Banyak Kelompok Yang Bertikai di Syria
Karena situasinya ada 2.000 kelompok oposisi yang berbeda-beda diantara faksi opisisi, untuk membedakan mereka suatu yang sangat sulit. Jika tidak dapat membedakan mereka, maka perang tidak akan berakhir, di medan perang Syria, setiap pihak berperang terhadap pihak lainnya, dan sulit untuk membedakan dengan jelas siapa yang merupakan kelompok oposisi dan siapa kelompok Al Qaeda.
Berkenaan dengan rencana politik setelah gencatan senjata Syria, pada 15 Nopember tahun lalu (2015), sebuah “road map” telah ditetapkan untuk transisi politik Syria, karena sebagai konsensus tertentu telah dicapai oleh Kelompok Pendukungan Syria Internasional.
Dan itu telah mulai bekerja untuk mengkonfirmasikan kelompok dan individu yang disebut teroris sebelum proses politik yang didukung PBB dilaksanakan.
Kelompok Pendukungan Syria Internasional meliputi : PBB, Uni Eropa, Liga Arab, AS, Inggris, Prancis, Tiongkok, Rusia, Jerman, Italia, Arab Saudi, Turki, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arabs, Iran, Irak, Qatar, Oman dan Libanon.
Situasi Perang Di Syria
Sejak terjadi protes besar-besaran pecah di Syria pada tahun 2011, dibawah sanksi gabungan dari AS, Uni Eropa dan Liga Arab, Syria mengalami kekurangan pangan, runtuhnya nilai mata uang, dan industri minyak, ekspor minyak yang penting telah menderita banyak kemunduran.
Pertanian, perdagangan dan operasi industri manufaktur berkurang sepertiga dari kapasitas sebelum terjadinya perang. Pada tahun 2014, Total PDB Syria 48% lebih rendah dari tahun 2010, Ekonomi Syria telah hancur dan runtuh secara penuh.
Dalam hal ini dapat dilihat pemerintahan al-Assad telah dapat bertahan dalam keadaan sulit ini, dikarenakan AU-Russia ikut bergabung dalam pertempuran pada tahun lalu, yang pada dasarnya telah bergeser dari situasi pasif ke aktif.
Timbul pertanyaan mengapa oposisi yang dukung AS yang merupakan kekuatan militer paling kuat di dunia terus menderita kekalahan? Mengapa la-Assad bisa mengubah keadaan kalah menjadi kemenangan?
Pada bulan Juni 2014, “ISIS” menyerang ke segala arah dari “jantung”tanah/wilayah al-Raqqa, dan dengan cepat menuju Provinsi Aleppo ke barat laut, sementara kelompok lain menuju ke Syria tengah ke kota kuno Palmyra, dengan maksud membagi daerah yang dikendalikan militer Syria menjadi setengah.
Di Aleppo, militer Syria mengalami serangan di kedua front, timur dan barat dari pasukan “ISIS” dan oposisi.
Pada akhir Oktober 2015, dengan bantuan dari AU-Rusia, situasi pertempuran militer Syria mengalami peubahan besar. Dimulai 16 Oktober 2015, militer Syria mengirim satuan elit mekanik“Pasukan Harimau”dengan bekerjasama dengan Hizbullah dan pasukan milisi yang pro pemerintah. “Pasukan Harimau” berhasil maju 170 km hingga lebih 200 km dalam 26 hari, menuju ke timur dan kemudian ke utara, menerobos blokade yang sudah 36 bulan yang sudah dilakukan pada pangkalan AU Kweires, Aleppo.
Sebelumnya sejak mulai tahun 2012, pemerintah al-Assad diyakini oleh beberapa media dan pejabat di Barat tidak akan mampu untuk bertahan dan berlanjut. Tapi kita melihat bahwa setelah lima tahun, berkat dukungan Rusia kekuatan utama dari luar kawasan dan Iran yang merupakan kekuatan utama kawasan ini, dapat bertahan. Tapi bagamanapun juga karena Syria memiliki militer yang berkemampuan perang dan mempunyai semangat untuk perang melawan terorisme, kalau tidak hal ini tidak akan bertahan begitu lama.
Untuk mendukung Syria, Rusia tidak hanya mengalokasikan 10 satelit militer untuk memantau pergerakan musuh di segala cuaca, dengan tidak ada zona mati, selain itu juga telah tercapai kesepakatan intelijen dalam berbagi informasi untuk kontra terorisme dengan Syria, Iran dan Irak.
Metode teknologi tinggi Rusia dan pengawasan personil dari tiga negara ini membuahkan hasil intelijen tempur mereka yang cepat, efektif, akurat dan dapat diandalkan. Dan setelah itu militer Sryia mengepung kota Aleppo dari barat, selatan dan timur.
Menurut laporan Mayadeen TV, Lebanon pada 7 Pebruari 2016, setelah militer Syria merebut kembali kota Ratyan dan kota Mayer di daerah utara Provinsi Aleppo, mereka terus maju ke Tell Rifaat yang hanya berjarak 13 km di perbatasan dengan Turki.
Wilayah yang sudah dikuasai “ISIS”sepanjang perbatasan Syria-Turki sudah menyusut lebih dari dua pertiga.
Tujuan Rusia pada dasarnya sudah tercapai. Rusia, Iran dan seluruh kelompok Syiah telah membantu kelompoknya---pemerintah Bashar al-Assad, dan pada dasarnya membantu pemerintah al-Assad menstabilkan situasi. Militer Syria sudah berada seperti dalam situasi malam sebelum mulai serangan balik.
Rusia ingin mengontrol kawasan Timur Laut Mediteranea, yang merupakan garis pantai barat Syria, dan yang pada dasarnya sudah berada ditangan Rusia dan pemerintah Syria.
Pada 14 Januari 2016, AU-Syria dan AU-Rusia melakukan operasi serangan udara bersama melawan kelompok ekstrimis di Syria. Menurut laporan, saat ini, Rusia telah mengerahkan lebih dari 70 jet tempur dan helikopter di Syria, dan bahkan memobilisasi jet tempur Su-35 yang menjadi kebanggaannya.
Di pangkalan udara Khmeimim, Rusia telah mengerahkan S-400 dan “Pantsir-S” sistem pertahanan udara. “Pantsir sistem pertananan udara yang dapat menghancurkan jet tempur, helikopter, UAV atau bahkan rudal balistik di udara.”
Rusia melakukan ini karena pangkalan militer Tartus tidak hanya untuk kelangsungan hidup Rusia di Syria, juga merupakan kelangsungan hidup Rusia untuk membangun dirinya di Laut Mediteranea.
Jika militer al-Assad diperbolehkan terus bertempur, mungkin akan memaksa AS atau NATO untuk bertindak, dan situasi akan tidak bisa terkontrol.
Setelah gancatan senjata, masalah apakah isu al-Assad harus tetap berkuasa atau mundur menjadi fokus semua pihak. Menurut Sputnik News Rusia, pada 7 Januari 2016, Juru bicara Departemen Luar Negri AS, John Kirby menverifikasi bahwa Departemen Luar Negeri AS memang memiliki “dokumen/agenda kerja” tentang menengahi situasi Syria, dan menyatakan bahwa Presiden Syria al-Assad harus mundur tahun 2017.
Kirby mengatakan: “Ini adalah dokumen/agenda awal kerja dan rancangan dan jalur potensial yang sedang dilaksanakan.”
Presiden Barack Obama pertama kali menyebutkan al-Assad harus memundurkan diri pada musim panas 2011. Setelah itu, AS dan Rusia mulai tawar menawar tentang apakah al-Assad harus mundur atau tidak.
Rusia bersikeras bahwa pemerintah asing tidak memiliki hak menuntut al-Assad mundur, isu-isu tentang para pemimpin Syria harus melalui resolusi rakyat Syria sendiri.
Pad 15 desember 2015, Menlu AS, John Kerry mengatakan kepada wartawan setelah pertemuan dengan Putin bahwa “AS dan mitra-mitranya akan tidak lagi mencari perubahan dalam pemerintahan Syria.” Ini adalah konsesi yang signifikan dari AS dalam hal isu Syria.
Kerry mengatakan bahwa masa depan Syria harus ditentukan oleh rakyat Syria. Namun kekuatan lain yang menuntut al-Assad mundur masih belum menyerah.
Rusia Berkepentingan Dengan Syria
Dengan upaya dan kekuatan militer, Bashar al-Assad bertahan lima tahun. Ketika semua pihak percaya bahwa dia akan runtuh, dan membuatnya menjadi sulit. Selama masa paling sulit itu Rusia tidak pernah meninggalkannya. Dan al-Assad sudah pulih sekarang, bahkan telah bisa mengambil kembali setengah dari negaranya, semakin dia berperang, situasi terus menjadi semakin baik. Maka Rusia tidak begitu bodoh untuk mau meninggalkannya.
Selain ada dari itu juga ada Iran yang dengan tegas mendukung al-Assad. Saat ini, tidak ada yang bisa menggantikan al-Assad lagi untuk menjaga kepentingan Rusia di Syria. Jadi analis melihat tidak akan melihat Rusia dan Iran akan menjauhi atau mencampakkan al-Assad.
Sejak berakhirnya Perang Dingin, dan ekspansi NATO ke timur dan krisis Balkan dan gejolah Checnya, AS tidak pernah menyerah untuk mencari kesempatan melemahkan posisi strategis dan kepentingan Rusia.
Dua tahun lalu, situasi di Ukranina menyentuh kepentingan Rusia, dan AS memobilisasi negara-negara Barat untuk menjatuhkan sanksi melawan Rusia. Harga minyak internasional terus menurun, membuat masalah lebih buruk bagi perkekonomian Rusia.
Beberapa analis percaya bahwa untuk membebaskan diri dari strategis ketidak perdulian, Putin memilih untuk menerobos dengan semua kekuatan ke Timteng dan menyerang “ISIS” di Syria.
Perjanjian damai kali ini, sekali lagi Rusia menunjukkan kemampuan strategi anti-konstruktif dunia . Rusia tidak memiliki kemampuan untuk membangun sistem tantanan dunia baru, tetapi dapat mencapai tujuan konstruktif dengan menjadikan anti-konstruktif.
Ketika menghadapi masalah Syria, Rusia hanya mengubah situasi di sekitarnya yang menyebabkan pemerintahan al-Assad untuk bisa bertahan hidup dengan intervensi. Ini mengacaukan startegi AS untuk mencapai tujuannya untuk memperluas pengaruhnya sendiri di kawasan Timteng.
Ini semacam kemampuan strategi anti-konstruktif yang biasa digunakan untuk negara yang sangat bervariasi kekuatannya bila dibandingkan dengan AS, metode ini sebenarnya sangat efektif.
Meskipun Rusia, pemerintah Syria, pasukan oposisi Syria, Arab Saudi, Turki, Iran, Irak semua cemas berfokus pada perubahan situasi gencatan senjata Syria, Presiden Barack Obama tampil cukup santai.
Sebelum gencatan senjata Syria mulai berlaku. Obama mengatakan “Tidak ada dari kita yang berada dalam ilusi. Kita semua menyadari banyak potensi jebakan., dan banyak alasan untuk skeptis, tapi sejarah akan menghakimi kita dengan keras jika kita tidak melakukan bagian kita, atau setidaknya mencoba untuk mengakhiri konflik yang mengerikan ini dengan diplomasi.” Ini mengekspresikan sikap berimbang.
Strategi AS untuk Timteng cukup sederhana yaitu mendukung Sunni. Israel sebenarnya di sisi AS, dan mereka mendukung tiga negara Sunni utama yaitu Arab Saudi, Mesir dan Turki. Tetapi sekarang, secara bertahap merasa jika mereka sekarang benar-benar hanya bergantung pada Sunni, maka akan disandera mereka.
Jadi setelah itu, dengan bantuan Eropa dan Tiongkok, tercapailah kesepakatan dengan para pemimpin Iran, dan kemudian tercapai kesepakatan dengan Rusia dan Syria, sehingga bisa membebaskan diri dari beberapa hambatan dalam urusan Timteng. Dengan cara ini memubngkinkan AS bisa lebih memusatkan semua kekuatannya pada Asia.
Perang sipil Syria telah berkembang ke negara-negara tetangga yang ikut bersorak pada satu sisi untuk secara langsung dan tidak langsung terlibat dalam pertempuran, dan menarik lebih banyak negara untuk masuk dalam medan perang ini.
Sekarang kekuatan dua militer AS dan Rusia telah bernegosiasi dan memutuskan gencatan senjata dengan pernyataan diatas kertas, membawa sinar lama yang ditunggu-tungu dari harapan untuk perdamaian.
Sementara ini kita bisa mengatakan negara-negara utama AS dan Rusia sebagai “pemain catur menentukan”dan mengatakan Arab Saudi, Turki, dan Iran sebagai “pemain catur regional”marilah kita lihat bersama peran mereka yang telah bermain dalam perang sipil Syria.
Baru-baru ini, informasi tentang apakah Arab Saudi dan Turki akan mengirim pasukan untuk melawan Syria meningkatkan ketegangan dari pertentangan bagi semua pihak, dan keadaan ini masih belum tenang bahkan setelah gencatan senjata AS-Rusia mulai berlaku sekalipun, karena Arab Saudi dan Turki masih punya alasan untuk menyerang “ISIS.”
Menurut informasi yang dikutip CNN, Arab Saudi dan Turki telah membuat sebuah rencana memasuki Syria. Pada bulan Maret, pertama Turki akan masuk Syria dan telah mengerahkan 150.000 personil angkatan daratyang berasal dari Mesir, Sudan, Yordania, Maroko, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Turki, Malaysia, Indonesia dan Brunei, juga akan mengambil bagian dalam operasi. (Katanya yang belum dapat dibuktikan kebenarannya.)
Di masa lalu kita berbicara tentang Afganistanisasi, sekarang kita mengatakan bahwa Afganistan memungkin mengalami Syrianisasi. Ini memperlihatakan Syria lebih kacau dari Afganistan, dan tidak ada ujung akhirnya. Seolah seperti semangkok spraghetti, dimana jalinan mienya saling menjalin satu sama lain atau dengan kata lain sankaraut.
Jika kita menarik keluar salah satu helai mienya, maka akan terhubung dengan banyak pihak lain, dan kita tidak dapat menentukan yang mana. Ini seperti apa yang dikatakan dalam ilmu politik----akan diberi gratis-untuk semuanya atau semua saling berperang. Setiap pihak memiliki kepentingan, tujuan, dan metode mereka sendiri, tetapi kadang-kadang kepentingan, tujuan dan metode ini berbaur dan berlebur menjadi satu. Semua pihak merasa tidak aman, dan saling merobek satu sama lain.
Rencana Arab Saudi dan Turki untuk intervensi dengan operasi darat juga mendapat respon AS. Pada 6 Pebruari 2016, Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, John Kirby memverifikasi bahwa AS sedang membicarakan dengan Arab Saudi rencana untuk operasi darat untuk menyerang “ISIS” di Sryia.
Namun, pemerintah Sryia telah menolak untuk menunjukkan kelemahannya. Pada 6 Pebruari, Menlu Syria, Walid Muallem mengeluarkan peringatan: “Saya yakin semua penyerbu akan dikirim pulang dalam peti mati, tidak perduli mereka dari Arab Saudi atau dari Turki.”
Juru bicara Menlu Iran Hossein Jaberi Ansari juga mengatakan, pasukan Arab Saudi ke Syria akan membuat keadaan menjadi lebih buruk, dan Iran menentang keras ini.
Pad 13 Pebruari, Ahmed Asri, penasehat Kemenhan Arab Saudi, yang diverifikasi al-Arabiyyah bahwa Arab Saudi telah mengirim jet tempur ke pangkalan udara Incirlik di Turki.
“Dawn”terbitan Turki mengutip Menlu Turki, Ahmet Davutoglu mengatakan: “Jika ada kebuntuan strategis, Turki dan Arab Saudi akan melakukan operasi darat.”
Pada 14 Peberuari, Arab Saudi menyatakan mereka telah mengangkat tentara 350.000 dari 20 negara Liga Arab untuk kontraterrorisme, dan siap untuk mengadakan latihan militer besar-besaran dengan kode nama “ Northern Thunder” di utara Arab Saudi.
Dalam hal ini, PM Rusia, Dmitry Medvedev mengeluarkan peringatan : Apakah itu benar-benar untuk keperluan P.D. III sebelum kita memahami pentingnya kerjasama?
Sejak krisis Syria pecah 2011, Arab Saudi telah memberi oposisi Sryia dengan jumlah besar senjata dan bantuan keuangan, sementara Turki telah memberikan oposisi Syria dengan kamp-kamp latihan dan bantuan lainnya.
Kedua negara ini menganggap menggulingkan pemerintah al-Assad sebagai tujuan strategis.
Arab Saudi dan Turki jelas tidak suka ini. Itu seperti yang pada awalnya ada sepotong kue besar, tapi sekarang semua hanya tersisa remah-remahnya saja. Tentu saja mereka tidak senang dengan situasi seperti ini, karena saat itu mereka tidak menyambar kesempatan ketika itu yang berada dalam posisi terbaik. Jika mereka telah menerima pembicaraan damai Rusia yang disarankan pada 2014, atau pembicaran damai Rusia pada 2013, maka jumlah wilayah yang yang dikuasi oposisi akan sebesar enam hingga delapan kali dari sekarang.
Dan kini kita bisa mengatakan bahwa kekuatan oposisi berada dalam situasi yang sama sekali lemah. Jadi tentu saja mereka tidak senang.
( Bersambung ....... )
Sumber ; Media TV dan Tulisan Luar dan Dalam Negeri
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-35556783
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-35634695
http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/03/syria-ceasefire-aleppo-peaceful-protests.html
http://www.theguardian.com/world/2016/mar/05/syrian-ceasefire-russia-peace-talks-european-leaders
http://www.aljazeera.com/news/2016/03/sos-syria-besieged-darayya-residents-160310121122305.html
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-35539897
http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-35472699
http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-26116868
http://www.globalfirepower.com/
http://www.poetryfoundation.org/bio/adonis
http://www.dw.com/en/syrian-poet-adonis-hits-back-at-criticism-over-german-peace-prize/a-18691869
http://www.poetryinternationalweb.net/pi/site/poet/item/22899
http://www.nytimes.com/2010/10/18/books/18adonis.html?_r=0
http://worldrepublicofletters.com/sites/default/files/excerpts/adonis_excerpt.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H