LetJend. Valery Asapov berusia 51 tahun, salah satu pemimpin senior kelompok penasihat militer Rusia di Suriah. Sebelumnya telah aktif mengambil bagian dalam Perang Chechen pertama dan kedua, Perang Russo-Georgia serta Perang di Donbass.
LetJend. Valery Asapov berpengalaman ikut bagian dalam hampir semua kampanye (perang) besar yang berkaitan dengan Rusia setelah Uni Soviet bubar dan memiliki banyak pengalaman tempur.
Pada 23 September 2017, jagoan perang terkenal ini menjadi perwira militer berpangkat tertinggi yang menjadi korban di medan perang Suriah untuk Rusia.
Selama Perang Russo-Georgia dan dua Perang Chechen, Rusia tidak pernah mengalami perwira militer tingkat tingginya tewas dalam pertempuran. Ini adalah pertama kalinya hal itu terjadi. Ini kejadian langka. Jadi Rusia terkejut juga bagi seluruh dunia.
Perang Saudara Suriah berlangsung selama bertahun-tahun, perang ini penuh sekali dengan teka-teki tidak tahu jelas siapa teman dan siapa musuh, merupakan situasi yang sangat kompleks. Namun, baru-baru ini, militer Suriah telah berhasil merebut kembali sejumlah besar daerah yang sebelumnya dikuasai pemberontak dan kaum oposisi anti rezim al-Assad dengan bantuan Rusia, telah banyak laporan tentang kemenangan militer pemerintah Suriah.
Tapi justru pada saat inilah LetJend. Rusia tiba-tiba tewas dalam medan perang. Meskipun sebenarnya berita tentang perwira militer senior Rusia yang sekarat di garis depan Suriah tidak jarang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, tapi yang jadi korban kali ini adalah komandan korps dan perwira senior yang sebenarnya tidak bertanggung jawab atas misi garis depan, dan inilah yang menyebabkan kejutan besar bagi dunia luar.
Jadi, ada apa yang tersembunyi di balik tewasnya seorang pemimpin militer senior Rusia ini?
Pada 24 September lalu, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan bahwa seorang Let-Jend Angkatan Darat dan Penasihat senior Rusia untuk pemerintah Suriah--Valery Asapov telah terkena serangan mortir dari pasukan ekstremis di dekat Suriah timur Deir ez-Zor dan meninggal setelah gagal dilakukan perawatan penyelamatan.
Asapov sebenarnya adalah komandan Angkatan Darat Kelima di Distrik Militer Timur Rusia. Datang ke Distrik Militer Timur Syria menunjukkan bahwa jendral ini seorang pemimpin militer Rusia yang cukup berani. Tapi dengan tiba-tiba bisa tewas kena mortir, banyak analis dan pengamat yang memandang ini sungguh tersembunyi banyak teka-teki yang sulit dipecahkan sekarang.
Ada salah satu penjelasan yang mengatakan, pada 24 September, ketika Let-Jend. Asapov dan dua kolonel lainnya berada di garis depan mengamati intelijen tempur, mereka tiba-tiba diserang oleh mortir. Mungkin saja musuh telah menggunakan teropong dengan perbesaran tinggi untuk mengamati medan perang dan menemukan Let-Jend Asapov dan tentara Rusia lainnya, kemudian menetapkan bahwa dia adalah perwira senior berdasarkan usianya, setelah itu mereka menembakkan sebuah mortar berpresisi tinggi.
Ada pengamat yang mengira dengan mortir yang sistem taktis jarak pendek untuk membunuh perwira senior militer Rusia dalam satu serangan, ini bisa jadi hanya suatu kebetulan.
Namun Kemenhan Rusia memberikan penjelasan lain. Menurut kabar yang dikeluarkan oleh Kemenhan Rusia, saat serangan terjadi, Asapov telah membantu perwira militer Suriah dalam mengarahkan operasi untuk membebaskan Deir ez-Zor, ketika itu berada di sebuah markas militer Suriah yang diserang oleh kelompok mortir ekstremis, dan menewaskannya.
Berdasarkan kemampuan pengintaian kelompok ekstremis, mereka tidak memiliki kemampuan pengintaian elektronik sistematis dan komprehensif yang dapat mereka gunakan untuk menemukan Let-Jend Valery Asapov di markas pusat. Mereka tidak memiliki satelit, pesawat mata-mata, atau teknologi pengintaian yang komprehensif atau sistem pengintaian elektronik. Bagaimana mereka bisa tahu bahwa Let-Jend Asapov berada di markas lapangan?
