---
Aku segera mengelap tangannya yang mulai membengkak dengan air bersih lalu pergi ke warung terdekat untuk membelikannya antiseptik. Bergegas kuobati lukanya dengan seksama, menyuruhnya berbaring, sambil membasuh lukanya, serta memberikannya antiseptik ke bagian yang terluka. Melihat kondisinya seperti ini aku semakin iba. Tapi satu hal yang aku yakini, aku semakin sayang dia dan berjanji melindunginya dari apa pun. Termasuk dari watak kerasku selama ini.
---
Tidak seperti biasanya, ketika aku di Jogja, aku selalu menginap di rumah kontrakan sepupuku. Tapi khusus kali ini, setelah mendapat izin dari penjaga kosannya. Aku rela tidur, di sebuah kursi rotan di depan kamarnya yang bernomor 208 itu.. Berusaha menjaganya agar hal buruk tidak terjadi lagi.
---
Seminggu penuh aku merawat dia. Melihat dia yang sudah lebih baikan, aku pun memutuskan untuk kembali lagi ke Bandung karena aku punya tanggung jawab lain yaitu menyelesaikan studi-ku.
---
(Beberapa bulan kemudian)
Seiring dengan intense-nya kegiatan di kampus. Aku mengurangi kepergianku ke Jogja untuk sementara waktu. Tidak ada maksud untuk tidak perhatian, tetapi sekarang aku berusaha untuk fokus di kuliah. Tetapi mendadak, suasana inilah yang mulai aku rasakan terasa sangat aneh.
Dia mulai bersikap berlebih. Sesuai dengan janjiku sebelumnya ke dia untuk berusaha mengendalikan diri dari sikap arogansiku. Aku mulai mencoba mencarikan solusi terbaik, berusaha untuk sering ke Jogja dan berusaha ber-kepala dingin sekalinya kita terlibat pertengkaran.
Tapi aku tidak tahu kenapa. Tiba-tiba dia amat protektif, bahkan dia mulai membuat larangan yang tidak masuk akal. Yang pada suatu titik menyebabkan pertengkaran hebat terjadi.