Saat ini, AS masih belum menghilangkan cara berpikir Perang Dingin yang sudah lewat. Pada kenyataannya, sebagian think tank Barat, pejabat dan intelektual AS belum bebas dari pikiran Perang Dingin yang sudah berakhir.
Pemikiran Perang Dingin mengukur segala hal berdasarkan pada kepentingan AS, dan membagi dunia dalam kamp-kamp berdasarkan nilai Barat. Apapun yang menyangkut kepentingan mereka membuat kelompok mereka sebagai sekutu, dan yang bukan sekutu, maka mereka ini adalah musuh. Jadi demikian mereka melihat negara-negara yang tidak menyetujui nilai-nilai mereka sebagai musuh dan lawan, dalam hal ini termasuk Tiongkok yang utama.
Negara Filipina berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan, dan terletak diantara pangkalan militer AS yang dimilikinya di Samudra Pasifik Barat---Guam, Jepang dan Korsel serta pangkalan AS di Pasifik Selatan--di Australia.
Pemerintahan Obama memandangnya sebagai lokasi penting bagi strategi untuk menyeimbangkan Asia-Pasifik. Begitu mantan Presiden Aquino III menjabat pada tahun 2004, AS dan Filipina menandatangani “Enhanced Defense Cooperation Agreement” (EDCA). Yang memungkinkan AS untuk menggunakan pangkalan militer untuk menyebarkan/mengerahkan kapal perang, pesawat, senjata dan personil militer , dan melaksanakan garnisun atau memarkaskan dan merotasi militer besar-besaran. Kedua nagara juga mencapai kesepakatan yang memungkinkan AS untuk menyimpan alutsista dan perlatan militer di lima pangkalan udara di Fiipina.
Sehingga ada seorang mantan pejabat Filipina yang bercanda berkomentar: “Dalam hal ini bahkan sulit bagi pejabat Filipina untuk melihat pangkalan militer AS disini. Apa yang akan terjadi jika mereka menyimpan senjata nuklir disini?”
Jadi dalam proses ini antara AS dan Filipina, Filipina awalnya bersedia menjadi salah satu bidak catur, sehingga AS menggunakan Filipina sebagai pion. Maka ketika diminta untuk pergi ke Den Haag mengajukan tribunal arbitrase terhadap Tiongkok tetap dituruti, meskipun harus menghabiskan anggaran belanja negaranya sebanyak 1/2000, demikian juga ketika diminta untuk berpatroli maritim bersama AS di Laut Tiongkok Selatan dengan menggunakan sebagian anggaran militernya, juga tetap dilakukan.
Apapun yang diminta AS untuk dilakukan Filipina tetap dilakukan. Namun Sekarang dengan pemerintahan Duterte, Filipina mencoba berbuat memperhitungkan untung rugi bagi dirinya.
Menurut Filipina-AS “Visiting Forces Agreement,” tentara AS yang melanggar hukum di Filipina harus diserahkan kepada AS untuk ditangani, tetapi setelah mereka kembali ke tangan AS, sering kali dibebaskan dari tindakan kejahatan mereka.
Duterte berkata: “Saya tidak bermaksud untuk mencari perhatian atau memperburuk aliansi militer, tapi saya minta Anda (AS), apakah Anda benar-benar berpikir apakah kita butuh itu?”
Pada 7 oktober 2016, Filipipina-AS melakukan latihan militer bersama tahunan “PHIBLEX” pendaratan amphibi di Pulau Palawan, dekat Laut Tiongkok Selatan, Sekali lagi membuat pernyataan yang membuat gelombang.