Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kartu yang Salah Kebijakan Timur Tengah AS Pada Era Trump?

24 Mei 2018   10:37 Diperbarui: 24 Mei 2018   10:53 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada apa dibalik tindakan Trump memindahkan Kedubes AS di Irael ke Yerusalem dan Menarik Diri dari Kesepakatan Nuklir Iran?

Rangkaian tindakan Trump akhir-akhir ini menggelitik banyak pertanyaan bagi dunia luar. Adakah pemindahan Kedubes ke Yerusalem itu ada kaitannya dengan agama?

Sumber: CNN Indonesia
Sumber: CNN Indonesia
Di Timur Tengah, tindakan sangat kecil apa pun akan mempengaruhi keseluruhan situasi kawasan. Terkahir ini, AS mengumumkan penarikan dirinya dari kesepakatan nuklir Iran, dan memindahkan Kedubesnya ke Yerusalem. Hal ini lebih memperburuk konflik Palestina-Israel, situasi seperti apa yang diinginkan AS. Apa yang mau dicapai AS di Timur Tengah?

Akhir-akhir ini, isu dua kekuatan nucklir yang menjadi perhatian komunitas internasional, adalah isu nukilr DPRK (Korut) dan isu nuklir Iran telah menarik semua orang di dunia.

Dibandingkan dengan isu nuklir DPRK, karena AS tiba-tiba mengumumkan penarikan secara sepihak dari kesepakatan tersebut, isu penarikan dari kesepkatan nuklir Iran ini telah membuat gelombang situasi di Timur Tengah yang sudah bergolak, lebih mengarah ke bahaya lebih besar untuk pecahnya konflik regional.

Jadi mengapa AS tiba-tiba menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran?

Pada pagi-pagi sekali pada 10 Mei lalu, militer Israel meluncurkan serangan udara besar-besaran terhadap sasaran-sasaran Iran di Suriah.

Menurut "Izvestia" Rusia, Israel memobilisasi 28 jet tempur F-15 dan F-16 dan sekitar sekitar 60 rudal permukaan-ke-permukaan dan lebih dari 10 rudal taktis permukaan-ke-permukaan menyerang Suriah.

Menhan Israel Avigdor Lieberman mengatakan bahwa fasilitas militer Iran di Suriah "pada dasarnya hancur."

Berdasarkan apa yang dikatakan militer Israel, sebelum serangan udara Israel, militer Iran telah terlebih dulu meluncurkan hampir 20 roket dari Dataran Tinggi Golan di Suriah menyerang Israel, namun beberapa dapat dihadang oleh "Iron Dome" Sistim Pertahan Udara Israel.

Jadi operasi militer Israel 10 Mei dinyatakan sebagai serangan balik/balasan terhadap rudal yang diluncurkan Iran, dengan menekankan bahwa Israel membalas dua kali lipat lebih keras.

Terbitan AS "The Atlantic" mengatakan, serangan balik ini adalah operasi militer berskala terbesar yang diluncurkan Israel ke Suriah dalam beberapa tahun terakhir, dan merupakan serangan langka yang ditujukan pada sasaran Iran di Suriah.

Permusuhan kedua negara ini kini tampaknya bukan lagi perang proxy, tapi sudah merupakan perang kontak langsung. Eskalasi konflik antara Iran dan Israel kali ini, tampak sepertinya perang frontal langsung sudah mendekat.

Banyak analis menunjukan sebenarnya pertempuran antara Iran dan Israel di Suriah telah berlangsung selama bertahun-tahun, tetapi tetap menjadi "perang tersembunyi" dengan intensitas rendah. Alasan paling langsung untuk Iran dan Israel yang tadinya saling berperang secara tersembunyi menuju ke "perang panas" dikarenakan  AS mengumumkan penarikannya dari kesepakatan nuklir Iran.

Pada sore hari 8 Mei lalu, waktu setempat, Presiden AS Trump secara resmi mengumumkan bahwa AS menarik diri dari kesepakatan "6 + 1" yang ditandatangani pemerintahan Obama terkait dengan isu nuklir Iran, dan menanggapi sanksi Iran.

Trump mengumumkan: "Saya mengumumkan hari ini bahwa AS akan menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran. Dalam beberapa saat lagi, saya akan menandatangani memorandum kepresidenan untuk mulai mengembalikan kembali sanksi nuklir AS terhadap rezim Iran." (Sumber)


Tindakan ini telah mendapat kecaman luas dari masyarakat internasional. Mantan Presiden AS Barack Obama, yang memainkan peran kunci dalam membentuk kesepakatan nuklir Iran, membuat pernyataan yang mengatakan bahwa menarik diri dari kesepakatan yang telah disetujui merupakan kesalahan serius. 

Obama menunjukkan bahwa meninggalkan Kesepakatan Nuklir Iran, AS akan ditinggalkan oleh sekutu terdekatnya, dan ini menunjukkan AS secara konsisten melanggar kesepakatan yang bisa mengikis kredibilitas AS secara besar-besaran.

Sejak AS menarik diri dari "Perjanjian Paris" tentang perubahan iklim dan  memprovokasi gesekan perdagangan untuk meninggalkan perjanjian nuklir Iran, Presiden AS Trump telah melakukan "tiga serangan" terhadap sekutu Eropanya, dan Eropa menanggapi dengan sangat kuat.

Emmanuel Macron Presiden Prancis menyatakan: "Saya mengungkapkan penyesalan saya tentang keputusan Presiden AS, saya percaya ini adalah kesalahan. Ini adalah keputusan kita orang Eropa." Dalam tweeter mengatakan: Prancis, Jerman, dan Inggris menyesalkan keputusan AS untuk meninggalkan JCPOA. Rezim non-proliferasi nuklir dipertaruhkan.

Sumber: www.cnbc.com
Sumber: www.cnbc.com
Angela Merkel, Kanselir Jerman menyatakan: "Presiden AS telah memutuskan untuk menarik keluar dari perjanjian nuklir Iran, tetapi Prancis, Inggris, dan Jerman semuanya telah memutuskan untuk terus memperkuat kesepakatan itu."

Nama lengkap kesepakatan nuklir Iran adalah "Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA)." ( Rencana Aksi Komprehensif Bersama).

JCPOA/Perjanjian Nuklir Iran

Pada 14 Juli 2015, di Wina, Austria, lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan Jerman membentuk satu pihak,  sementara Iran dari pihak lain untuk mencapai kesepakatan komprehensif yang mengakhiri negosiasi alot dan berlarut-larut yang telah berlangsung lebih dari 10 tahun, ini disebut sebagai kesepakatan bersejarah oleh media internasional.

Perjanjian ini terdiri dari kontennya sekitar 100 halaman yang dapat disimpulkan untuk mencakup beberapa aspek: penyimpanan uranium, pengayaan uranium, sentrifugal, inspeksi, dan sanksi.

Dalam kesepakatan ini memungkinkan Iran untuk tujuan damai mengembangkan rencana nuklirnya untuk digunakan di sektor-sektor sipil berdasarkan pada standar Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, tetapi itu menuntut bahwa penyimpanan uranium yang sudah diperkaya Iran dikurangi sebesar 97%, dari 10 ton menjadi 300 kilogram.

Berdasarkan perjanjian tersebut, dalam 15 tahun, Iran harus mempertahankan tingkat pengayaannya terbatas pada 3,67%. tidak diperkenankan  mengembangkan senjata nuklir.

Analis pikir jika perang berskala besar pecah di Timur Tengah karena isu nuklir Iran, tanpa kesepakatan nuklir Iran, berdasarkan aktivitas Iran yang memperkaya uranium, tidak mungkin Israel tidak akan meluncurkan serangan militer, dan kemudian akan berevolusi menjadi perang regional, yang sangat besar, sangat mengerikan, jadi penandatanganan kesepakatan nuklir Iran setidaknya mencegah perang yang mengerikan di Timur Tengah selama jangka waktu tertentu.

Karena itu, pendapat umum memandang kesepakatan ini benar-benar mencegah Iran dari melintasi ambang nuklir pada saat itu dan mencegah kemampuannya untuk memproduksi senjata nuklir, ini dapat dikatakan menyingkirkan pelatuk perang dan proliferasi nuklir di Timur Tengah.

Kesepakatan Nuklir Iran Belum Disahkan Kongres AS

Namun sejak Donald Trump berkuasa, dia mengatakan bahwa kesepakatan nuklir Iran adalah salah satu "kesepakatan terburuk" dan telah menyerukan untuk dihentikan.

Trump mengatakan: Tidak hanya kesepakatan ini gagal untuk menghentikan ambisi nuklir Iran, tetapi juga gagal untuk mengatasi pengembangan rezim rudal balistik yang dapat mengirimkan hulu ledak nuklir. Akhirnya, kesepakatan itu tidak melakukan apa pun untuk membatasi kegiatan destabilisasi Iran termasuk dukungannya terhadap terorisme.