Seperti apa yang diharapkan, pada 26 September larut malam, Wakil Ketua Pertama Komite Pertahanan dan Keamanan Dewan Federasi Rusia mengatakan kepada media bahwa hasil penyelidikan terhadap kematian Le-Jend Valery Asapov awalnya diverifikasi bahwa seseorang telah membocorkan posisinya kepada ekstremis sebelum serangan tersebut terjadi. Setelah menerima info lokasinya yang tepat, mereka menggunakan mortir untuk mengebom kantor pusat tempat Valery Asapov berada.
Seorang informan dari Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa militer Suriah rasa tanggung jawabnya masih buruk, tidak efisien, dan kemampuan intelijen dan pengintaian masih lemah. Beberapa tentara memiliki masalah dengan kesetiaan, dan beberapa bahkan "bersekutu" dengan oposisi. Mungkinkah itu benar-benar terdapat pengkhianat di dalam militer Suriah?
Namun ada pengamat dan meneliti Rusia, yang mengatakan hal itu tidak mungkin karena markas itu adalah tingkat tinggi menurut penjelasan Rusia, Â hampir semua perwira militer senior Rusia termasuk wakil Kepala staf militer Suriah bermarkas disitu. Jadi seseorang di markas pusat, tidak mungkin membocorkan inforamasi semacam ini.
Sebagai tambahan. Satelit mata-mata AS melewati wilayah ini tiga kali sehari. Kemampuan pengintaian udara AS yang kuat, jadi arah yang ditunjukkannya sangat jelas. Kemungkinan besar diduga AS yang menyediakan info kepada kelompok ekstremis. Amerika Serikat menyediakan kelompok ekstremis dengan informasi yang relevan.
Pada 25 September, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov membuat pernyataan mengenai kematian letnan jendral Rusia di Suriah ini, dengan sangat mengecam AS dengan mengatakan: "Kematian Valery Asapov sangat sesuai dengan darah yang terpaksa dibayar oleh Rusia karena kebijakan munafik AS di Suriah. Â Kemunafikan AS menyebabkan kematian seorang letnan jenderal Rusia."
Pada hari Asapov tewas, Kementerian Pertahanan Rusia merilis gambar udara dari sebuah kelompok ekstremis di utara Deir ez-Zor. Gambar-gambar tersebut dengan jelas menunjukkan peralatan AS ditempatkan di sana dan terungkap sejumlah besar Humvrees lapis baja yang digunakan oleh Pasukan Khusus AS.
Kementerian Pertahanan Rusia juga menunjukkan bahwa walaupun unit militer AS berada di daerah di mana kelompok pejuang ekstrimis aktif, tidak ada tanda-tanda pertempuran antara kedua belah pihak. Ini menunjukkan bahwa meski militer AS yang saat itu ditempatkan di tempat yang dikuasai oleh militan ekstremis tapi mereka masih aman tidak diserang. Dan yang lebih mencurigakan lagi adalah bahwa setelah koalisi kontraterorisme pimpinan AS melancarkan serangan udara di sana, tidak ada lubang bekas dari ledakan tersebut. Ini mengindikasikan bahwa militer AS bekerja sama dengan kelompok ekstremis.
Menurut teori Rusia, sangat mungkin militer AS telah membuat kesepakatan dengan pasukan ekstremis dan militan suku Arab setempat. Sehubungan dengan teori ini, AS jelas-jelas membantahnya.
Juru bicara Deparlu AS, Heater Nauert menanggapi dengan mengatakan: AS tidak ada hubungannya dengan kematian letnan jenderal Rusia di Suriah. Tidak ada bukti nyata dari tuduhan kepada AS mendukung kelompok ekstremis atau ikut ambil bagian dalam pembunuhan jenderal letnan jenderal Rusia, pernyataan pejabat Rusia tidak didasarkan pada bukti realitas, dan itu tidak bermanfaat bagi siapapun.
Saat ini, militer Suriah yang didukung Rusia dan Pasukan Demokratik yang didukung AS (SDF) saling memperebutkan sabuk di tepi timur Sungai Efrat. Untuk jasad letnan jenderal yang terbunuh saat itu berada di dekat Sungai Efrat. Akan sulit bagi Rusia untuk tidak mencurigai AS.
Kematian seorang komandan militer Rusia yang malang ditempatkan di Suriah, Let-Jend Valery Asapov, telah disebut kebetulan, tapi juga sebuah persekongkolan, dengan berbagai kecurigaan di mana-mana. Mengapa penyebab kematian ini menarik perhatian yang begitu besar? Karena semua orang telah melihat bahwa di medan perang Suriah saat ini, aliansi militer yang dipimpin oleh Rusia yang mendukung militer Suriah tidak hanya akan segera mendapatkan kemenangan yang menentukan dalam pertempuran melawan pasukan ekstremis, militer Suriah juga berhasil merebut kembali wilayah yang luas dan terus berlanjut. mengurangi territori oposisi. Jadi Perang Saudara Suriah sudah mendekati akhir.
Dan kali ini, Let-Jend Valery Asapov yang unggul, yang secara pribadi merencanakan dan mengawasi langsung, jadi dia dalah tokoh penting bagi aliansi Rusia dan koalisi pimpinan AS.
Memasuki tahun 2017, militer Suriah yang didukung Rusia terus berhasil merebut kembali wilayah yang diduduki oleh pasukan ekstremis di bawah perencanaan dan panduan Let-Jend Asapov, dan pada saat yang sama AS meningkatkan dukungan senjata kepada militan oposisi dan memperluas serangan militernya.
Perang Suriah kemungkinan hanya akan berlangsung dua atau tiga bulan lagi dan akan berakhir. Siapa pun yang menempati wilayah lebih akan memiliki posisi yang lebih menguntungkan dalam proses politik setelah perang.
Serangan Militer AS Terhadap Militer Suriah
Beberapa tahun yang lalu, AS diam-diam menyerahkan senjata ke pihak oposisi atau mentransfer senjata ke negara lain. Seiring situasinya berubah, itu membuat situasi pertentangan di Suriah menjadi lebih memburuk.
Pada 9 Mei lalu, Presiden AS Donal Trump menyetujui sebuah rencana untuk mengirim pasokan senjata kepada militan Kurdi di Suriah yang dikenal dengan Unit Perlindungan Rakyat. Dan pijakan utama "ISIS" berada di timur, dan militan Kurdi juga melaju cepat ke arah timur. Mereka sekarang mulai bersatu dengan militan suku Arab. Kemungkinan besar Amerika telah memberikan beberapa dukungan senjata kepada militan suku Arab.
Juga, mereka telah memberikan sebuah janji politik bahwa wilayah ini akan dibagi di antara militan suku Arab dan militan Kurdi, masing-masing menempati setengahnya. Militer AS masih secara berkala melakukan serangan militer terhadap militer Suriah, untuk mengganggu, memperlambat dan bahkan melemahkan serangan aliansi pimpinan Rusia pada kelompok ekstremis.
Pada 6 April lalu, AS meluncurkan 59 rudal jelajah Tomhawk menghancurkan 44 sasaran di sebuah bandara militer Suriah. Pada 18 Juni, sebuah jet tempur AS, Â F/A-18 Super Hornet menembaki sebuah jet tempur Suriah di sebelah selatan Tabqa. Selain itu, militer AS melakukan beberapa serangan udara terhadap pasukan darat dan kendaraan militer Suriah.
Ketika AS menyerang Mosul, mereka juga menggunakan kebijakan/taktik mengepung sekitarnya dan membiarkan satu sisi terbuka. Mereka mengepung dengan bentuk tapal kuda mengelilingi di tiga sisi dan membiarkan satu sisi terbuka. Dengan mengelilingi Mosul dari timur, utara dan selatan, dan terus maju ke barat. Dan terus mendesak dan memaksa teroris "ISIS" yang berbasis di Irak dan Mosul untuk digiring ke Suriah. Tujuannya untuk lebih menekan Suriah. Jadi ketika menyangkut masalah menanamkan pengaruh AS di medan perang, AS tidak hanya meningkatkan kontrol atas Irak, pada saat bersamaan, mereka juga harus mempertahankan lingkup kekuasaannya sendiri dalam skala besar di Suriah, terutama dengan dukungan oposisi anti rezim al-Assad.
Tapi semua orang tahu, adanya pesaingan antara militer aliansi yang dipimpin AS dan AS di Suriah timur saat ini semakin meningkat.
Kemajuan Militer Suriah Dibawah Bimbingan Penasehat Rusia Mencemaskan AS
Pada akhir Mei tahun ini, Komandan penasehat militer Rusia ditempatkan di Suriah Let-Jend Valery Asapov berhasil memimpin operasi militer dengan kode nama "Grand Dawn." Yang melakukan serangan garis panjang di sepanjang dekat Aleppo di Suriah utara, Homs di Suriah tengah, Deir ez- Zor di Suriah timur, dan militer Suriah membuat kemajuan militer yang menyolok.
Pada 4 September lalu, "koalisi internasional" pimpinan AS mengumumkan bahwa selama operasi militer "Euphrates Anger," SDF merebut Masjid Agung yang strategis dan penting di distrik kota tua Raqqa.
Pada 5 September, Letnan Jenderal Valery Asapov sekali lagi bergabung dan mengarahkan militer sekutu Suriah dalam sebuah kampanye melawan Deir ez-Zor dengan bantuan dari AU-Rusia, dan melakukan ofensif terhadap kota ini dalam satu serangan, menerobos tiga  blokade sepanjang tahun di sekitar Deir ez-Zor.
Washington Post" yang berbasis di AS mengatakan bahwa militer AS dan Rusia telah tiba di Sungai Efrat sebagai sebuah batas. Operasi militer Rusia dan Suriah menyerang sasaran di tepi barat, dan kelompok-kelompok yang didukung AS berada di tepi timur.
Tapi sekarang, batas ini telah menjadi sama sekali tidak efektif, dan tidak lagi berfungsi. Pada pagi hari 18 September, Let-Jend Valery Asapov mengarahkan militer Suriah dan sekutunya untuk mulai menumbangkan Sungai Euprates di sebelah timur Dier ez-Zor. Setelah itu, Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa Pasukan Demokratik yang didukung oleh AS telah menduduki tepi timur Sungai Efrat berkoordinasi bersama Pasukan Khusus militer AS telah menggunakan mortir dan artileri untuk menembaki tentara Khusus Rusia dan Suriah sebanyak dua kali.
Militer Rusia mengeluarkan sebuah peringatan kepada AS, yang menyatakan, "Jika militer Rusia diserang lagi, mereka akan mengarahkan serangan pada pasukan oposisi Suriah yang didukung oleh AS."
Namun, sebuah tragedi masih terjadi. Komandan penasehat militer Rusia yang ditempatkan di Suriah, Let-Jend Asapov yang dapat dikatakan sebagai komandan medan perang yang sebenarnya dari militer Rusia dan Suriah di medan perang Suriah. Kematiannya merupakan kerugian besar bagi sistem komando militer Rusia di medan perang Suriah, namun Rusia belum menghentikan langkah operasi militernya.
Perang yang telah dilancarkan Rusia hingga April 2017, Â sebanyak 84% pilot Rusia telah bertempur di Suriah.
Pada 20 September tahun ini, dengan bantuan Angkatan Bersenjata Aerospace Rusia, militer Suriah telah menghancurkan lebih dari 96.000 fasilitas teroris, dan telah membebaskan lebih dari 89% wilayah Suriah dari tangan "ISIS".
Melihat kehadiran militer Rusia yang semakin meningkat di Suriah, AS mempercepat penempatan pasukannya secara langsung. Pada15 Juni lalu, Kementerian Pertahanan Rusia menuduh militer AS mengerahkan sistem roket artileri yang sangat mobile (HIMARS) di Suriah selatan, yang bisa mencakup wilayah yang luas. Jangkauan tembak HIMARS bisa mencapai 70 km, dan memiliki sistem penentuan posisi global; rudal taktisnya bisa mencapai 300 km.
Pada 30 Juni, menurut Izvestia yang berbasis di Rusia, militer AS mengambil sebuah pangkalan udara di Suriah. Dikatakan bahwa helikopter militer AS sudah dikerahkan di sana. Diharapkan bahwa helikopter UAV AS, helikopter Black Hawk, dan bahkan helikopter penyerang Apache akan segera ditempatkan di basis ini di waktu yang akan datang.
Militer AS mengerahkan armada seperti pesawat tempur F-15 yang berat, pesawat tempur F-22, dan Global Hawk UAV di negara-negara sekitarnya, membentuk jaringan basis militer dengan basis ini.
AS juga melihat urgensi ini, dan sangat mempercepat melakukan pengerahan militer di wilayah ini, termasuk pengerahkan pasukan darat. Akhir-akhir ini kita bisa melihat bahwa kekuatan ringan mereka, yang merupakan kendaraan lapis baja berroda yang dibuat AS setelah Perang Dingin. Mereka membawa alutisista ini ke Suriah, dan menempatkan di Suriah timur, termasuk dalam provinsi Deir ez-Zor.
Analis militer Rusia Andrey Kukushkin mengatakan, tindakan ini sama persis dengan kejadian yang terjadi di PD II. Militer AS tidak pernah membuka front kedua mereka sampai Nazi bubar. Inilah sebabnya Washington telah mengirim lebih banyak tentara untuk merobohkan Suriah dan menempatkan sebagian besar wilayah di bawah kendalinya.
AS memiliki kekuatan hampir 4.000 tentara di Suriah, serta enam bandara. Pengamat tidak percaya bahwa Rusia memiliki kemampuan untuk menyingkirkan militer AS dari Suriah. Bandaranya terletak di Kobani, Distrik Afrin, Distrik Rojava, dan daerah yang dikuasai Kurdi. Juga, militan Kurdi sebenarnya telah mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan militer al-Assad sebelum ini. Sekarang, ada gesekan karena mereka sedang bertempur di wilayah timur.
Perang melawan kelompok ekstrimis merupakan musuh umum bersama masyarakat internasional. Namun, karena "ISIS" kini telah mengalami serangkaian kekalahan dan tampaknya akan mencapai akhir, perubahan pertempuran terbuka antara AS dan Rusia di Suriah telah menjadi topik yang paling terfokus dibicarakan oleh masyarakat internasional.
Jadi, apakah militer AS dan Rusia bisa berbahaya terjadi insiden konflik dengan tidak sengaja? Dengan militer Suriah yang berperang melawan kelompok ekstrimis memasuki babab terakhir, kiranya akan ke arah mana konflik antara AS dan Rusia akan berkembang? Ini yang menjadi pertanyaan dari banyak pengamat.
Setelah kematian Let-Jend Valery Asapov, salah satu komandan Rusia berpangkat tertinggi di Suriah, armada pembom strategis Angkatan Pertahanan Rusia Aerospace Defense Forces Tu-95MS terbang selama lebih dari 7.000 km dengan melalui pengisian bahan bakar udara untuk melakukan operasi pemboman skala besar terhadap ekstremis dengan target kelompok di Provinsi Idlib dan Deir ez-Zor di Suriah.
Igor Konashenko Juru Bicara Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan dengan menunjukkan foto udara: Ini Pasukan Komando Teroris, peralatan tempur, dan depot amunisi hancur dalam serangan mendadak. Data menunjukkan bahwa semua target terpukul.
Pengamat melihat ada yang sangat aneh adalah bahwa arah utama pemboman ini diarahkan pada kelompok ekstremis di sebelah timur sungai, berada di dalam Provinsi Idlib. Rusia mengatakan itu adalah kelompok ekstremis, namun berdasarkan sebuah pernyataan dari komandan koalisi AS, mereka mengebom SDF, pasukan oposisi. Â Jadi pengamat pikir AS kemungkinan mengungkapkan informasi itu, Â agar mempunyai alasan untuk melakukan pembalasan. Mereka menyatakan Rusia menyerang semua kekuatan yang didukung AS, dan menyerang pasukan oposisi Suriah.
Setelah Let-Jend Asapov terbunuh, Rusia tidak hanya berkoordinasi dengan militer Suriah untuk terus maju melintasi tepi timur Sungai Efrat, mereka juga memperluas target dan skala serangan mereka.
Setelah insiden ini terjadi, hal itu dijadikan Rusia sebagai nilai moral yang tinggi dan alasan kuat. Mereka bisa mengatakan: Lihat, orang mereka terbunuh, jadi sekarang mereka memperkuat serangan mereka. Saat ini, Rusia telah mengirim lebih banyak kapal permukaan dan kapal selam ke Laut Mediterania, armada ini semua bisa meluncurkan rudal jelajah Kalibr.
Meskipun Rusia dan AS membuat hotline komunikasi militer mengenai masalah Suriah pada akhir 2015, dan membentuk situasi dimana mereka berperang tanpa pertumpahan darah, namun masih terjadi "model penyerangan antar bagian atau sebagian-sebagian" AS menyerang militer Suriah dan Rusia menyerang oposisi Suriah dan terus meningkat, hal ini masih akan ada risiko memicu konflik antara AS dan Rusia.
Berkaitan Dengan Masalah Kremia
Pada tahun 2014 krisis Ukraina, setelah Putin mencaplok Krimea ke dalam Rusia melalui referendum publik, negara-negara Barat yang dipimpin oleh AS, menerapkan sanksi terhadap Rusia. Saat itu Rusia dengan tegas mengerahkan pasukan ke Suriah untuk mengambil posisi moral tinggi menyerang kelompok ekstremis yang menjadi musuh bagi seluruh dunia.
Pada tahun 2011, Obama benar-benar menarik pasukan militer AS dari Timur Tengah. Maka terjadilah kekosongan. Maka bagi Putin, langkah ini merupakan langkah yang cukup cerdas. Bagi AS, mungkin terpaksa mempercepat operasi tempur untuk memberantas pasukan "ISIS.".
Tapi sebelum Obama mengakhiri jabatannya, dia memperingatkan: "Kita harus mengingatkan diri kita bahwa kita berada di tim yang sama." Tapi Trump memberi banyak pujian untuk Putin yang menyerang kelompok ekstrimis selama kampanye berlangsung.
Pada bulan Januari tahun ini, Trump mengatakan saat wawancara dengan Fox News yang berbasis di AS: "Jika kita bisa bersama dengan Rusia itu hal yang hebat, itu bagus untuk Rusia, itu bagus untuk kita, kita pergi bersama dan memukul mati 'ISIS'."
Pada bulan April, setelah Trump memerintahkan serangan rudal jelajah skala besar ke bandara militer Suriah, hubungan AS-Rusia dengan cepat memburuk. CNN yang berbasis di AS bahkan menerbitkan sebuah artikel yang menyatakan bahwa Trump dan Putin akan segera berpisah.
Pada bulan Mei lalu, Trump dan Putin melakukan panggilan tilpon yang ke tiga mereka. Pernyataan dari Gedung Putih mengatakan bahwa panggilan telepon ini merupakan kesempatan besar untuk melakukan komunikasi antara kedua pemimpin tersebut. Keduanya membahas pembentukan zona keamanan untuk meringankan krisis kemanusiaan di Suriah. AS akan mengirim seorang wakil untuk menghadiri pertemuan keempat mengenai masalah Suriah yang akan diadakan di Astana, Kazakhstan.
Di medan perang Suriah, Rusia selalu berusaha untuk bekerja sama dengan koalisi kontraterorisme pimpinan AS. Meskipun sikap Trump yang mengubah kebijakan AS terhadap Rusia, Rusia tetap saja tetap bekerja sama dengan AS, terutama dalam proses Astana dan mencapai empat zona de-eskalasi konflik. AS telah mengambil bagian dalam hal ini, dan berdasarkan situasi saat ini, kita semua tidak melihat adanya tanda-tanda bahwa Rusia akan menghentikan kerjasama dengan menjaga ketertiban di zona eskalasi konflik di Suriah.
Pada bulan Juli tahun ini, Trump berkesempatan untuk pertamanya berbicara langsung dengan Putin sejak dia terpilih sebagai presiden AS. Pertemuan tersebut semula dijadwalkan berlangsung 30 menit, namun berlangsung lebih dari dua jam.
Setelah pertemuan ini, Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov mengatakan bahwa hasil pertemuan tersebut terutama terkait dengan kesepakatan gencatan senjata di Suriah.
Pada 9 Juki 2017, perjanjian gencatan senjata yang dicapai oleh Trump dan Putin secara resmi mulai berlaku di Suriah barat daya. Hari itu, Trump menge-tweet: "Sekarang saatnya untuk bergerak maju dalam bekerja secara konstruktif dengan Rusia!"
Putin juga memuji kesepakatan gencatan senjata tersebut sebagai "terobosan" dalam hubungan Russo-AS. Dalam keseluruhan proses menghancurkan 'ISIS,' kita harus melihat bahwa AS dan Rusia pada dasarnya bekerja sama. Mereka pada dasarnya berperang seolah sebagai saudara di parit medan perang bersama.
Mereka memiliki area tanggung jawab dan pertahanan yang berbeda, dan yang berada di bawah mereka juga berbeda dan memiliki peralatan sendiri-sendiri untuk bekerja sama. Kelompok sekutu pimpinan Rusia memiliki sekutu yang sangat kuat antar mereka dengan sekutu asing Iran, dan juga sekutu lokal pemerintah Suriah. Karena itu, AS tidak akan memiliki gagasan yang tidak realistis sehingga bisa menggulingkan pemerintah Suriah, atau menakut-nakuti Rusia. Itu tidak mungkin. Pada saat yang sama, Rusia tahu dengan sangat jelas bahwa mayoritas penduduk Suriah adalah orang Arab Sunni.
Iran adalah kekuatan asing dan kaum Syiah, pemerintah Suriah adalah pemerintah yang dikendalikan oleh kaum Syiah, dan juga yang bersatu dengan kaum Sunni, sedang Rusia adalah ras yang murni asing. Bagaimana bisa aliansi tiga sisi ini mengendalikan Suriah sendiri? Secara sentimental dan logis, mereka tidak bisa melakukan itu. Karena inilah, AS dan Rusia masing-masing mengendalikan dan melindungi beberapa kekuatan di Suriah dan untuk mencapai keseimbangan baru di kawasan ini.
Pada 14 September 2017 ini, putaran keenam perundingan damai Astana tentang masalah Suriah yang diadakan di ibukota Kazakhstan ini. AS dan Rusia juga membahas penyelesaian tren terkini dari masalah Suriah dan persiapan untuk babak baru perundingan perdamaian Jenewa mengenai Suriah. Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura juga memastikan bahwa perundingan damai Suriah putaran berikutnya akan diadakan pada bulan Oktober di Jenewa.
Misi utama pembicaraan Astana adalah untuk menyelesaikan proses perang dan diferensiasi zona perang di Suriah. Pembicaraan Jenewa terutama untuk menyelesaikan pengaturan politik pascaperang. Akan ada sejumlah besar peserta. PBB akan hadir, dan banyak negara-negara utama di dunia akan menghadiri perundingan Jenewa.
"Pusat Regional untuk Studi Strategi" Kairo mengatakan Perundingan Jenewa mengenai Suriah bahwa pecahnya jalan buntu dalam perundingan damai untuk krisis Suriah bergantung pada perubahan keseimbangan kekuasaan di kawasan tersebut, serta ketulusan dan resolusi dari masyarakat internasional, terutama Amerika Serikat dan Rusia, dalam menyelesaikan krisis Suriah, dan apakah kedua pihak tersebut dapat mencapai kesepakatan atau tidak.
Permainan intrik AS dan Rusia di Suriah telah dinormalisasi, namun AS atau Rusia tidak menginginkan perang skala besar di kawasan ini. Karena itu, sampai pada beberapa tahun terakhir dari Perang Suriah, kita bertanya bagaimana campur tangan Rusia, dan bagaimana tanggapan AS. Kita dapat melihat meskipun Suriah adalah medan perang, ini juga merupakan platform terbaik, paling terampil, peringkat tertinggi untuk kerjasama antara AS dan Rusia.
Sejak Perang Saudara Suriah berkecamuk, telah terbentuk dua kubu: satu kubu kekuatan terdiri dari kelompok-kelompok oposisi yang terdiri dari etnis dan faksi agama di Suriah dan didukung oleh Negara-negara Barat pimpinan AS, Israel, dan negara-negara Teluk, dan kubu lainnya yang dipimpin Rusia terdiri dari Iran, pemerintah Suriah, Turki dan Irak.
Gejolak ini dapat disebut sebagai "perang dunia mini" bisa jadi masuk akal.
Baru-baru ini, Kurdistan Irak telah mengadakan referendum nasional untuk kemerdekaan, menyebabkan masalah teritorial untuk Irak, Iran, Turki dan Suriah. Tampaknya meski "ISIS" dan pemerintahannya telah diberantas, gejolak di Suriah akan terus berlanjut.
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri (1, 2, 3 dan 4)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H