"Walahhh... rumit banget." Mahar garuk2 kepala, jilbab merahnya jadi berantakan namun tak mengurangi kecantikannya (wakakakaakakkk... norak ni penulisnya!)
"Tapi aku punya filling yang aneh lho Jeng Mahar, sepertinya mas Firman itu naksir..." Sekar menggantung ucapannya, membuat Mahar semakin penasaran.
"Naksir siapa??" kejar Mahar penuh ambisi
"Ah, gak jadi deh. Ini cuma filling ku saja. Kalau ternyata salah malah bisa menjadi fitnah nantinya. Kasihan Asih.. upss!!!" Sekar keceplosan, langsung menutup mulut dengan jarinya.
"Apa?? Asih? Gak mungkin lah, secara Asih itu kan kakaknya Acik kan Sekar? Dari semua ceritamu, Mahar bisa menyimpulkan bahwa mas Firman belum milik siapa-siapa!" Mahar berucap mantap.
"Lho kok gitu jeng? Jelas2 mas Firman itu naksir Asih. Tuh buktinya sudah dua kali mampir ke rumah Pak Nov. Ngapain juga kalau bukan karena Asih."
"Belum bisa dipastikan Sekarrr... apa salah kalau berkunjung ke rumah kenalan? Dalam agama malah jelas sekali di katakan bahwa Silaturrahmi salah satu cara untuk memperpanjang umur. Jadi mungkin saja mas Firman kesana karena pengen umurnya di panjangkan Allah." Mahar keukeh, Sekar sewot.
Malamnya, saat adzan Maghrib berkumandang...
Suara itu... bukan milik El. Mahar kenal betul, itu bukan suara El, tapi juga tidak terlalu asing buat Mahar. Sepertinya suara mas Firman. Dag dig dug hati nya mendengar adzan itu. Rasanya Mahar menyesal, kenapa tadi tak shalat berjamaah di masjid. Huh.... sesal memenuhi rongga dadanya.
*****
Keesokan harinya, di toko roti...