Kembali pada September tahun 2010 suatu ketika Presiden Barack Obama pernah berujar menyebut dirinya “Presiden Pasifik” pada Pertemuan AS-ASEAN, ia sungguh-sungguh mengumumkan kepada dunia “resolusi AS untuk memainkan peran utama di Asia.”
Pernah suatu ketika seorang pengamat dalam dialogue informal dengan seorang diplomat senior Amerika tentang kebijakan luar negeri AS, dia katakan bisa meringkas dalam dua kata Leadership/Kepemimpinan dan Partnership/Kemitraan. Sedang jika melihat pada perkembangan global sekarang seharusnya kebijakan luar negeri suatu negara sebaiknya adalah Kemandirian dan Saling Ketergantungan (Independence & Interdependence) sejalan dengan semangat G20 akhir-akhir ini.
Karena bagaimanapun Kepemimpinan dan Kemitraan bisa menjadi proposisi yang salah, yang pada ujungnya kepimpinan menjadi proposisi nyata, sedang Kemitraannya dibangun pada prasyarat Kepemimpinan. Mereka memiliki kepemimpinan, dan menjadi pemimpin antara pasangan mereka, sementara sisanya menyerahkan kepada si pemimpin. Jadi menurut logika AS mereka yang harus jadi pemimpin.
Lain lagi jika Interdependence/Ketergantungan dan Autonomous/Otonomi, Ketergantungan bermakna saling ketergantungan yang berarti dunia berada dibawah kerangka globalisasi, jika kepentingan salah satu pihak rusak maka kepentingan yang lain juga akan rusak. Jadi perlu ditekankan kesetaraan dalam kebijakan luar negeri. Jadi tidak perlu harus bersekutu dengan negara mana pun, sehingga bisa setara dengan negara mana pun.
Pada bulan April 2016, situs “National Interest” terbitan dua bulanan di AS tulisan “China vs America in Asia” oleh Hugh White seorang profesor di the Strategic and Defense Studies Center of Australia National University, yang menyatakan : “Tiongkok tidak lagi menerima kepemimpinan Amerika sebagai dasar dari tantanan strategis regional, melainkan mencari ‘model baru hubungan kekuatan besar’ dan itu menjadi bobot stretegis baru, dan kita harus memperhatikan dan mempertimbangkan ini dengan serius.”
Di Timteng kawasan strategis yang tidak stabil ini, kekuatan Rusia telah dengan cepat pulih dan pengaruhnya tumbuh setiap hari, bahkan telah melampaui AS dalam beberapa aspek. Demikian juga di Eropa setelah AS melompat ke Asia-Pasifik. Kita akan bertanya bagaimana AS harus menanggapi tantangan dari Rusia di front Atlantik?
Secara keseluruhan, fokus strategi global AS di Asia-Pasifik, sebagian analis memperkirakan ini hanya akan menjadi mission impossible atau misi mustahil bagi AS.
Kunjungan Presiden Rodrigo Duterte ke Tiongkok akan menjadi saat yang menentukan, jika hubungan Sino-Filipina kembali ke jalur yang benar, dan mandiri dalam memutuskan masalah nasionalnya. Maka keputusan ini akan memiliki makna yang luar biasa.
“Deutsche Welle” jerman menuliskan, masalah Duterte yang paling tahu adalah orang Filipina sendiri yang ingin memperoleh apa dan mengembangkan hubungan Sino-Filipina : itu satu jawaban mengapa Duterte ingin berpisah dengan AS.
Bagi AS untuk menjawab hal ini yang menjadi hal yang paling harus diperhatikan dan dipikirkan....
Sucahya Tjoa
06 Nopember 2016
Sumber : Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri