Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Duterte Berupaya Melepaskan Ketergantungan Filipina Terhadap AS?

11 November 2016   18:26 Diperbarui: 11 November 2016   20:25 2594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari 18-21 Oktober, President Filipina Rodrigo Duterte melakukan kunjungan kenegaraan ke Tiongkok, ini menandakan pemulihan persahabatan penuh Sino-Flilipna kearah yang normal. Kedua negara telah membuka lambaran baru yang benar dalam menangani isu-isu Laut Tiongkok Selatan dan kembali kearah dialogue bilateral dan konsultasi damai.

Dalam pidato Duterte di Tiongkok mengatakan: “Di tempat ini saya mengumumkan perpisahan saya dengan Amerika Serikat.” ("In this venue, your honors, in this venue, I announce my separation from the United States.") Pengumuman di Beijing ini memicu diskusi hangat di media Barat.

“Financial Times” Inggris, memperingatkan bahwa ini adalah penyesuaian kekuatan yang paling signifikan untuk geopolitik di Asia-Pasifik sejak berakhirnya Perang Dingin. 

Bloomberg Press, AS, mengatakan: “Filipina telah menghancurkan strategi Obama untuk kembali ke kawasan Asia-Pasifik.”

“Yumiuri Shimbun” Jepang, mengatakan: “Duterte benar-benar tidak boleh menjadikan keputusan tribual menjadi ‘kertas sampah’.”

Barack Obama pernah mengatakan bahwa tidak boleh ada kekuatan besar yang mengertak kekuatan kecil, dan hal ini merujuk ke Tiongkok mengintimidasi Filipina. Namun kini Filipina menyatakan tidak bekerjasama dengan AS, dan mengatakan tidak ada intimidasi yang terjadi, yang berkeingin berbicara dengan Tiongkok. Jadi pernyataan Obama ini sudah tidak efektif lagi .

Dan hal ini menyentuh pada berbagai operasi AS di Laut Tiongkok Selatan. Karena jika Filipina meninggalkan AS, dimanakah dasar hukumnya bagi AS untuk melakukan misi militer ini?

“Manila Bulletin” Filipina berkomentar, Washington telah dijewer kupingnya dan mencoba memastikan apakah Duterte benar-benar akan meninggalkan AS atau hanya marah terhadap AS.

Sebelum mengunjungi Tiongkok, Duterte mengemukakan gambarannya atas akan kunjungannya ke Tiongkok dengan mengatakan : “Nah, dalam satu kata. Saya akan mengatakan ini adalah saat yang menentukan.”

Pengamat melihat peristiwa ini sebagai suatu keberhasilan atau kegagalan dari kunjungannya ke Tiongkok mempengarhui keberhasilan atau kegagalan penyesuaian kebijakan luar negeri Filipina.

Duterte mengatakan:  “Jika ini seperti apa yang dikatakan kalian untuk memutuskan hubungan diplomatik. Saya katakan  tidak akan melakukan itu.”

Pengamat melihat bahwa ini mungkin saat yang menentukan bagi Duterte, dan ini juga saat yang sangat sulit bagi dia. Tampaknya Duterte berusaha untuk memimpin Filipina untuk menuju zaman baru melalui jalur yang tidak biasa, tapi praktis, meskipun masih harus di verifikasi dari waktu ke waktu, interaksi antara Filipian dan Tiongkok, dan Filipina dan AS benar-benar telah berubah secara drastis.

Apa Alasan Dari Perubahan Ini?
Menlu Flipina – Perfector Yasay mengatakan: “Sejak Filipina merdeka pada tahun 1946 dan membebsakan diri menjadi koloni AS, AS telah lama menggunakan rantai dan bandul yang tak terlihat untuk mengontrol kami, dan menganggap kami sebagai adik yang berkulit coklat yang tidak mampu untuk mencapai kemerdekaan sejati dan kebebasan, dan hanya bisa mengandalkan dan menggantungkan kepada AS.”

Duterte mengatakan : “Saya bukan penggemar Amerika dalam arti bahwa tidak ada yang sharing sentimen saya kepada rakyat Filipina. Dari pertama hingga akhir. Rakyat Filipina adalah nomor satu bagi saya.”

