Menyadari kenyataan ini, Duterte dalam konferensi pers mengatakan : “Dalam enam tahun mendatang, saya akan terbenam dalam pekerjaan saya. Jangan menilai saya berdasarkan laporan nilai-harian, nilailah saya setelah masa jabatan saya berakhir. Jika saya gagal dalam kinerja saya, eksekusi saya.”
Duterte tampaknya menyadari jika Filipina ingin mengembangkan ekonomi seharusnya melihat sekeliling tetangganya, tidak bisa mengandalkan Jepang dan AS. Dengan pertimbangan ini maka dia coba menghangatkan kembali hubungannya dengan Tiongkok, dengan harapan bisa mendapat bantuan ekonomi dari Tiongkok dalam menumbuhkan ekonominya.
Keterikatan Filipina Dengan AS
Pada tahun 1951, Filipina menandatangani “Mutual Defense Treaty” (Perjanjian Pertahanan Bersama) dengan AS, secara resmi menjadi sekutu AS. Namun setelah berjalan lebih 60 tahun, kekuatan militer Filipina masih menjadi salah satu yang terlemah dari semua negara ASEAN.
Menurut “Global Firepower” yang dirilis bulan Maret tahun ini, Filipina memiliki 45 tank ringan, 778 kendaraan lapis baja dari beberapa jenis termasuk yang “canggih” M113 (APC/Armor fully track personnel carriers), V150 kendaraan lapis baja yang berupa alutsista militer yang digunakan sekitar tahun 1960an.
Artileri tarik juga terutama terdiri dari bekas peralatan P.D. II. Angkatan udara hanya memiliki 8 pesawat fixed wing, 22 pesawat latih dan 91 helikopter. Militer Filipina saat ini tidak memiliki apapun jet tempur dan pesawat bertenaga jet.
Kapal perang utama Filipina, BRP Rajah Humahon diluncurkan di AS pada tahun 1943 dan kemudian dipindahkan ke Angkatan Laut Bela Diri Jepang setelah P.D. II, sebelum pensiun pada tahun 1975. Tiga tahun kemudian dipindahkan ke Filipina . Kini kapal yang “paling kuat” dimiliki AL Filipina Hamilton-class cutter yang berasal dari kapal Coast Guard yang seharusnya sudah pensiun hampir 50 tahun lalu.
Alasan spesifik mengapa industri Filipina begitu lemah, ini disebabkan hasil dari begitu panjangnya AS mengatur disana. Sehingga AS tidak pernah mendorong Filipina untuk memiliki peralatan militer canggih. Filipina saat ini masih menjadi satu-satunya negara sekitar Laut Tiongkok Selatan yang tidak memiliki rudal. AL,AU dan AD Filipina juga tidak memiliki rudal.
Menhan Filipina Delfin Lorenzana mengungkapkan pada 7 Oktober lalu, angaran pertahanan Filipina untuk tahun 2016 hanya 2,835 milyar USD. Setiap tahun AS memberi 50 hingga 100 juta USD, dan yang 30 juta USD dipakai untuk latihan militer bersama,
Suatu ketika dalam pidatonya Duterte mengatakan : “Kita tidak akan bersama lagi pada setiap ekspedisi berpatroli di laut. Saya tidak akan membiarkan hal itu, karena saya tidak ingin negara saya untuk terlibat dalam tindakan yang menimbulkan permusuhan.”
Secara keseluruhan kebijakan luar negeri Filipina membutuhkan banyak hal, tetapi isu-isu Laut Tiongkok Selatan jelas tidak menjadi prioritas utama.
Duterte berulang kali mengatakan ingin mengakhiri latihan militer bersama AS-Filipina, tetapi pada saat yang sama ia telah menekankan bahwa ia tidak akan membatalkan atau mencabut perjanjian aliansi militer AS-Filipina. Karena jika perjanjian aliansi ini berubah, sesuatu yang besar akan terjadi di antara mereka.