Pada bulan Juli tahun ini, Trump berkesempatan untuk pertamanya berbicara langsung dengan Putin sejak dia terpilih sebagai presiden AS. Pertemuan tersebut semula dijadwalkan berlangsung 30 menit, namun berlangsung lebih dari dua jam.
Setelah pertemuan ini, Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov mengatakan bahwa hasil pertemuan tersebut terutama terkait dengan kesepakatan gencatan senjata di Suriah.
Pada 9 Juki 2017, perjanjian gencatan senjata yang dicapai oleh Trump dan Putin secara resmi mulai berlaku di Suriah barat daya. Hari itu, Trump menge-tweet: "Sekarang saatnya untuk bergerak maju dalam bekerja secara konstruktif dengan Rusia!"
Putin juga memuji kesepakatan gencatan senjata tersebut sebagai "terobosan" dalam hubungan Russo-AS. Dalam keseluruhan proses menghancurkan 'ISIS,' kita harus melihat bahwa AS dan Rusia pada dasarnya bekerja sama. Mereka pada dasarnya berperang seolah sebagai saudara di parit medan perang bersama.
Mereka memiliki area tanggung jawab dan pertahanan yang berbeda, dan yang berada di bawah mereka juga berbeda dan memiliki peralatan sendiri-sendiri untuk bekerja sama. Kelompok sekutu pimpinan Rusia memiliki sekutu yang sangat kuat antar mereka dengan sekutu asing Iran, dan juga sekutu lokal pemerintah Suriah. Karena itu, AS tidak akan memiliki gagasan yang tidak realistis sehingga bisa menggulingkan pemerintah Suriah, atau menakut-nakuti Rusia. Itu tidak mungkin. Pada saat yang sama, Rusia tahu dengan sangat jelas bahwa mayoritas penduduk Suriah adalah orang Arab Sunni.
Iran adalah kekuatan asing dan kaum Syiah, pemerintah Suriah adalah pemerintah yang dikendalikan oleh kaum Syiah, dan juga yang bersatu dengan kaum Sunni, sedang Rusia adalah ras yang murni asing. Bagaimana bisa aliansi tiga sisi ini mengendalikan Suriah sendiri? Secara sentimental dan logis, mereka tidak bisa melakukan itu. Karena inilah, AS dan Rusia masing-masing mengendalikan dan melindungi beberapa kekuatan di Suriah dan untuk mencapai keseimbangan baru di kawasan ini.
Pada 14 September 2017 ini, putaran keenam perundingan damai Astana tentang masalah Suriah yang diadakan di ibukota Kazakhstan ini. AS dan Rusia juga membahas penyelesaian tren terkini dari masalah Suriah dan persiapan untuk babak baru perundingan perdamaian Jenewa mengenai Suriah. Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura juga memastikan bahwa perundingan damai Suriah putaran berikutnya akan diadakan pada bulan Oktober di Jenewa.
Misi utama pembicaraan Astana adalah untuk menyelesaikan proses perang dan diferensiasi zona perang di Suriah. Pembicaraan Jenewa terutama untuk menyelesaikan pengaturan politik pascaperang. Akan ada sejumlah besar peserta. PBB akan hadir, dan banyak negara-negara utama di dunia akan menghadiri perundingan Jenewa.
"Pusat Regional untuk Studi Strategi" Kairo mengatakan Perundingan Jenewa mengenai Suriah bahwa pecahnya jalan buntu dalam perundingan damai untuk krisis Suriah bergantung pada perubahan keseimbangan kekuasaan di kawasan tersebut, serta ketulusan dan resolusi dari masyarakat internasional, terutama Amerika Serikat dan Rusia, dalam menyelesaikan krisis Suriah, dan apakah kedua pihak tersebut dapat mencapai kesepakatan atau tidak.
Permainan intrik AS dan Rusia di Suriah telah dinormalisasi, namun AS atau Rusia tidak menginginkan perang skala besar di kawasan ini. Karena itu, sampai pada beberapa tahun terakhir dari Perang Suriah, kita bertanya bagaimana campur tangan Rusia, dan bagaimana tanggapan AS. Kita dapat melihat meskipun Suriah adalah medan perang, ini juga merupakan platform terbaik, paling terampil, peringkat tertinggi untuk kerjasama antara AS dan Rusia.
Sejak Perang Saudara Suriah berkecamuk, telah terbentuk dua kubu: satu kubu kekuatan terdiri dari kelompok-kelompok oposisi yang terdiri dari etnis dan faksi agama di Suriah dan didukung oleh Negara-negara Barat pimpinan AS, Israel, dan negara-negara Teluk, dan kubu lainnya yang dipimpin Rusia terdiri dari Iran, pemerintah Suriah, Turki dan Irak.