Beberapa bulan sebelum pemilihan presiden Filipina, Dubes AS untuk Filipina secara rahasia mendukung kandidat yang didukung Benigno Aquino III, dan mengundang beberapa kandidat untuk datang ke Kedubes AS untuk berdiskusi. Duterte menolak untuk pergi, dan secara terbuka mengatakan: “Saya seorang kandidat untuk menjadi presiden Filipina. Mengapa saya harus pergi ke Anda dan bukan Anda yang datang ke saya?”

Kenyataan semua kandidat calon presiden Filipina pergi ke Kedubes AS kecuali Duterte, untuk diskusi, mereka minum teh dan mendapat kuliah. Pengamat luar menjadi heran, tidak bisa membayangkan Kedubes AS di Filipina bisa melakukan hal ini, tidak ada Kedubes negara lain yang memiliki kekuatan seperti ini.

Setelah Dutete terpilih sebagai presiden, ia mengambil langkah-langkah politik keras dalam memberantas narkoba, tapi Obama dan politisi serta perwakilan AS lainnya secara terbuka menguntuk Duterte melanggar HAM. Hal ini menyebabkan Duterte kesal.

Duterte menganggap mereka jelas ikut campur dalam politik domestiknya. Pengamat ada yang mengumpamakan masalah ini seperti dia anggap kamarnya kotor dan akan dibersihkan, tapi ingin membersihkan kamarnya menurut caranya sendiri. Namun mereka mengatakan bahwa tidak boleh menggunakan sapu harus dengan menggunakan penyedot debu, sedang dia tidak mempunyai alat penyedot debu, hanya bisa menggunakan sapu atau menganggap sapu lebih efektif.

Tetapi ketidak puasan Duterte terhadap AS kejadiannya bukanlah terjadi hanya semalam. Menurut “Manila Bulletin” ketika Duterte sebagai walikota Davao, karena CIA-AS mengambil seorang pesakitan/tersangka orang Amerika yang melakukan pengeboman pada 2002, ditarik ke AS. Sejak itu timbul kebencian  mendalam pada dirinya terhadap CIA dan AS.

Dia menolak untuk memberi izin militer AS menggunakan bandara inernasional Davao dan melarang membangun pangkalan peluncuran pesawat drone AS.

Pada 30 Desember 2015, Duterte mengatakan bahwa dia telah memperoleh info intelijen ada beberapa Filipino-Amerika berencana menggulingkan pemerintah Filipina pada bulan Januari 2017, dan juga ada orang-orang yang berrencana membunuh dia. Duterte mengatakan : “Situasi saat ini ada laporan analisis dari intelijen menunjukkan bahwa CIA berencana untuk membunuh saya.”

Pada 22 Oktober, mantan Presiden Filipina Joseph Estrada mengatakan bahwa AS berada di balik pemecatan paksa dirinya sebagai presiden, ia khawatir AS akan berusaha untuk melakukan kembali rencana itu (terhadap Duterte) kini.

Saat ini, Pasukan Khusus AS ada 107 tentara yang ditempatkan di Filipina Selatan yang ditugaskan mengumpulkan informasi dan koordinasi untuk serangan pesawat tak berawak terhadap militan anti-pemerintah (Filipina).

Duterte menyerukan : Pasukan Khusus AS harus pergi, mereka harus meninggalkan Mindanao.

Duterte menuntut penarikan pasukan khusus ini adalah untuk menghindari mereka menjadi target dari para militant Abu Syyaf dan menyebabkan eskalasi konflik nasionalis.

Ini tampaknya sebuah penyesuaian kebijakan militer, namun sebenarnya bukan demikian, karena jika Pasukan Khusus Amerika tetap mempertahankan kehadirannya dalam jangka panjang di Filipina, dikhawatirkan akan menimbulkan ancaman bagi kelangsungan hidup pemerintahan Duterte.

Karena peronil militer AS ini bisa saja suatu ketika berkomunikasi/berkomplot dengan militer Filipina untuk melakukan rencana atau bertindak sebagai pemimpin dalam perencanaan kudeta militer, hal ini kemungkinannya cukup tinggi. Jadi Duterte membuat pertimbangan pertama tentang kelangsungan hidup politiknya.

Hal ini patut dimengerti dengan pasukan AS yang memililki pengaruh mendalam pada Filipina bahkan seperti negara bagian ke-51 AS, sistem hukum untuk struktur politiknya dan banyak bentuknya menggunakan model AS. Selain itu kantor pusat dan markas AS dan Jepang untuk Asian Deveopment Bank (Bank Pembangunan Asia) didirikan di Manila, ibukota Filipina, tetapi kenyataannya isu pembangunan ekonomi Filipina tidak coba dibantu dan diselesaikan mereka.

Seperti kita ketahui pada medio tahun 1950 dan 1960an ekonomi Filipina dalam kedaan baik, industrialisasi dalam tingkat yang besar, tapi itu selanjutnya tidak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, hal ini terkait dengan digunakannya model Amerika, namun tidak bisa beroperasi dan berkembang seperti yang terjadi di AS. Secara politis, dengan mengikuti cara model Amerika justru timbul korupsi, saling melakukan pelarangan dan pembatasan serta efisiensi yang kecil. Bahkan tidak efektif dalam memecahkan masalah militant yang sering melakukan penyanderaan. Jadi faktor ini yang menyebabkan Filipina tidak mencapai pertumbuhan yang sesungguhnya.

Dari sini bisa terlihat pengaruh AS yang besar di Filipina seharusnya bisa memungkinkan untuk membantu Filipina menjadi modern, namun pada kenyataannya justru mnghambat Filipina menuju modernisasi.

Saat ini nilai tukar mata uang Filipina - Peso berada dalam keadaan sangat rendah. Banyak dana asing dari pasar modal Filipina lari keluar, tingkat pengangguran dan kiriminalitas yang tinggi, terorisme domestik, semua masalah serius ini harus dihadapi negara ini.

Selama bertahun-tahun pada rezim Aquino III( 6 tahun) hubungan dengan AS dan Jepang, dua negara ini tidak pernah menawarkan bantuan apapun untuk pengembangan ekonomi Filipina, Dan ‘alutsista” yang diberikan kepada Filipina oleh AS dan Jepang hanya berupa kapal yang selayaknya sudah pensiun, dan ini tampaknya alutsista ini diberikan hanya untuk mendorong Filipina menentang Tiongkok.

Mereka (AS & Jepang) sama sekali tidak memberikan bantuan untuk pembangunan ekonomi Filipina, tapi kenyataannya justru membuat mundur Filipina.

Menyadari kenyataan ini, Duterte dalam konferensi pers mengatakan : “Dalam enam tahun mendatang, saya akan terbenam dalam pekerjaan saya. Jangan menilai saya berdasarkan laporan nilai-harian, nilailah saya setelah masa jabatan saya berakhir. Jika saya gagal dalam kinerja saya, eksekusi saya.”

Duterte tampaknya menyadari jika Filipina ingin mengembangkan ekonomi seharusnya melihat sekeliling tetangganya, tidak bisa mengandalkan Jepang dan AS. Dengan pertimbangan ini maka dia coba menghangatkan kembali hubungannya dengan Tiongkok, dengan harapan bisa mendapat bantuan ekonomi dari Tiongkok dalam menumbuhkan ekonominya.

Keterikatan Filipina Dengan AS
Pada tahun 1951, Filipina menandatangani “Mutual  Defense Treaty” (Perjanjian Pertahanan Bersama) dengan AS, secara resmi menjadi sekutu AS. Namun setelah berjalan lebih 60 tahun, kekuatan militer Filipina masih menjadi salah satu yang terlemah dari semua negara ASEAN.

Menurut “Global Firepower” yang dirilis bulan Maret tahun ini, Filipina memiliki 45 tank ringan, 778 kendaraan lapis baja dari beberapa jenis termasuk yang “canggih” M113 (APC/Armor fully track personnel carriers), V150 kendaraan lapis baja yang berupa alutsista militer yang digunakan sekitar tahun 1960an.

Artileri tarik juga terutama terdiri dari bekas peralatan P.D. II. Angkatan udara hanya memiliki 8 pesawat fixed wing, 22 pesawat latih dan 91 helikopter. Militer Filipina saat ini tidak memiliki apapun jet tempur dan pesawat bertenaga jet.

Kapal perang utama Filipina, BRP Rajah Humahon diluncurkan di AS pada tahun 1943 dan kemudian dipindahkan ke Angkatan Laut Bela Diri Jepang setelah P.D. II, sebelum pensiun pada tahun 1975. Tiga tahun kemudian dipindahkan ke Filipina . Kini kapal yang “paling kuat” dimiliki AL Filipina Hamilton-class cutter yang berasal dari kapal Coast Guard  yang seharusnya sudah pensiun hampir 50 tahun lalu.

Alasan spesifik mengapa industri Filipina begitu lemah, ini disebabkan hasil dari begitu panjangnya AS mengatur disana. Sehingga AS tidak pernah mendorong Filipina untuk memiliki peralatan militer canggih. Filipina saat ini masih menjadi satu-satunya negara sekitar Laut Tiongkok Selatan yang tidak memiliki rudal. AL,AU dan AD Filipina juga tidak memiliki rudal.

Menhan Filipina Delfin Lorenzana mengungkapkan pada 7 Oktober lalu, angaran pertahanan Filipina untuk tahun 2016 hanya 2,835 milyar USD. Setiap tahun AS memberi 50 hingga 100 juta USD, dan yang 30 juta USD dipakai untuk latihan militer bersama,

Suatu ketika dalam pidatonya Duterte mengatakan : “Kita tidak akan bersama lagi pada setiap ekspedisi berpatroli di laut. Saya tidak akan membiarkan hal itu, karena saya tidak ingin negara saya untuk terlibat dalam tindakan yang menimbulkan permusuhan.”

Secara keseluruhan kebijakan luar negeri Filipina membutuhkan banyak hal, tetapi isu-isu Laut Tiongkok Selatan jelas tidak menjadi prioritas utama.

Duterte berulang kali mengatakan ingin mengakhiri latihan militer bersama AS-Filipina, tetapi pada saat yang sama ia telah menekankan bahwa ia tidak akan membatalkan atau mencabut perjanjian aliansi militer AS-Filipina. Karena jika perjanjian aliansi ini berubah, sesuatu yang besar akan terjadi di antara mereka.

Jadi efek apa yang akan terjadi terhadap aliansi AS-Filipina dan strategi AS di Asia Pasifik? Dengan Duterte akan memperbaiki hubungannya dengan Tiongkok.

Pada 24 Oktober lalu, Asisten Menlu AS untuk Urursan Asia Timur dan Pasifik, Daniel Russel bergegas ke Filipina. Daniel Russel memberi pernyataan: “Untuk bagian kita, AS tetap stabil, dan saya harap mitra terpercaya, sekutu yang kuat. Kami siap untuk menghormati komitmen kami. Kami berpegang dengan hukum internasional. Dan kami tetap berdiri bersama dengan Filipina.”

Duterte memberi pernyataan: “Tidak ada yang tertarik dengan perang lagi. Jika AS ingin pergi perang jangan membawa kita (Filipina) didalamnya.”

Yang dimaksud Duterte dengan perang mengacu pada rencana AS untuk berinvestasi besar-besaran 60% kekuatan militernya untuk mempersiapkan perang dalam strateginya menyeimbangkan Asia-Pasifik.

Pada 29 September lalu, Menhan AS, Ashton Carter dengan resmi mengumumkan selama melakukan inspeksi di atas kapal induk bertenaga nuklir USS Carl Vinson di Pangkalan AL-AS San Diego, mengatakan strategi AS untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik telah memasuki tahap ketiga. Pada tahap ketiga dalam menyeimbangkan Asia-Pasifik tersebut, kita akan lebih memperkuat kemajuan kita dalam tahap pertama dan kedua, serta membangun diatasnya. Pertama dengan terus meningkatkan kualitatif dan berinvestasi dalam postur pertahanan regional kita (AS) dan investasi strategis. AS akan terus mempertajam ujung tombak militer kita (AS), sehingga militer kita akan terus tetap paling unggul di kawasan tersebut.

Implementasi strategi untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik, memiliki pertimbangan strategis yang komprehensif. Tujuan utamanya adalah memanfaatkan masalah keamanan untuk menciptakan keamanan untuk membentuk celah dalam hubungan ekonomi antara Tiongkok dan negara-negara tetangganya. Tujuan utamanya untuk menunda sesaat atau menghambat laju PDB Tiongkok yang akan melampaui AS.

Selama Perang Dingin, AS telah membentuk lima aliansi militer bilateral di kawasan Asia-Pasifik : aliansi AS-Jepang ; aliansi AS-Korsel; aliansi AS-Thailand; aliansi AS-Australia dan alainsi AS-Filipina.

Kondisi dan sifat dari alainsi ini seperti ikan besar dan ikan teri. Dapat dikatakan baik Eropa, Jepang dan Korsel tidak akan berani menolak dan menyatakan keberatannya. Negara-negara aliansi ini mana berani mereka mengatakan bahwa mereka setara dengan AS?  Bahkan berpikir kearah itu saja tidak akan berani.

Setelah pemerintahan Obama mengusulkan kembali ke Asia-Pasifik pada tahun 2009, lima aliansi utama ini bertindak sebagai pilar dalam strategi geopolitik AS di kawasan Asia-Pasifik.

Ada isu THAAD yang ditempatkan di Korsel, dan ada juga isu Kepulauan Diaoyu, serta Laut Tiongkok Selatan, ini semua masalah yang dibuat AS. Tampaknya AS secara aktif menciptakan masalah, sebenarnya masalah ini tidak dengan tiba-tiba terjadi tanpa sepengetahuan AS, kemudian AS menanggapinya. Dari awal masalah ini telah diawasi oleh AS, dan secara bertahap berkembang. Dapat dikatakan dari ini tujuan strategi AS sangat jelas bisa dilihat.

Dalam rangka agar bisa memberi alasan kemanusiaan bagi AS untuk strategi menyeimbangkan Asia-Pasifik, Menhan AS, Ashton Carter sekali lagi mengusulkan memperluas grup keamanan di kawasan yang berpusat di sekitar aliansi militer AS, dalam apa yang disebut “prinsip mendasar” untuk ketertiban Asia. Pengamat melihat ini sebenarnya tujuannya untuk mengengkang Tiongkok dari apa yang AS sebutkan “prinsip.”

Saat ini, AS masih belum menghilangkan cara berpikir Perang Dingin yang sudah lewat. Pada kenyataannya, sebagian think tank Barat, pejabat dan intelektual AS belum bebas dari pikiran Perang Dingin yang sudah berakhir.

Pemikiran Perang Dingin mengukur segala hal berdasarkan pada kepentingan AS, dan membagi dunia dalam kamp-kamp berdasarkan nilai Barat. Apapun yang menyangkut kepentingan mereka membuat kelompok mereka sebagai sekutu, dan yang bukan sekutu, maka mereka ini adalah musuh. Jadi demikian mereka melihat negara-negara yang tidak menyetujui nilai-nilai mereka sebagai musuh dan lawan, dalam hal ini termasuk Tiongkok yang utama.

Negara Filipina berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan, dan terletak diantara pangkalan militer AS yang dimilikinya di Samudra Pasifik Barat---Guam, Jepang dan Korsel serta pangkalan AS di Pasifik Selatan--di Australia.

Pemerintahan Obama memandangnya sebagai lokasi penting bagi strategi untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik. Begitu mantan Presiden Aquino III menjabat pada tahun 2004, AS dan Filipina menandatangani “Enhanced Defense Cooperation Agreement” (EDCA). Yang memungkinkan AS  untuk menggunakan pangkalan militer untuk menyebarkan/mengerahkan kapal perang, pesawat, senjata dan personil militer , dan melaksanakan garnisun atau memarkaskan dan merotasi militer besar-besaran. Kedua nagara juga mencapai kesepakatan yang memungkinkan AS untuk menyimpan alutsista dan  perlatan militer di lima pangkalan udara di Fiipina.

Sehingga ada seorang mantan pejabat Filipina yang bercanda berkomentar: “Dalam hal ini bahkan sulit bagi pejabat Filipina untuk melihat pangkalan militer AS disini. Apa yang akan terjadi jika mereka menyimpan senjata nuklir disini?”

Jadi dalam proses ini antara AS dan Filipina, Filipina awalnya bersedia menjadi salah satu bidak catur, sehingga AS menggunakan Filipina sebagai pion. Maka ketika diminta untuk pergi ke Den Haag mengajukan tribunal arbitrase terhadap Tiongkok tetap dituruti, meskipun harus menghabiskan anggaran belanja negaranya sebanyak 1/2000, demikian juga ketika diminta untuk berpatroli maritim bersama AS di Laut Tiongkok Selatan dengan menggunakan sebagian anggaran militernya, juga tetap dilakukan.

Apapun yang diminta AS untuk dilakukan Filipina tetap dilakukan. Namun Sekarang dengan pemerintahan Duterte, Filipina mencoba berbuat memperhitungkan untung rugi bagi dirinya.

Menurut Filipina-AS “Visiting Forces Agreement,” tentara AS yang melanggar hukum di Filipina harus diserahkan kepada AS untuk ditangani, tetapi setelah mereka kembali ke tangan AS, sering kali dibebaskan dari tindakan kejahatan mereka.

YouTube
YouTube
Harry Roque, profesor Hukum dari Universitas Filipina mengatakan : “well. Para prajurit AS dapat melakukan pembunuhan dan perkosaan, dan mereka tidak akan dihukum karena mereka tentara AS, Itulah sebabnya orang Filipina seperti saya ini sangat marah. Karena walaupun kita adalah negara merdeka, tapi Amerika memperlakukan kita sebagai warga negara kelas dua.” 

Duterte berkata: “Saya tidak bermaksud untuk mencari perhatian atau memperburuk aliansi militer, tapi saya minta Anda (AS), apakah Anda benar-benar berpikir apakah kita butuh itu?”  

Pada 7 oktober 2016, Filipipina-AS melakukan latihan militer bersama tahunan “PHIBLEX”  pendaratan amphibi di Pulau Palawan, dekat Laut Tiongkok Selatan, Sekali lagi membuat pernyataan yang membuat gelombang.

Duterte menyatakan: “Saya mengatakan kepada Menteri Pertahanan, tidak perlu membuat persiapan untuk tahun depan. Saya tidak mau lagi. Saya akan atur membuat kebijakan luar negeri yang indpenden.”

AS dan Filipina  masing-masing memegang total 28 kali latihan militer per tahun. Ketika latihan berakhir, militer AS membawa kembali alusista kuat dan berteknologi tingginya lagi.

Untuk yang berkaitan dengan ini, Duterte mengatakan; “AS adalah pihak yang menerima manfaat dari latihan-latihan militer bersama. Mereka mendapatkan banyak (pengalaman) dalam latihan ini, tapi kami tidak mendapatkan apa-apa.”

Saat Duterte memberi sinyal akan berpisah dengan AS pada awal Agustus lalu, PM Singapura,  Lee Hsien Loong menjadi pemimpin pertama dari negara ASEAN yang memperoleh sambutan hangat dari Obama di Gedung Putih. Obama menyebutkan selain Singpura juga Jepang dan Australia.

Dalam strategi Obama untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik, Laut Tiongkok Selatan telah menjadi kawasan yang AS paling banyak menginvestasikan pasukan dan kekuatan, dan yang pailing mejadi ramai dan gaduh.

Filipina merupakan satu-satunya pegangan AS untuk menciptakan kasus arbitrase Laut Tiongkok Selatan. Dan kini mengapa Filipina mengambil inisiatif untuk memperbaiki hubungan dengan Tiongkok?

Pada 20 Okotober lalu, Presiden Tiongkok, Xi Jinping mengatakan kepada Duterte, Tiongkok dan Filipina adalah tetangga yang terpisah dengan laut, rakyat mereka adalah saudara kandung sedarah.  Xi juga menunjukkan selama segala sesuatu yang bermanfaat bagi persahabatan kedua rakyat Filipina dan Tiongkok tidak perlu harus ditinggalkan.

Duterte dalam sambutannya juga mengatakan: “Meskipun hampir musim dingin di Beijing, tapi kini bak musim semi yang hangat untuk hubungan negara kita.”

Semua orang sudah melihat pemerintah Tiongkok selalu menganjurkan untuk berkonsultasi damai bilatral untuk menyelesaikan sengketa, dan hubungan Sino-Filipina dari bermusuhan menjadi persahabatan.

Duterte lebih lanjut dalam suatu wawancara mengatakan : “Ada satu yang sebenarnya akan saya katakan bahwa satu-satunya harapan Filipina dalam bidang ekonomi, terus terang kepada kamu, adalah Tiongkok.”

Tidak hanya Flipina menerima kebaikan dan ketulusan Tiongkok, kedua negara juga menandatangani 13 dokumen kerjasama bilateral disektor perdagangan, investasi, manufaktur, pertanian, pariwisata, larangan untuk obat-obatan, keuangan, patroli pantai (coast guard0 dan pembangunan infrastruktur.

“Philippine Daily Inquier” menuliskan  bahwa dokumen yang paling menarik perhatian adalah dibentuknya komisi penjaga pantai bersama. Ini merupakan kerjasama yang diperluas di perairan yang disengketakan kedua negara.

Menurut beberapa analis dan pengamat ada yang mengemukakan, Duterte tentu harus memilih beberapa kebijakan luar negeri dan konsep kebijakan luar negeri Tiongkok, dan juga termasuk semacam usulan strategis yang bermanfaat bagi Filipina dan manfaat dari strategi AS untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik , jadi jelas Duterte perlu memilih.

Jadi pada kunjungan Presiden Duterte ke Tiongkok sangat jelas bahwa Filipina sangat aktif akan mengambil bagian “Belt and Road” Inisiatif, dan bahkan dengan proaktif mengatakan untuk mempertimbangkan proyek mereka dengan menggunakan AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank).

Pengamat melihat ini merupakan faktor eksternal yang mendorong Filipina untuk menyesuaikan kebijakan luar negerinya, dan itu adalah faktor yang paling kuat. Sehingga dalam membandingkan strategi Tiongkok dan strategi AS, Filipina diharus untuk membuat pilihan yang tepat.

Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia telah memimpin dunia dalam melawan hegemoni AS. Setelah itu di-ikui oleh Turki, Arab Saudi, Thailand dan beberapa sekutu tradisonal AS di Uni Eropa secara bertahap menjauhkan diri dari AS.

Filipina yang sudah lama berada dibawah kendali AS, juga mulai mempertimbangkan untuk independen, otonomi dalam strtegi pembanguan nasionalnya.

Duterte dalam satu pidatonya mengatakan: “Kita akan kembali sekarang untuk hubungan dengan negara-negara lain, selama ini kita selalu terikat (AS), bahkan dalam alutsista terikat kepada AS. Kita tidak boleh terlalu dibatasi untuk mengikuti perintah nagara lain.”

Menurut laporan “Bloomber Press” pada 13 September lalu, Duterte selama pidato di TV kepada pejabat militer Filipina mengatakan bahwa ia mempertimbangkan untuk membeli senjata dari Tiongkok dan Rsuia, dan Dubes Rusia untuk Filipina segera membuat respon memalui media dengan mengatakan: “Mulailah membuat daftar belanja Anda. Rusia sangat bersedia dan senang untuk bernegosiasi dengan Anda untuk apa pun yang Anda butuhkan untuk bantuan.”

Akhir-kahir ini, semua orang mengetahui bahwa Duterte telah mulai mengembangkan kebijakan luar negeri yang komprehensif dan seimbang.

Sebelum Duterte mengunjungi Tiongkok, ia pertama mengunjungi Vietnam untuk mempelajari tentang situasi Laut Tiongkok Selatan, mengunjungi Indoensia dan setelah mengunjungi Tiongkok, berikutnya mengunjungi Jepang. Dia menyerukan penghentian latihan militer AS-Filipina dan juga mengumumkan bahwa dia tidak akan meninggalkan aliansi militer AS-Filipina.

Sikap Filipina tersebut diatas yang menunjukkan independensi dan otonomi negara atas kebijakan pembangunan dalam negeri mereka jelas mendapat sambutan baik dari Tiongkok dan dari negara-negara ASEAN dan negara-nagara merdeka lainnya, terutama yang mengakui Dasa Sila  Bandung dari konferensi Asia-Afrika. Tapi ini akan sangat berbeda dengan sikap AS dan negara-negara Barat maju lainnya terhadap negara-negara berkembang.

Kembali pada September tahun 2010 suatu ketika Presiden Barack Obama pernah berujar menyebut dirinya “Presiden Pasifik” pada Pertemuan AS-ASEAN, ia sungguh-sungguh mengumumkan kepada dunia “resolusi AS untuk memainkan peran utama di Asia.”

Pernah suatu ketika seorang pengamat dalam dialogue informal dengan seorang diplomat senior Amerika tentang kebijakan luar negeri AS, dia katakan bisa meringkas dalam dua kata Leadership/Kepemimpinan dan Partnership/Kemitraan. Sedang jika melihat pada perkembangan global sekarang seharusnya kebijakan luar negeri suatu negara sebaiknya adalah Kemandirian dan Saling Ketergantungan (Independence & Interdependence) sejalan dengan semangat G20 akhir-akhir ini.

Karena bagaimanapun Kepemimpinan dan Kemitraan bisa menjadi proposisi yang salah, yang pada ujungnya kepimpinan menjadi proposisi nyata, sedang Kemitraannya dibangun pada prasyarat Kepemimpinan. Mereka memiliki kepemimpinan, dan menjadi pemimpin antara pasangan mereka, sementara sisanya menyerahkan kepada si pemimpin. Jadi menurut logika AS mereka yang harus jadi pemimpin.

Lain lagi jika Interdependence/Ketergantungan dan Autonomous/Otonomi, Ketergantungan bermakna saling ketergantungan yang berarti dunia berada dibawah kerangka globalisasi, jika kepentingan salah satu pihak rusak maka kepentingan yang lain juga akan rusak. Jadi perlu ditekankan kesetaraan dalam kebijakan luar negeri. Jadi tidak perlu harus bersekutu dengan negara mana pun, sehingga bisa setara dengan negara mana pun.

Pada bulan April 2016, situs  “National Interest” terbitan dua bulanan di AS tulisan “China vs America in Asia” oleh Hugh White seorang profesor di the Strategic and Defense Studies Center of Australia National University, yang menyatakan : “Tiongkok tidak lagi menerima kepemimpinan Amerika sebagai dasar dari tantanan strategis regional, melainkan mencari ‘model baru hubungan kekuatan besar’ dan itu menjadi bobot stretegis baru, dan kita harus memperhatikan dan mempertimbangkan ini dengan serius.”

Di Timteng kawasan strategis yang tidak stabil ini, kekuatan Rusia telah dengan cepat pulih dan pengaruhnya tumbuh setiap hari, bahkan telah melampaui AS dalam beberapa aspek. Demikian juga di Eropa setelah AS melompat ke Asia-Pasifik. Kita akan bertanya bagaimana AS harus menanggapi tantangan dari Rusia di front Atlantik?

Secara keseluruhan, fokus strategi global AS di Asia-Pasifik, sebagian analis memperkirakan ini hanya akan menjadi mission impossible atau misi mustahil bagi AS.

Kunjungan Presiden Rodrigo Duterte ke Tiongkok akan menjadi saat yang menentukan, jika hubungan Sino-Filipina kembali ke jalur yang benar, dan mandiri dalam memutuskan masalah nasionalnya. Maka keputusan ini akan memiliki makna yang luar biasa.

“Deutsche Welle” jerman menuliskan, masalah Duterte yang paling tahu adalah orang Filipina sendiri yang ingin memperoleh apa dan mengembangkan hubungan Sino-Filipina : itu satu jawaban mengapa Duterte ingin berpisah dengan AS.

Bagi AS untuk menjawab hal ini yang menjadi hal yang paling harus diperhatikan dan dipikirkan....

Sucahya Tjoa
06 Nopember 2016
Sumber : Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun