Mohon tunggu...
Mahar Asep Gumilar Hidayat
Mahar Asep Gumilar Hidayat Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelari, Penulis

Ultra marathoner dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Jokowi dan Gelar Si Paling Korup dari OCCRP

4 Januari 2025   10:06 Diperbarui: 4 Januari 2025   10:06 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

JOKOWI DAN BASHAR AL-ASSAD BURUK MUKA CERMIN DIBELAH

NGO dan Peran Media Sosial Dalam Berita Jokowi Masuk Daftar Tokoh Dunia Paling Korup 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP)

 

Jelang pergantian tahun dari 2024 ke 2025, mendadak muncul berita yang menggemparkan. Berita itu bukan datang dari Presiden Prabowo yang membatalkan kenaikan PPN 12 persen. Bukan juga datang Wapres Gibran yang sering salah ucap saat berbicara. Berita menggemparkan itu justru datang ayahnya Gibran, yang tidak lain mantan Presiden Joko Widodo. Berita itu berbunyi, "Jokowi nominasi tokoh terkorup di dunia!"

Adalah cnnindonesia.com dan akun instagram @cnnindonesia yang pertamakali menaikan berita mencengangkan itu. Dalam unggahannya pada 31 Desember 2024 siang atau sekitar pukul 11:39, cnnindonesia.com membuat judul : Jokowi Masuk Daftar Tokoh Dunia Paling Korup 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP)

Dalam laporannya cnnindonesia.com menulis, "Selain Jokowi OCCRP juga memilih tokoh terkorup lainnya. Mereka adalah mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad, Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Hasina, dan Pengusaha dari India Gautam Adani"

Lalu apa itu OCCRP? 

OCCRP adalah organisasi jurnalisme investigasi terbesar di dunia. Berkantor di Amsterdam, Non Govermental Organization (NGO) terkemuka ini memiliki staf hingga di 6 benua. Sejak didirikan pada tahun 2006 di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina, hingga kini OCCRP aktif melakukan peliputan invetigasi dengan kasus-kasus besar diberbagai belahan dunia.

Selain melakukan peliputan investigasi, salah satu acara tahunan OCCRP adalah membuat program barnama "Person of the Year".  Pertamakali diselenggarakan 2012, program ini dibuat untuk memilih tokoh yang paling banyak menimbulkan kekacauan di seluruh dunia. Kekacauan yang dimaksud OCCRP adalah mengorganisir kejahatan hingga melakukan praktik korupsi.

Dikutip dari halaman resmi mereka, occrp.org, tindakan korupsi yang dimaksud bukan hanya merapok uang rakyat, tetapi juga menjalankan roda pemerintahan dengan tindakan melanggar HAM, memanipulasi pemilu, menjarah sumber daya alam hingga menciptakan konflik.

Di tahun ke-12 penyelenggaraanya, baru kali ini "Person of the Year" memilih finalis dari Indonesia, sebagai salah satu tokoh dunia paling korup di tahun 2024. Tidak tanggung-tanggung yang terpilih adalah Joko Widodo, mantan presiden yang kerap disebut perusak demokrasi dan pengobrak-abrik konstitusi.

Dalam wawancaranya disebuah media asing, Drew Sullivan selaku pendiri OCCRP mengatakan, semua finalis "Person of the Year"  termasuk Joko Widodo, tidak  dipilih oleh OCCRP, melainkan berdasarkan nominasi pilihan publik. OCCRP tidak memiliki kendali atas siapa yang dinominasikan karena saran datang dari orang-orang di seluruh dunia, termasuk pencalonan Presiden Indonesia (ke-7) Joko Widodo.

Setali tiga uang, selain dipilih berdasarkan nominasi pilihan publik, penentuan pemenangan juga menurut Drew Sullivan tidak ditentukan oleh OCCRP, melainkan melalui sistem voting atau pengumpulan suara. Siapa yang paling banyak dipilih sebagai "Person of the Year", dialah tokoh paling korup. "Kami dari OCCRP hanyamenyeleksi kandidat" Ucap Drew Sullivan seperti dikutip dari cnnindonesia.com (3/1/20205)

Bukan tanpa alasan OCCRP membuat acara seperti "Person of the Year", acara itu memang sengaja mereka buat untuk memberikan "penghargaan" kepada sejumlah tokoh dunia yang terbukti pemimpin negara dengan jalan korup dan melakukan kejahatan. "Mereka harus dipublikasikan karena telah melanggar hak asasi manusia" Ungkap Drew Sullivan seperti dikutip di tirto.id (3/1/2025)

OCCRP, NGO yang Merdeka.

Masuknya nama Jokowi sebagai finalis orang terkorup versi OCCRP tentu saja membuat gaduh. Pihak yang pro dan kontra bermunculan dalam melihat kasus ini. Mereka yang kontra tentu saja menuntut penjelasan dari pihak OCCRP, bahkan mempertanyakan status OCCRP sendiri.

OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project) adalah sebuah organisasi jurnalistik investigatif internasional yang berfokus pada pelaporan kasus-kasus kejahatan terorganisir dan korupsi di seluruh dunia. OCCRP didirikan pada tahun 2006 dan berbasis di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina. Mereka bekerja sama dengan jurnalis dan organisasi media lainnya untuk mengungkap kasus-kasus korupsi dan kejahatan yang seringkali tersembunyi dari publik.

Sebagai sebuah organisasi nirlaba atau NGO (Non-Governmental Organization), OCCRP tentunya memiliki kebebasan untuk membuat program demi kepenitingan bersama. Menurut Tine Ustad Figenschou dalam artikelnya yang berjudul "Public Sector Communication And NGOs - From Formal Integration To Mediated Confrontation". NGO atau organisasi nirlaba adalah sebuah organisasi yang didirikan untuk memberikan pelayana kepada masyrakat, dalam berbagai bidang yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat agar lebih peka terhadap suatu perkembangan.

Figenschou juga mengatakan jika NGO adalah organisasi swasta yang membiayai pekerjaan mereka (misalnya hibah dari yayasan atau pemerintah, iuran keanggotaan, penjualan jasa, atau kegiatan bisnis); dan partisipasi atau keanggotaan bersifat sukarela. Sebagian besar LSM mencakup isu-isu sosial atau politik seperti masalah kemanusiaan, kesetaraan gender, lingkungan, dan kemiskinan.

Powers (2014) mengidentifikasi tiga perspektif utama publisitas LSM (a) Komunikasi LSM bersifat informatif dan tidak memihak (pendekatan normatif), (b) Komunikasi NGO sebagai komunikasi strategis, dibentuk oleh pertimbangan internal. (c)  Komunikasi LSM sebagai adaptasi terhadap logika media (narasi media berita, untuk tikar, ritme, dan nilai).

Sebagai NGO yang mendunia, komunikasi dan hubungan OCCRP dengan otoritas politik dan pemerintah setiap negara tentunya tidak bisa dilepaskan.  Dalam konteks hubungan politik antara OCCRP  sebagai NGO,  keduanya bisa saling mengontrol jalannya pemerintahan dan kebijakan, serta mendukung satu sama lain. Begitupun dengan peran OCCRP, seharusnya pengawasan yang dilakukannya terhadap berbagai kebijakan dalam suatu negara, termasuk Indonesia, dapat dimanfaatkan sebagai fungsi kontrol demi kemajuan bersama.

 

Jokowi dan Bashar al-Assad Buruk Muka Cermin Dibelah

Adalah Bashar al-Assad yang terpilih sebagai "Person of the Year 2024" versi OCCRC . Bukan tanpa alasan jika panel juri yang terdiri dari masyarakat sipil, akademisi, dan jurnalis, memilih Mantan Presiden Suriah itu sebagai pemenang "Person of the Year 2024".

Bashar al-Assad dikenal sebagai pemimpim negara paling buruk karena kerap menindas masyarakat yang tidak mendukung dirinya.  Rezim Assad juga terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia, penyiksaan, penggunaan bahan kimia, hingga penyiksaan massal, penahanan massal hingga penargetan warga sipil.

Walaupun tidak terpilih sebagai pemenang, namun berita Jokowi dinominasikan sebagai tokoh dunia terkorup versi OCCRP tetap menimbulkan riak. Sejak berita itu pertamakali dilemparkan cnnindonesia.com, seketika pada hari itu juga muncul berita serupa di berbagai media massa, termasuk di media sosial. Kegaduhanpun seketika terjadi.

Namun saat bola panas telah bergulir, mendadak unggahan berita pertama yang dimuat di cnnindonesia.com dan akun instagram @cnnindonesia mendadak raib. Kuat dugaan, unggahan itu di take down atau ditarik sendiri oleh redaksi CNN Indonesia. Warganet yang langsung sadar dengan keanehan itu, langsung menggeruduk akun instagram @cnnindonesia.com. Pada kolom percakapan di akun tersebut, warganet berbondong-bondong menanyakan perihal raibnya unggahan berita tersebut.

Seperti yang ditulis pemilik akun @evan_sapa dan @marito_17, keduanya menanyakan postingan berita tentang kasus korupsi Jokowi yang mendadak raib. Lain Evan dan Marito, lain lagi Indra, pada salah satu unggahan terbaru di akun instagram @cnnindonesia, pemilik akun instagram @IndraYana07 mengatakan, dengan diturunkannya berita dan unggahan tentang berita Jokowi versus OCCRP menunjukan pihak redaksi CNN Indonesia tidak propesionalnya. "Kalau bukan karena beritanya salah,  pasti ada pihak yang memaksa CNN untuk menghapus berita itu" Cuit Indra.

Media Sosial, Gampang-Gampang Susah

Mengelola media sosial memang gampang-gampang susah, salah posting fatal akibatnya, tetapi jika dikelola dengan baik, media sosial terbukti menjadi alat efektif untuk menyebarkan informasi. Lewat karya ilmiahnya yang berjudul "Harnessing Social Media Effectively On Behalf Of Goverments" jurnalis dan akademisi Amerika Serikat, Kara Alaimo menulis, selain sebagai media untuk menyebarkan informasi, media sosial juga dapat memperat komunikasi antara pemerintah atau lemabaga dengan warga atau pengikut.

Menurut Alaimo, di era digitial seperti saat ini, penggunaan media sosial utuk berinteraksi dengan publik mutlak diperlukan, baik oleh pemerintah termasuk oleh perusahaan. Alaimo mencatat media sosial harus dikelola secara propesional oleh tim yang kompeten. Selain itu humas atau PR pada lembaga pemerintahan atau perusahaan, harus bisa berkolaborasi untuk mengelola media sosial yang dimiliki.

Humas dan PR pada lembaga pemerintahan semakin aktif memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi dengan masyarakarat. Komunikasi yang dibentuk bukan hanya berinteraksi dengan masyarakat atau publik, tetapi juga menyampaikan berbagai informasi dan kebijakan yang mereka buat.  Media sosial dijadikan sarana oleh para humas/PR untuk membangun hubungan yang intens dengan publik. Selain itu media sosial juga digunakan oleh para humas pemerintahan untuk meningkatkan reputasi lembaga mereka.

Dalam artikelnya Alaimo juga menyarankan agar Humas/PR harus memiliki team khusus untuk mengelola media sosial. Team tersebut harus mampu memproduksi berbagai konten yang sesuai visi, misi dari lembaga atau perusahaan. Pengelola media sosial harus mampu menampilkan karakter lembaga agar dipahami oleh masyarakat atau pengikut. Alaimo menegaskan, setiap konten yang diunggah harus menampilkan wajah lembaga, program-program lembaga serta cara lembaga menanggapi berbagai masalah.

Jaeger, dan Hansen (2012) menyebut, jika media sosial menawarkan sarana dan peluang kepada pemerintah dan lembaga untuk meningkatkan partisipasi demokrasi dengan mendorong masyarakat untuk bersuara dalam membuat kebijakan, bekerja sama dengan publik untuk meningkatkan layanan, mengumpulkan ide dan meningkatkan transparasi .

Pentingnya memanfaatkan media sosial juga diamini oleh Song & Lee, 2016, menurut hasil penelitian keduanya masyarakat telah mengikuti atau memilih untuk menjadi penggemar lembaga atau pejabat pemerintah di  media sosial atau membaca blog dari lembaga atau pejabat pemerintah menganggap pemerintah menjadi lebih transparan dan lebih mempercayainya.

Melihat besarnya peran media sosial bagi lembaga, baik lembaga pemerintahan atau perusahaan, Alaimo menyarankan agar setiap lembaga memperkerjakan team khusus untuk mengelola media sosial. Team yang dimaksud Alaimo adalah mereka yang dilatih agar kompeten sehingga mereka merencanakan, memproduksi hingga menunggah konten-konten tersebut.

Selain itu lanjut Alaimo, media sosial menuntut pengelolaan yang konstan dan memerlukan alokasi anggaran serta sumber daya yang memadai untuk menjaga agar platform ini aktif serta menangani krisis yang mungkin terjadi, termasuk menghadapi umpan balik negative dari masyarakat.

Membangun Pengikut Media Sosial

Menurut Alaimo cara membangun pengikut atau followers di media sosial adalah dengan mempromosikan akun media sosial pada media-media resmi pemerintahan lainnya yang sudah lebih dahulu dikenal publik. Tujuannya agar akun media social tersebut mulai dikenal public. Selanjutnya adalah dengan mengunggah informasi paling penting dan sangat diperlukan public. Dengan mengunggakan informasi paling penting dan relevan maka public atau followers akan tetap mengituki setiap unggahan di media social tersebut.

Langkah ketiga adalah dengan mengikti akun-akun dengan jumlah followers  besar lainnya, seperti akun pemerintahan, akun para pesohor dan pemengaruh. Dengan mengikuti akun-akun tersebut biasanya followers mereka akan mengikuti akun kita. Langkah lain adalah selalu terlibat dalam isu-isu penting yang tengah diperbincangkan di media sosial. Menurut Alaimo cara tersebut efektif untuk menarik perhatian publik atau warganet. Langkah terakhir adalah dengan aktif menggunakan tagar atau kata kunci sehingga followers atau warganet mudah menemukan topik dalam unggahan di media sosial kita.

Membuat Konten

Menurut Alaimo, 2016, media sosial sudah menjadi alat yang sangat efektif untuk mengkomunikasikan berbagai kebijakan dan informasi apapun yang dibuat pemerintah/lembaga. Lewat unggahan di media social, informasi tersebut kemudian dikutip para jurnalis untuk kemudian diolah lagi menjadi berita. Lewat unggahan di media social juga, pemerintah bisa langsung menyampaikan informasi secara langsung kepada masyarakat tanpa harus menggunakan media lain salah satunya jurnalis.

Media sosial juga digunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan transfarasi informasi tanpa harus melewati "filter" media massa, sehingga pemerintah bisa langsung menyampaikan informasi sesuai kebijakan yang mereka buat dan sesuai dengan "angle" yang mereka susun.

Melihat pentingnya peran media sosial sebagai jembatan penghubung antara pemerintah dan masyarakat, maka praktisi Humas/PR harus membuat konten-konten yang baik yang bisa menjembatani ke dua belah pihak tersebut.  Konten yang menarik menurut Alaimo adalah konten yang berisi informasi paling penting yang dibutuhkan masyarakat. Maka dari itu humas atau pembuat konten harus tetap berinteraksi dengan pengikut untuk mengetahui informasi apa yang paling mereka perlukan. Selain itu, humas/pembuat konten juga harus melibatkan pengikut dalam setiap informasi yang dibagikan, agar terjalin hubungan yang erat antara masyarakat/pengikut dengan pemerintah/pembuat akun atau creator.

Alaimo menuliskan cara untuk mendapatkan dan mempertahankan pengikut adalah dengan membuat konten yang menarik. Ia mencatat bahwa, di media sosial, "jika digunakan dengan tepat, sedikit humor - dan bahkan parodi diri sendiri - dapat menjadi taktik yang bagus  untuk memanusiakan sebuah organisasi, terutama ketika organisasi itu kontroversial atau sedang diserang

Keterlibatan di Media Sosial

Menurut Alaimo perbedaan media sosial dengan media massa terletak pada pola komunikasi antara penyebar informasi dengan penerima informasi atau audiens. Di media sosial sangat terbuka ruang bagi audien untuk berkomunikasi kembali dengan penyebar informasi dan penerima informasi lainnya. Menurut para ahli komunikasi, pola komunikasi yang efektif pada masa sekarang adalah pola komunikasi 2 arah dimana pembuat informasi dapat berinteraksi dengan auiden/masyarakat secara luas. Pola komunikasi 2 arah tersebut tidak dapat dilakukan di media massa.

Praktisi Humas di lembaga pemerintah menurut Alaimo harus membuat konten yang tidak hanya dibaca atau ditonton audiens, tetapi juga harus mereka sukai, dibagikan ulang dan yang paling penting harus dikritisi oleh mereka. Para humas harus mampu membuat konten yang mampu mengajak auidens mengkritisi konten atau informasi yang diunggah di media sosial, dengan begitu selain terjadi interkasi 2 arah, informasi yang disampaikan kepada masyarakat juga bisa mereka pahami.

Alaimo menuliskan cara terbaik untuk melibatkan masyarakat agar kritis terhadap unggahan yang dibagikan adalah meminta pendapat dari mereka tentang unggahan yang dibuat, mengajat mereka menjadi "informan" untuk membagikan berbagai informasi yang mereka miliki termasuk membuat konten yang sesuai dengan kebijakan yang dibuat oleh lembaga/pemerintah. Dengan begitu terjalin komunikasi yang erat antara pemerintah dan audiens dan audien/masyarakar merasa menjadi bagian dari pemerintahan itu sendiri.

Banyak alasan terkait raibnya unggahan berita kasus Jokowi dengan OCCRO di akun media sosial CNN Indonesia. Bisa karena kesalahan penulisan atau ada tangan besar yang mencengkram kebebassan pers. Sebagai media besar dan memiliki kredibilitas tinggi, rasanya sulit dipercaya jia raibnya unggahan tersebut akibat kesalahan penulisan semata. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun