Jadi efek apa yang akan terjadi terhadap aliansi AS-Filipina dan strategi AS di Asia Pasifik? Dengan Duterte akan memperbaiki hubungannya dengan Tiongkok.
Pada 24 Oktober lalu, Asisten Menlu AS untuk Urursan Asia Timur dan Pasifik, Daniel Russel bergegas ke Filipina. Daniel Russel memberi pernyataan: “Untuk bagian kita, AS tetap stabil, dan saya harap mitra terpercaya, sekutu yang kuat. Kami siap untuk menghormati komitmen kami. Kami berpegang dengan hukum internasional. Dan kami tetap berdiri bersama dengan Filipina.”
Duterte memberi pernyataan: “Tidak ada yang tertarik dengan perang lagi. Jika AS ingin pergi perang jangan membawa kita (Filipina) didalamnya.”
Yang dimaksud Duterte dengan perang mengacu pada rencana AS untuk berinvestasi besar-besaran 60% kekuatan militernya untuk mempersiapkan perang dalam strateginya menyeimbangkan Asia-Pasifik.
Pada 29 September lalu, Menhan AS, Ashton Carter dengan resmi mengumumkan selama melakukan inspeksi di atas kapal induk bertenaga nuklir USS Carl Vinson di Pangkalan AL-AS San Diego, mengatakan strategi AS untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik telah memasuki tahap ketiga. Pada tahap ketiga dalam menyeimbangkan Asia-Pasifik tersebut, kita akan lebih memperkuat kemajuan kita dalam tahap pertama dan kedua, serta membangun diatasnya. Pertama dengan terus meningkatkan kualitatif dan berinvestasi dalam postur pertahanan regional kita (AS) dan investasi strategis. AS akan terus mempertajam ujung tombak militer kita (AS), sehingga militer kita akan terus tetap paling unggul di kawasan tersebut.
Implementasi strategi untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik, memiliki pertimbangan strategis yang komprehensif. Tujuan utamanya adalah memanfaatkan masalah keamanan untuk menciptakan keamanan untuk membentuk celah dalam hubungan ekonomi antara Tiongkok dan negara-negara tetangganya. Tujuan utamanya untuk menunda sesaat atau menghambat laju PDB Tiongkok yang akan melampaui AS.
Selama Perang Dingin, AS telah membentuk lima aliansi militer bilateral di kawasan Asia-Pasifik : aliansi AS-Jepang ; aliansi AS-Korsel; aliansi AS-Thailand; aliansi AS-Australia dan alainsi AS-Filipina.
Kondisi dan sifat dari alainsi ini seperti ikan besar dan ikan teri. Dapat dikatakan baik Eropa, Jepang dan Korsel tidak akan berani menolak dan menyatakan keberatannya. Negara-negara aliansi ini mana berani mereka mengatakan bahwa mereka setara dengan AS? Bahkan berpikir kearah itu saja tidak akan berani.
Setelah pemerintahan Obama mengusulkan kembali ke Asia-Pasifik pada tahun 2009, lima aliansi utama ini bertindak sebagai pilar dalam strategi geopolitik AS di kawasan Asia-Pasifik.
Ada isu THAAD yang ditempatkan di Korsel, dan ada juga isu Kepulauan Diaoyu, serta Laut Tiongkok Selatan, ini semua masalah yang dibuat AS. Tampaknya AS secara aktif menciptakan masalah, sebenarnya masalah ini tidak dengan tiba-tiba terjadi tanpa sepengetahuan AS, kemudian AS menanggapinya. Dari awal masalah ini telah diawasi oleh AS, dan secara bertahap berkembang. Dapat dikatakan dari ini tujuan strategi AS sangat jelas bisa dilihat.
Dalam rangka agar bisa memberi alasan kemanusiaan bagi AS untuk strategi menyeimbangkan Asia-Pasifik, Menhan AS, Ashton Carter sekali lagi mengusulkan memperluas grup keamanan di kawasan yang berpusat di sekitar aliansi militer AS, dalam apa yang disebut “prinsip mendasar” untuk ketertiban Asia. Pengamat melihat ini sebenarnya tujuannya untuk mengengkang Tiongkok dari apa yang AS sebutkan “prinsip.”