Perlu diketahui ketika kesepakatan ini ditanda-tangani AS, Republikan menjadi partai oposisi, pada saat itu, setelah pemerintahan Obama menandatangani kesepakatan nuklir Iran, tidak berusaha untuk berupaya untuk meloloskan kesepakatan ini melalui Kongres.

Karena itu, kesepakatan nuklir Iran masih belum mendapatkan legal standing sebagai kesepakatan, jadi kedudukannya secara hukum (AS) terbatas bagi pemerintahan Trump yang datang belakangan.

Mengapa Presiden AS dapat melakukan penarikan? Setelah AS menandatangani kesepakatan pada tahun 2005, kesepakatan itu belum diluluskan (ratifikasi) melalui Senat AS, jadi bagi AS, kesepakatan nuklir Iran itu hanya kesepakatan kebijakan. Ini membuatnya sangat mudah untuk menyingkirkan kesepakatan nuklir Iran. Dan penyingkirkan kesepakatan ini telah mendapat dukungan dari banyak pihak dari Demokrat dan Republikan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kesepkatan nuklir Iran adalah pencapaian diplomatik paling berpengaruh internasional yang dicapai mantan Presiden AS Obama dalam masa jabatannya, dan juga pencapaiannya yang paling membanggakan.

Konsensus umum adalah bahwa Trump mengundurkan diri dari kesepakatan nuklir Iran karena ia ingin mempersiapkan pemilihan (pemilu) tengah semester dan juga untuk mengatur tata ruang Timur Tengah.

Seperti telah dikemukankan di depan perubahan sedikit apa pun di Timur Tengah akan mempengaruhi situasi keseluruhan dari kawasan ini.

Pada kenyataannya jauh sebelumnya, Presiden AS Trump telah menetapkan  pada 12 Mei sebagai tenggat waktu untuk mengubah kesepakatan nuklir Iran, dan menyatakan bahwa jika tidak ada revisi yang memuaskannya dibuat pada saat itu, AS akan menarik diri dari perjanjian nuklir Iran.

Tapi secara resmi justru mengumumkan penarikan dari kesepakatan ini pada 8 Mei, empat hari lebih awal dari tanggal yang semula ditetapkan. Jadi, apa alasannya AS begitu cepat menarik diri dari kesepakatan Nuklir Iran?

Analis mengatakan, pemerintahan Trump saat ini telah secara signifikan menyesuaikan kebijakan Timur Tengahnya. Selama pemerintahan Obama, Obama dapat dikatakan tidak cukup mendukung sekutu dekatnya sendiri Israel, tetapi jusru berada di sisi lain, hubungan antara AS dan Iran terlihat ketegangan sedikit berkurang. Di mata Trump, kebijakan Timur Tengah Obama memiliki kelemahan besar. Bahkan penandatanganan kesepakatan nuklir Iran menarik reaksi keras dari Israel, dan menganggap perilaku AS mendukung pengembangan Iran, menciptakan lawan strategis yang kuat untuk dirinya sendiri di Timur Tengah---ini dianggap  tidak sesuai dengan kepentingan strategis keseluruhan AS.

Jadi kebijakannya saat ini dapat diringkas sebagai "teman adalah teman, musuh adalah musuh," dan dia ingin sunguh-sunguh mendukung teman-temannya sambil benar-benar menekan musuh-musuhnya. Jadi selama pemerintahan Trump, kebijakan Timur Tengah AS akan mekakukan penekanan utama terhadap Iran.

Pada bulan April tahun ini, tiga kepala negara Iran, Rusia, dan Turki bertemu di Ankara, Turki, dan aliansi militer Rusia-Turki-Iran yang dipimpin Rusia naik ke permukaan.

Pengaruh Iran yang semakin menonjol di kawasan itu, sekali lagi memicu peringatan besar bagi Israel dan AS.

Pada 24 April, Trump mengatakan bahwa Iran adalah biang pembuat masalah di Timur Tengah. Segera setelah itu, pada 28 April, Menlu AS yang baru, Mike Pompeo, tiba di ibu kota Saudi Arabia, Riyadh untuk memulai kunjungan pertamanya ke Timur Tengah.

Perjalanan oleh Pompeo ini dikatakan oleh media sebagai perjalanan untuk menekan Iran. Di Arab Saudi, dia menuduh Iran mendukung militan Houthi di Yaman, dan pemerintah Suriah.

Menlu AS Mike Pomeo mengatakan: "Itu tentu saja, dimulai dengan Iran. Iran mendestabilisasi seluruh kawasan ini. Iran mendukung milisi proxy dan kelompok-kelompok teroris."

Setelah itu Pomeo pergi ke Yerusalem, di mana ia bertemu dengan PM Israel Benjamin Netanyahu, dan Iran masih menjadi topik inti.

Pomeo mengatakan: Kami tetap sangat prihatin tentang eskalasi ancaman Iran yang berbahaya terhadap Israel dan kawasan tersebut, dan ambisi Iran untuk mendominasi Timur Tengah tetap ada. AS akan selalu bersama Israel dalam pertempuran ini."

Bulan Sabit Syiah---Iran 

Pengamat dan mantan diplomat di Timur Tengah yang paham betul tentang hal ini mengatakan, mengapa AS terus mendorong untuk menekan Iran sebisanya yang dapat dilakukan saat ini, hal itu terkait erat dengan situasi saat ini di Suriah.

Sejak perang saudara Suriah pecah pada tahun 2011, Iran telah secara aktif mengambil bagian dalam perang saudara Suriah, dan terus menerus berusaha mendukung pemerintahan Bashar al-Assad secara politik, ekonomi, diplomatik dan militer.

Beberapa ahli percaya bahwa alasan penting untuk ini adalah karena Suriah adalah pusat utama dalam " Bulan Sabit Syiah " Iran.

"Bulan Sabit Syiah" adalah rantai strategis yang sedang dibangun Iran. Setelah tahun 2003, sebuah pemerintahan Syiah pro-Iran muncul di Irak, dan Iran dan Irak tampaknya menjadi sekutu. Kemudian, Suriah juga merupakan pemerintah pro-Iran, dan melalui Suriah, mereka mengembangkan Hizbullah di Lebanon. Ini bagian rantai. Bagian penting dari rantai ini adalah Suriah.

Pada 7 Mei, militan oposisi Suriah yang dikenal sebagai "Tentara Pembebasan Suriah (Freedom Syriah Army)" mulai mengevakuasi basis mereka ke antara Hama dan Homs, yang merupakan teritori terakhir yang digunakan pasukan oposisi di Suriah tengah.

Pada titik ini, di wilayah kecil di mana semua basis kelompok ekstrimis "ISIS" diberantas, hampir semua Suriah tengah telah direbut kembali oleh militer Suriah.

Debu perang sipil tampaknya telah berkahir, tetapi Iran dan militan Hizbullah masih terus memperkuat kehadiran militer mereka di Suriah dan mendirikan sejumlah besar pangkalan militer. Jika Iran menghubungkan Iran, Suriah, dan Lebanon untuk membentuk "Bulan Sabit Syiah," itu akan menjadi ancaman besar bagi aliansi Sunni yang diorganisasi oleh Israel dan Arab Saudi.

Raz Tzimmt, Ahli dalam Urusan Israel mengatakan: Israel memiliki dua jalur merah utama. Satu yang berkaitan dengan Suriah, tidak memperbolehkan kehadiran militer Iran di dekat perbatasannya.

Selaian itu, AS juga sangat khawatir bahwa Iran menggunakan kekuatan ini untuk menembus ke jantung dunia Arab untuk mengancam eksistensi Israel, dan mengancam negara-negara Arab lainnya, serta kepentingan AS di Timur Tengah.

Kesepakatan nuklir Iran memungkinkan Iran untuk bebas dari isolasi selat dan sanksi internasionalnya. Karena itu, beberapa ahli percaya bahwa esensi dari ulah AS atas kesepekatan nuklir Iran bagi AS untuk menekan Iran, dan mengambil inisiatif di Timur Tengah, dan Iran akan sekali lagi menghadapi tekanan politik, bahkan sanksi ekonomi yang lebih keras, dan tekanan militer yang lebih besar.

Iran sekali lagi dapat diisolasi oleh sistem internasional pimpinan-Barat, yang mungkin memaksanya menghentikan strategi ekspansinya di Timur Tengah.

Dalam pandangan Trump, situasi saat ini di Timur Tengah, cengkeraman dan kemampuan AS di Suriah terus menurun, sedang Iran sebaliknya meningkatkan pengaruhnya sendiri, yang membuat AS merasa sangat kehilangan banyak kepetingannya dalam seluruh situasi di Timur Tengah. Itulah mengapa Trump bertindak menentang kesepakatan nuklir Iran, dan juga memperingatkan Iran bahwa AS tidak menghendaki Iran untuk terus bertumbuh kuat di Timur Tengah. Demikian pandangan analis dan ahli Timur Tengah.

Makin berkembangannya kekuatan Iran pada saat munculnya perang sipil Suriah, membuat Israel ketakutan dan cemas.

Sejak tercapainya Kesepakatan Nuklir Iran pada thaun 2015, Israel telah menyatakan ketidak-puasannya dengan berapi-api. Kali ini, AS menarik keluar dari kesepakatan nuklir Iran, ini menjadi satu-dua pukulan yang disampaikan oleh AS dan Israel.

Pada 30 April, PM Israel Netanyahu mengadakan konferensi pers untuk mengungkapkan file rahasia yang diperoleh badan intelijen Israel dari Iran. (lihat youtube diawah ini)


Netayahu mengatakan: Setelah menandatangani kesepakatan nuklir pada tahun 2015, Iran mengintensifkan upaya untuk menyembunyikan plot nuklir rahasianya. Pada 2017, Iran memindahkan file senjata nuklirnya ke lokasi yang sangat rahasia di Teheran. Dengan menunjukkan slide dan foto tumpukan dokumen: 55.000 halaman, 55.000 file lain, dan 183 CD.

Dalam presentasi sepanjang 18 menit ini, PM Netanyahu mengungkapkan sejumlah besar "bukti" untuk menemukan alasan bagi Trump untuk dapat secara logis kembali keluar dari kesepakatan nuklir Iran.

Pengaruh Israel/Yahudi Terhadap Perpolitikan AS

Seminggu sebelum pengumuman Trump, PM Israel Netanyahu mengadakan konferensi pers. Tindakan ini sebenarnya ditujukan untuk mendorong Trump karena khawatir dia akan berubah pikiran lagi. Jadi dari ini, Anda dapat melihat bahwa hubungan antara Israel dan AS bukanlah hubungan yang normal, dan mereka bukan hanya sekutu, untuk sebagian besar, Israel dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri AS.

Setelah P.D. II, kebijakan luar negeri AS, terutama kebijakan Timur Tengahnya untuk sebagian besar disandera oleh Israel.  Kita semua tahu bahwa AS memiliki kelompok Yahudi yang sangat besar pengaruhnya dengan populasi yang tidak besar, hanya enam atau tujuh juta, tetapi dengan pengaruh besar, dan dapat mempengaruhi pemilihan presiden AS, dan mempengaruhi kebijakan domestik dan internasional AS, jadi ketika untuk isu kebijakan Timur Tengah AS, untuk sebagian besar harus mempertimbangkan reaksi Israel.

Tindakan AS Untuk Memindahkan Kedubes Ke Yerusalem

Pada 14 Mei, AS secara simbolis memindahkan kedutaannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, secara realistis melanggar garis merah politik yang sebelumnya dipertahankan oleh mantan lima pemerintahan AS selama 23 tahun.

Tindakan terburu-buru ini tidak hanya menarik oposisi dan kutukan yang meluas, itu juga menyebabkan konsekuensi kekerasan paling berdarah antara Palestina dan Israel sejak 2014, pada hari itu, 58 demonstran Palestina tewas dalam konflik dengan militer Israel, dan lebih dari 2.800 orang terluka, menciptakan rekor ganda selama empat tahun untuk paling besar menyebabkan korban tewas dan yang terluka dalam satu hari.

Pada hari itu 70 tahun (14 Mei 1948) yang lalu, Israel mendeklarasikan kemerdekaannya berdasarkan Resolusi PBB 181, dan setelah tengah malam, perang pertama di Timur Tengah dinyatakan perang melawan Israel oleh beberapa tetangga Arab, mengakibatkan 800,00 orang Palestina kehilangan tempat tinggal mereka dan mulailah sengketa Timur Tengah yang berkepanjangan.

Sejak hari itu, "Hari Kemerdekaan" Israel menjadi "hari tragedi" bagi orang-orang Palestina yang terlantar. Dan pemerintahan Trump sengaja memilih tanggal ini untuk memindahkan kedutaannya, dengan terus terang memihak Israel.

Qarif Muftah seorang penduduk asli Suriah mengatakan: Tindakan AS ini sepenuhnya melanggar hukum internasional, dan telah membuat seluruh dunia menjadi kacau. Pada saat yang sama, AS memindahkan kedutaannya juga telah mendorong Israel untuk memberi lebih banyak ruang untuk merebut lebih banyak teritori.

Sumber: CCTV News
Sumber: CCTV News
Keseluruhan kebijakan Timur Tengah AS berubah, karena telah meningkatkan dukungannya terhadap Israel. Ada banyak faktor di balik ini, termasuk beberapa faktor penasehat penting Trump, keluarganya, dan menantu laki-lakinya Jared Kushner, yang telah membuat kerjasama strategis AS dengan Israel terus meningkat.

AS menggunakan isu-isu seperti memindahkan lokasi kedutaan AS di  Israel untuk mengekspresikan bagaimana AS akan secara ketat mengontrol Israel di masa depan, dan berharap bahwa Israel harus berkoordinasi dengan kebijakan Timur Tengahnya.

Selain itu, latar belakang AS meninggalkan kesepakatan nuklir Iran juga berkepentingan langsung dengan Minyak.

Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin mengatakan: "AS ingin meningkatkan pasokan minyak mentah untuk membatalkan kekurangan pasokan yang disebabkan oleh sanksi Iran."

Data mengatakan bahwa Iran adalah produsen minyak terbesar keenam di dunia, dengan produksi saat ini 3,8 juta barel minyak mentah per hari, yang menyumbang sekitar 4% dari total global.

Beberapa artikel telah menganalisa bahwa sebagai negara penghasil minyak yang penting di Timur Tengah, Iran mendukung strategi de-dolarisasi pimpinan Tiongkok dan Rusia, yang merupakan tantangan bagi sistem petrodolar AS.

AS berharap dengan menjatuhkan sanksi keras terhadap Iran, itu akan membatasi pendapatan ekonomi minyak Iran dan menstabilkan posisi dominan petrodolarnya sendiri.

Dengan alasan yang sama AS juga meninggalkan "kemitraan Trans-Pasifik (TPP)" dan "Perjanjian Iklim Paris" dan mengancam untuk menarik diri dari "Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara," penarikan sepihak Trump dari perjanjian nuklir Iran pada dasarnya juga penekanan atas "America Frist" dan dilakukan untuk mempertahankan kepentingan inti atau utama AS di Timur Tengah.

Jadi, bagaimana insiden ini akan berevolusi, dan seberapa banyak ketegangan yang akan terjadi pada situasi regional? Sampai sejauh mana krisis nuklir Iran memiliki efek kupu-kupu?

Kekhawatiran Pertama Tentang Iran: Apakah Iran akan memulai kembali aktivitas pengayaan uraniumnya?

Pada 15 Mei, pemerintah AS mengumumkan bahwa mereka akan berusaha untuk memberikan sanksi kepada Ketua Bank Sentral Iran, menandai memulai langkah pertama dalam rangkaian sanksi AS.

Dibandingkan dengan agresifitas AS, respons Iran relatif terkendali.

Setelah presiden AS Trump mengumumkan bahwa AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, Presiden Iran Hassan Rouhaini berpidato yang disiarkan televisi pada malam 8 Mei di mana dia mengatakan bahwa Iran akan sementara tetap berada dalam kesepakatan nuklir Iran dan bernegosiasi dengan berbagai pihak dalam bingkai kesepakatan. Namun dia juga mengatakan bahwa Iran siap untuk memulai kembali penelitian senjata nuklirnya jika diperlukan.

Sumber: CCTV News
Sumber: CCTV News
Setelah itu, Menteri Luar Negeri Iran mengadakan serangkaian operasi diplomatik yang dikatakan sebagai "kampanye untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir Iran."

Banyak analis dan pengamat yang melihat, saat ini, Iran sedang mengamati reaksi dari penanda-tangan lain dari kesepakatan tersebut. Pertama-tama adalah reaksi negara-negara Eropa. Jika negara-negara Eropa bersedia untuk tetap dalam kerangka kesepakatan dan bersedia menggunakan metode mereka sendiri untuk melakukan yang terbaik untuk memberlakukan kesepakatan, maka itu mungkin akan memberikan Iran beberapa dividen strategis tambahan, termasuk dividen ekonomi.

Ini adalah perkembangan masa depan yang ingin dilihat Iran. Dan termasuk Tiongkok dan Rusia, jika mereka bertahan dalam kerangka kesepakatan, maka tidak dapat dihancurkan, itu akan memberi Iran kepercayaan lebih, dalam pengembangannya dan dapat membantu Iran menghadapi tekanan yang dilakukan oleh AS di panggung internasional. Jadi saat ini, Iran dengan hati-hati mempertimbangkan dan merencanakan dengan cermat untuk melihat seberapa banyak dividen yang bisa didapat, dan apakah itu akan lebih atau kurang.

Menurut laporan mingguan "Der Spiegel" yang berbasis di Jerman, Iran telah memberikan tenggat waktu 60 hari terakhir kepada tiga negara Uni Eropa untuk memastikan implementasi lebih lanjut dari kesepakatan nuklir Iran. Jika Iran tidak dapat memperoleh cukup konsesi dari pihak lain dari kesepakatan untuk memastikan bahwa itu dilaksanakan, maka pada saat itu, memulai kembali program nuklirnya akan menjadi satu-satunya pilihan Iran.

Kekhawatiran Kedua Tentang Iran: Akankah konflik terjadi antara Iran dan musuh lamanya?

Mantan Presiden AS, Barack Obama mengatakan: "Kehilangan kesepakatan nuklir Iran berarti bahwa pada akhirnya, AS akan menghadapi Iran yang memiliki senjata nuklir atau perang lain di Timur Tengah."

Jika Iran memulai kembali proses senjata nuklirnya, godaan Kotak Padora nuklir akan dibuka sekali lagi. AS dan sekutu Timur Tengahnya mungkin mengambil tindakan militer terhadap target nuklir Iran. Hal ini jelas akan meningkatkan ketegangan di kawasan itu yang berarti berisiko pecahnya konflik antara Israel dan Iran di Suriah dan tempat-tempat lain kemungkinan besar akan meningkat.

Negara-negara yang memiliki konflik struktural dan persaingan strategis dengan Iran, terutama Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan negara-negara Arab utama lainnya pasti akan memasuki perlombaan senjata nuklir, dan mengembangkan kekuatan nuklir dalam logika mengejar keseimbangan teror nuklir.

Pengamat dan analis yang paham akan situasi dan kondisi Timur Tengah berpandangan, dengan AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, semua konflik Timur Tengah akan semakin buruk. Konflik antara Israel dan Iran mungkin menyebabkan kedua negara ini bertarung di Suriah atau tempat lain di Timur Tengah, atau bahkan menyebabkan mereka saling bertikai satu sama lain. Kemungkinan semacam ini ada. Jika Israel melakukan aksi militer berarti AS akan terseret dengan itu, dan seluruh efeknya akan terjadi di Timur Tengah bagi dunia sangat negatif.

Kekhawatiran ketiga Tentang Iran: Apakah perjanjian nuklir Iran akan benar-benar rusak?

The "Wall Street Journal" melaporkan pada 14 Mei, bahwa Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mengatakan selama wawancara dengan ABC bahwa jika pemerintah Eropa terus berurusan dengan Iran berdasarkan perjanjian nuklir Iran yang lama, pemerintah Eropa akan menghadapi sanksi Amerika.

Perjanjian nuklir baru Iran yang diusulkan AS akan menggantikan perjanjian sebelumnya, dan akan menerapkan pembatasan yang lebih ketat atas kegiatan nuklir Iran, mengakhiri program rudalnya dan mencegah agar tidak mendukung kelompok militer.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menekankan bahwa Iran tidak akan merundingkan kembali perjanjian nuklir, dan tidak akan menerima revisi atas konten dalam perjanjian tersebut.

Moh. Javad Zarif mengatakan: "Biarkan saya membuatnya jelas sekali lagi dan untuk selamanya. Kami tidak akan mengalihdayakan (outsource) keamanan kami, kami juga tidak akan menegosiasikan kembali atau menambah kesepakatan yang telah kami terapkan dengan itikad baik.

Foad Izadi, seorang Professor Politik Internasional Universitas Tehran, Iran mengatakan: "Pembentuk kebijakan luar negeri Iran menyadari, semua pihak, sudah berkonsensus sekarang, bahwa Anda tidak dapat benar-benar bisa mempercayai AS, Anda tidak dapat benar-benar membuat perjanjian dengan AS. Sudah menjadi konsensus di negara-negara bahwa cara untuk berurusan AS dengan tidak memberi AS lebih banyak konsesi, cara untuk berurusan dengan AS adalah dengan cara melawan dan membuat situasi internasional Anda lebih kuat untuk dapat berbicara dengan AS dari segi posisi kekuatan."

Negara-negara Eropa pernah menyarankan AS untuk tidak mundur dari perjanjian nuklir Iran, tetapi AS minta dengan kondisi perjanjian nuklir Iran harus direvisi, dan perjanjian baru harus dibuat.

Tetapi di mata Iran, perilaku semacam ini benar-benar tidak dapat diterima, karena Iran percaya bahwa perjanjian nuklir Iran pada mulanya adalah perjanjian yang dicapai oleh beberapa pihak (negara), dan bahwa melanggar perjanjian ini adalah kesalahan dirinya sendiri, sehingga Iran tidak harus menerima kesalahan pihak lain untuk mengundurkan diri untuk menanggung atau membayar kesalahan negara-negara lain.

Jadi jika Iran harus menerima perjanjian yang lebih ketat yang lebih besar menekan pada hal itu,  mungkin bertentangan dengan tujuan pembangunan jangka panjang Iran.

Kekhawatiran Keempat Tentang Iran; Apakah perjanjian nuklir Iran akan mempengaruhi negosiasi nuklir DPRK mendatang?

Dengan AS mundur dari perjanjian nuklir Iran, situasi Timur Tengah bukanlah satu-satunya yang terlibat.

Pemimpin Minoritas Senat AS Chuck Schumer mengatakan keluarnya AS dari perjanjian nuklir Iran, yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump, akan membuat pecahnya dengan sekutu Eropa dan Asia, dan membuatnya lebih sulit untuk menjalin kesepakatan dengan DPRK (Korea Utara)  atas program nuklir AS dan DPRK. (lihat youtube dibawah ini)


Para ahli percaya bahwa ketika isu nuklir Iran dan isu nuklir DPRK yang menjadi isu proliferasi nuklir di dua kawasan individual, mereka dan AS adalah pihak utama untuk merundingkan isu proliferasi nuklir di kedua kawasan ini. Salah satu faktor inti dari masalah Semenanjung Korea adalah denuklirisasi Semenanjung. Resolusi isu nuklir DPRK berada pada periode kritis, dan membutuhkan ketulusan dan keramahan dari semua pihak.

Namun tindakan AS dalam isu nuklir Iran tampaknya mengirimkan sinyal bahwa "dialog tidak ada artinya" dalam menyelesaikan isu proliferasi nuklir, yang secara langsung dapat mempengaruhi penilaian DPRK.

Jelas DPRK akan mempertimbangkan faktor ini dan melihat apakah janji AS kepada DPRK layak dipercaya.

Kita semua tahu, perjanjian nuklir Iran adalah perjanjian multilateral yang telah diverifikasi oleh Dewan Keamanan PBB, dan telah memiliki kekuatan dan pengesahan internasional. 

Dan kini AS berusaha untuk menghancurkan perjanjian nuklir Iran, hal ini akan membuat banyak negara di seluruh dunia merasa bahwa menandatangani perjanjian multilateral sebenarnya merupakan hal yang sangat lemah, dan menghormati konvensi internasional masih juga tidak efektif, dan ini akan menghasilkan pelajaran yang sangat negatif, yang mungkin akan mempengaruhi isu-isu regional seperti isu nuklir DPRK dan serangkaian isu lainnya.

Maka dari itu, Tiongkok dan Rusia selalu menekankan bahwa sejak perjanjian ini ditandatangani, semangat perjanjian harus dilakukan. Satu pihak tidak dapat menarik kembali pada kesepakatan yang telah dilakukan selama beberapa tahun, dan mau menang sendiri dengan memainkan peran yang cukup baik pada perjanjian internasional, untuk keuntungan pribadi pihaknya. Perilaku semacam ini jelas melanggar konvensi internasional.

Dunia luar umumnya percaya bahwa ada dua kamp utama dalam situasi dasar Timur Tengah saat ini, satu dipimpin oleh Iran dan Turki, dan didukung oleh Rusia, dan yang lainnya dipimpin oleh Arab Saudi dan didukung oleh AS.

AS secara sepihak menghancurkan kesepakatan nuklir Iran dan bermain dengan kartu kesepakatan nuklir Iran ini tampaknya untuk membantu sekutunya di Israel dan kawasan lain untuk menyelesaikan tekanan ekspansi geografis Iran saat ini, tetapi dalam jangka panjang, ini sebenarnya menyakiti mereka, karena itu membantu mempromosikan perlombaan senjata nuklir regional dan perlombaan senjata konvensional, dan semakin memperlebar keretakan antara kedua kubu ini dan menambahkan lebih banyak faktor berbahaya pada situasi yang sudah rumit di Timur Tengah.

Mudah-mudahan bisa ada perubahan yang signifikan dari petualangan politik era rezim Trump ini, agar dunia bisa lebih tentram damai......

Sumber: Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri

http://foreignpolicy.com

https://www.cnnindonesia.com

https://www.aljazeera.com

https://www.nytimes.com

https://www.cnbc.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun