an, defisit keuangan AS meningkat tajam bersamaan dengan defisit perdagangan luar negerinya. AS berharap dengan mendevaluasi dolar bisa meningkatkan daya saing ekspornya.

Pada bulan September 1985, AS, Jepang, Jerman, Perancis, dan Inggris menandatangani "Plaza Accord (Kesepakatan Plaza)," yang mengharuskan pemerintah kelima negara tersebut melakukan intervensi di pasar pertukaran (exchange market) internasional untuk secara sistematis mendevaluasi USD guna membantu AS menyelesaikan defisit perdagangan yang sangat besar. Dan perang dagang biasanya dilihat oleh AS sebagai contoh klasik kesuksesan yang gemilang.

Pada saat itu, Lighthizer berpartisipasi dalam proses perang dagang AS-Jepang tahun 1980-an. Pada saat itu, ia adalah Deputi Perwakilan Perdagangan AS, saat itu AS memberikan banyak tekanan pada Jepang dalam negosiasinya, dan akhirnya memaksa Jepang untuk membuat konsesi yang komprehensif, baik dalam masalah mata uang dan membuka pasar keuangannya --- memaksa Jepang untuk membuat konsesi yang komprehensif. Jadi dia percaya bahwa dia sangat berpengalaman dan dapat mengulangi apa yang pernah dia lakukan saat itu.

Aspek lain adalah bahwa sejak pemerintahan Trump, ekonomi AS telah pulih dan kekuatan ekonomi AS sedang terlihat semarak, hal ini telah memberi Trump kepercayaan kepada pemerintahannya untuk terlibat dalam proteksionisme perdagangan.

Pertumbuhan kuat baru-baru ini dalam ekonomi AS telah membuat beberapa orang Amerika keliru percaya bahwa mereka dapat meniru pengalaman masa lalu mereka, tetapi akankah sejarah benar-benar mudah dibuat ulang? Dunia saat ini tidak lagi seperti dunia yang dilihat oleh mata "fosil" Robert Lighthizer.

Berbagai hal kini telah berbeda. Sebagai contoh, pasar UE tidak lebih kecil dari pasar AS, jadi ketika perang melawan AS. UE tidak dapat mudah dipaksa seperti Jepang saat itu untuk berkompromi dalam segala hal,  jadi situasi semacam ini tidak akan pernah terjadi.

Jadi dengan latar belakang inilah orang Amerika mungkin berpikir tentang hal ini terlalu sederhana.

Saat itu, AS mungkin hanya menghadapi Jepang, tetapi sekarang, menghadapi tata letak seluruh pasar global dan perdagangan global. Jadi masalahnya sekarang adalah bahwa AS telah terlibat dalam apa yang oleh banyak ahli disebut "serangan sembarangan." Jadi satu aspek adalah distribusi tenaga kerja internasional saat ini dan tata letak perdagangan internasional sebenarnya jauh berbeda dari tahun 1980an.

Dan aspek lain bahwa di masa lalu, "Plaza Accord" dapat dipahami sebagai persaingan antara AS dan Jepang, tetapi sekarang, rangkaian perubahan yang disebabkan oleh Trump ini tampaknya lebih seperti AS yang akan melawan seluruh dunia.

Tampaknya AS untuk taraf tertentu merasa terlalu percaya diri. AS secara konsisten memainkan lebih banyak peran "kepemimpinan" di masa lalu, tetapi kini, dengan AS terlibat dalam perang dagang global, tidak hanya mungkin membahayakan dirinya sendiri, AS mungkin akan kehilangan reputasi yang telah diperoleh selama satu abad ini.

Ketika AS dihadapkan oleh semakin banyak suara oposisi, terutama ketika menyangkut kepentingan AS yang melebihi kepentingan negara lain, dapatkah AS tetap memimpin dunia? Inilah pertanyaan yang banyak dipertanyakan para analis dunia.

Padangan Dalam Negeri Dan Luar Negeri AS

Pada 17 Juli, Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell muncul di sidang pertengah tahunan Kongres AS, di mana dia ditanya tentang kebijakan ekonomi dan mata uang AS. Ketika menjawab pertanyaan tentang kebijakan perdagangan AS, Powell mengatakan bahwa itu akan merugikan ekonomi AS dengan menetapkan tarif terlalu tinggi.

fed-jerome-powell-5b60599e6ddcae0d5c6a6502.png
fed-jerome-powell-5b60599e6ddcae0d5c6a6502.png
Sumber: c-span.org @cspan

Tentang perdagangan Powell mengatakan: Sulit untuk mengatakan apa hasil akhir dari perang dagang ini, sesungguhnya, tidak ada preseden untuk jenis diskusi perdagangan yang luas ini, dalam kehidupan dewasa saya, saya belum pernah melihatnya, di mana pada dasarnya semua mitra dagang utama kita, saya tidak tahu bagaimana jalan keluarnya, jika hasil dari tarif itu lebih rendah dari tarif-tarif semua pihak (negara), itu akan menjadi hal baik bagi perekonomian. Tetapi jika ini menghasilkan tarif yang lebih tinggi dari berbagai barang dan jasa, dan keadaan ini terus berlanjut untuk jangka waktu yang lama akan berdampak buruk bagi perekonomian kita (AS) dan ekonomi lainnya di dunia juga.  (He mentioned trade. It's hard to say what the outcome will be, really, there's no precedent for this kind of broad trade discussions, in my adult life, I haven't seen, where essentially all of our major trading partners, I don't know how that comes out, if it results in lower tariffs for everyone, that would be a good thing for the economy. It results in higher tariffs across a broad range of goods and services that remain that way for a period of time that will be bad for our economy and other economies too.) 


Mantan Kepala Strategi Investasi di Merrill Lynch - Richard Bernstein mengatakan bahwa AS saat ini dalam periode peningkatan inflasi, dan jika tarif menyebabkan harga impor naik, itu akan mengarah bagi Federal Reserve menaikkan suku bunga, sehingga membebani pertumbuhan ekonomi.

"Le Temps" Swiss berkomentar bahwa pemerintah AS telah mengabaikan kenyataan: Tidak realistis mencoba memisahkan diri dari globalisasi ekonomi. Uni Eropa telah menargetkan sepeda motor Harley-Davidson, celana jeans Levi, dan produk AS terkenal lainnya sebagai persiapan untuk serangan balik.

Chad Bown, peneliti senior untuk lembaga think tank Washington, Institut Peterson untuk Ekonomi Internasional menunjukkan bahwa dibandingkan dengan perusahaan Eropa, Harley-Davidson dan perusahaan Amerika lainnya menghadapi tiga pukulan: biaya produksi yang lebih tinggi akibat dari tarif baja dan aluminium AS, beban berat yang disebabkan oleh tarif pembalasan terhadap AS dari mitra dagangnya, dan perlakuan tarif preferensial untuk perusahaan-perusahaan Eropa dari perjanjian perdagangan bebas baru yang ditandatangani oleh UE dan Jepang.

Dia memperkirakan bahwa banyak perusahaan AS akan meniru Harley-Davidson dan memindahkan beberapa pabrik mereka ke luar negeri --- ini adalah biaya "kebijakan perdagangan yang buruk."

Dengan cara ini, bagi perusahaan-perusahaan AS, mereka ingin menghindari kerugian dari tarif, sehingga apa yang dapat mereka lakukan sebenarnya adalah memindahkan perusahaan-perusahaan AS ke luar negeri. Ini akan menghindari kerugian dari tarif. Misalnya, jika kita melihat Harvey-Davison, yang baru-baru ini terdaftar di daftar tarif pembalasan UE, kita tahu bahwa perusahaannya yang ada di AS yang memproduksi sepeda motor Harley-Davison ini sudah mempertimbangkan untuk memindahkan pabrik-pabrik yang ada di AS ke luar negeri untuk menghindari tarif tinggi yang telah ditetapkan dalam daftar UE untuk produknya.

Daftar ini juga termasuk Boeing,  dan perusahaan-perusahaan AS lain yang ekspor utamanya valuta asing, sedang mempertimbangkan untuk memindahkan industri mereka ke luar negeri.

Ahli teori perdagangan ternama Paul Krugman menerbitkan sebuah artikel di situs "The New York Times" berjudul "Fall of the American Empire (Kejatuhan Kekaisaran Amerika)" di mana dia menulis, "Amerika hampir tidak dominan sebagai kekuatan seperti 70 tahun yang lalu; Trump berdelusi/berhayal jika dia berpikir bahwa negara-negara lain akan mundur dalam menghadapi ancamannya. Trump tidak membuat Amerika hebat lagi; dia memangkas hal-hal yang membuat kita (AS) hebat, mengubah kita menjadi pengganggu kepada yang lain --- orang yang melakukan penindasan akan jauh kurang efektif daripada apa yang dia bayangkan. "

Ketika ekonomi global telah berkembang ke situasi di mana setiap orang saling berhubungan. Konflik Perdagangan tidak dapat benar-benar melindungi ekonomi AS dan membantu pertumbuhan ekonomi AS.

Dengan kebijakan pemotongan pajak baru-baru ini oleh AS, perusahaan-perusahaan AS memiliki peluang untuk investasi, tetapi karena ada kenaikan tarif, harga produk setengah jadi (untuk produk antara) yang diimpor oleh perusahaan-perusahaan ini dari luar negeri telah menjadi naik. Dalam hal ini akan meniadakan manfaat pemotongan pajaknya, sehingga beban masa depan perusahaan-perusahaan AS ini mungkin bertambah lebih berat dan semakin lebih berat.

Selain itu, sirkulasi modal ini akan mendatangkan banyak keuntungan kepada AS, mendorong nilai tukar USD lebih tinggi, tapi itu berarti keuntungan perusahaan AS untuk ekspor masa depan akan menurun, dan kemudian ini akan meningkatkan pengeluaran keuangan. Dan pada kenyataannya, setelah lebih dari satu tahun sejak Trump menjabat, dia telah menyebabkan defisit AS tumbuh besar.

Saat ini sebenarnya defisit AS sedang mengalami kesulitan besar di masa depan, karena Federa Reserve AS terus menaikkan suku bunga, sehingga Departemen Keuangan pemerintah harus membayar kembali bunga dari utang nasional, pengeluaran ini akan tumbuh lebih cepat dan semakin lebih cepat.

Mereka telah membuat perhitungan bahwa untuk setiap 1% Federal Reserve AS meningkatkan suku bunga, pemerintah AS harus menambahkan 200 miliar USD untuk membayar utang.

Segera,  pemerintah Trump akan dihadapkan pada dua pilihan sulit --- jika terus menempuh pada jalur ini, maka utang akan menjadi lebih berat dan semakin lebih berat, demikian juga bunga akan makin tinggi dan semakin tinggi. Jika melepaskan hal semacam ini, maka ekonomi akan menurun dan pertumbuhan akan berhenti.

Pakar AS John Ikenberry pernah menulis dalam bukunya "Liberal Leviathan" bahwa ia percaya alasan AS bisa menjadi satu-satunya negara adikuasa di dunia saat ini adalah karena ia memimpin pembentukan "tatanan internasional liberal." Tapi sekarang sebagai kekuatan negara-negara besar bergeser, tantanan ini menghadapi krisis.

liberal-leviathan-5b605a166ddcae19ee793fd2.png
liberal-leviathan-5b605a166ddcae19ee793fd2.png

Pada kenyataannya, "perdagangan bebas" adalah kartu panggil untuk peran "polisi yang baik" yang dimainkan AS di masa lalu untuk mempromosikan hegemoni globalnya.

Tapi sekarang, didorong oleh kepentingan AS, mereka menyerang semua pihak, dan mengganggu ketertiban perdagangan dan aturan internasional, yang telah menyebabkan citranya sebagai "Pemimpin Dunia Barat " menjadi tersangka, dan mengubahnya menjadi "polisi jahat" yang mengayunkan tongkat besarnya ke mana-mana.

Sejarah adalah cermin --- kebijakan perdagangan yang dipromosikan oleh logika hegemonik tidak dapat mencapai hasil yang saling menguntungkan, dan tidak membantu membentuk tatanan internasional yang adil dan rasional.

Jeremy Stevens, Ekonom di Standard Charter Bank mengatakan: "AS sedang mencoba untuk memainkan polisi jahat untuk bergaul dengan masyarakat yang tidak ingin diawasi oleh AS."

Di masa lalu, AS memiliki reputasi tertentu secara internasional, itulah sebabnya mengapa orang percaya di pasar modal AS dan akan menggunakan mata uang AS --- USD. Tapi sekarang, dengan hal-hal ini terjadi, karena pasar AS menjadi tidak begitu bebas, mungkin membuat prospek USD semakin tidak menentu, dan ekonomi AS tidak begitu bebas, karena semua jenis pembatasan meningkat, yang berarti bahwa orang asing akan ragu sebelum berinvestasi di pasar AS.

Selain itu, AS telah menjadi tidak bertanggung jawab terhadap sekutunya dan mitra lama, tidak lagi bersedia bekerjasama dengan mereka, dan merasa seperti itu yang tampaknya tidak akan membiarkan mereka mengambil keuntungan dari AS.

Situasi semacam ini secara besar-besaran akan merusak reputasi AS dalam sistem internasional.

Risiko Kehilangan Reputasi AS Semakin Meningkat. 

"The Financial Times" mengatakan pada 23 Juli bahwa ketika Trump mengancam untuk menaikkan tarif, negara-negara lain secara sadar memilih untuk menggandakan globalisasi ekonomi. Ini menimbulkan pertanyaan: Jika AS menarik diri dari sistem perdagangan global, dapatkah negara-negara lain di dunia mempertahankan sistem ini?

Laporan itu mengatakan bahwa tidak peduli apapun, apa yang menjadi lebih jelas adalah bahwa para pemimpin negara-negara di seluruh dunia berkomitmen untuk mencoba.

"China Media Group's International Review" menunjukkan dalam artikelnya "Siapa Yang Mengendalikan Bola Dalam Perang Dagang Global?" bahwa pemerintah AS mengendalikan "bola" tarif, tetapi tidak mau menembaknya, dan juga mengotori nama-nama "pemain" lainnya yang telah dipaksa untuk bersaing, satu-satunya alasan adalah bahwa AS tidak ingin mengakhiri perang dagang ini sama sekali.

Selain itu, AS tidak hanya ingin mempertahankan persaingan ini, mereka ingin memanipulasi perang dagang dengan aturan dan metodenya sendiri untuk mempertahankannya.

Maka perlu bagi Indonesia untuk lebih cermat dan lebih cerdas menghadapi situasi yang berkembang cepat saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun