Mohon tunggu...
Maharani Amelia Putri Sejati
Maharani Amelia Putri Sejati Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1 Pendidikan Akuntansi

Mahasiswa baru Universitas Negeri Jakarta spesialisasi bidang Pendidikan Akuntansi dengan berbagai pengalaman bidang organisasi internal dan eksternal sekolah seperti kesekretariatan dan hubungan masyarakat. Termasuk pribadi yang selalu berusaha bekerja secara maksimal, semangat untuk mempelajari hal-hal baru, serta mampu bekerja sama secara tim ataupun individu. Menguasai beberapa kemampuan baik yang bersertifikat ataupun non sertifikatsertifikat seperti Ms. Office, Accurate, Time management, dan lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

IMPRESI BUDAYA ADAPTIF DALAM ORGANISASI DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN SOCIETY 5.0

8 November 2023   01:48 Diperbarui: 8 November 2023   02:33 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 : Adaptive (Sumber: agetdevelopment)

PENDAHULUAN

Saat ini kita sudah memasuki era baru di abad ke-21 yaitu Society 5.0 dan Revolusi Industri 4.0. Era ini dapat memberikan pengaruh yang cukup besar pada kehidupan saat ini atau yang sedang berjalan. Seiringan dengan itu kita sebagai generasi penerus bangsa harus mempersiapkan pembaharuan banyak hal baru seiring dengan perkembangan zaman terkhusus menuju Indonesia Emas 2045. Perlu diketahui bahwa Society 5.0 berpusat pada penggunaan teknologi dengan tetap bergantung pada manusia, sedangkan Industri 4.0 memiliki fokus pada pengembangan industri yang menggunakan teknologi untuk mempermudah kehidupan masyarakat.

Perlu diketahui salah satu faktor penting dalam organisasi adalah budaya. Dengan menciptakan budaya yang tepat yang dapat membantu mencapai tujuan organisasi, kinerja organisasi dapat ditingkatkan. Setelah budaya organisasi ditetapkan sebagai strategi organisasi, budaya tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kinerja. Budaya adaptif di era revolusi Industri 4.0 sangat penting untuk keberhasilan organisasi dalam mencapai visi dan misi. Selain itu, ukuran dan kompleksitas organisasi juga akan mempengaruhi jenis hubungan personal dan spesialisasi yang ada. Tingkat otoritas pengambilan keputusan, kebebasan, tanggung jawab, dan proses komunikasi juga akan dipengaruhi oleh ini. Bidang pekerjaan organisasi juga mempengaruhi budayanya.

Budaya organisasi yang diberdayakan tidak hanya akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, tetapi juga akan menjadi faktor penentu sukses  organisasi. Oleh karena itu, kinerja anggota dipengaruhi secara signifikan oleh budaya organisasi yang juga berpengaruh atas keberhasilan atau kegagalan suatu  organisasi.

METODE PENULISAN

Penulis menggunakan metode literatur review untuk menulis artikel ini, metode ini mengumpulkan data dengan membaca buku dan jurnal untuk mendukung dan mendukung pembuatan artikel atau karya tulis lainnya. Metode ini mencakup membandingkan berbagai referensi, memparafrase, mengolah, dan membuat elektron

 

PEMBAHASAN

Meskipun memiliki fokus yang berbeda Industri 4.0 dan Society 5.0 memiliki keterkaitan antara satu sama lain terkhusus dalam hal kemajuan teknologi dan perubahan sosial. Industri 4.0 mempersiapkan landasan teknologi yang diperlukan sebagai salah satu bentuk perencanaan untuk mewujudkan visi dan mempercepat transisi Society 5.0. Transisi yang dimaksud adalah suatu keadaan saat teknologi digunakan secara menyeluruh untuk mencapai kemajuan sosial dan kualitas hidup yang lebih baik. Keduanya dapat dianggap sebagai tahapan perkembangan yang saling berkaitan.

Tentunya, terdapat tantangan dan risiko yang harus dihadapi untuk mencapai keseimbangan yang optimal antara Industri 4.0 dan Society 5.0. Oleh karena itu, diperlukannya perencanaan dan pengelolaan yang efektif dengan tujuan teknologi tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal dan positif dalam rangka manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Meskipun terdapat kemajuan teknologi dan industri yang pesat, sebagai manusia, kita tetap perlu menjaga sifat kemanusiaan kita. Kita menciptakan komunikasi yang efektif dan menjalin hubungan interpersonal yang berarti sebagai makhluk sosial yang utuh.

Organisasi memiliki hubungan yang erat dengan mahasiswa. Menuju Indonesia Emas 2045, peran mahasiswa saat yakni sebagai agen perubahan atau pihak yang akan mewujudkan gerakan-gerakan baru di masyarakat. Era ini ditandai dengan pesatnya evolusi dunia digital yang menuntut kita untuk terus meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Namun untuk mencapai tujuan tersebut, kita harus membuat pergerakan yang pasti dan terstruktur.

Dalam konteks organisasi, keberhasilan seorang pemimpin dalam menciptakan budaya dalam suatu organisasi sering kali diartikan sebagai cerminan dari keberhasilan organisasi tersebut. Jika dalam suatu organisasi, organisasi tersebut berjalan sesuai dengan tujuannya maka dapat disimpulkan kepemimpinan organisasi tersebut berjalan dengan efektif. Sebaliknya jika budaya organisasi terus berjalan secara negatif dan tidak dapat memotivasi bagian manapun dalam organisasi tersebut untuk berubah sesuai tujuan yang telah ditetapkan, maka  organisasi akan jauh dari tujuannya. Kepemimpinan sangatlah penting bahkan menjadi landasan bagi seluruh fungsi organisasi. Tidak heran apabila permasalahan pemimpin selalu dikaitkan dengan kemajuan organisasi, karena kompleksitas organisasi merupakan cerminan dari permasalahan yang dihadapi para pemimpin organisasi.

Urgensi Budaya Organisasi Di Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0

Budaya organisasi memegang peranan penting dalam mengubah cara pikir dan kerja suatu individu atau kelompok. Saat ini karakteristik dunia kerja juga berbeda-beda antara lain operasional yang lancar, fleksibilitas yang tinggi, dan struktur organisasi yang semakin fleksibel (Daft; 2006, 2010).

Untuk meningkatkan nilai suatu organisasi, budaya organisasi dapat meningkatkan kualitasnya. Dalam hal ini, nilai-nilai dan standar yang ada dalam budaya organisasi dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas budaya yang positif. Organisasi tidak cukup hanya menyiapkan diri melalui budayanya tetapi juga tidak siap menghadapi persaingan atau revolusi; organisasi juga perlu menerapkan budaya yang kuat yang mampu beradaptasi di tempat kerja.

Budaya organisasi adalah dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak, memecahkan masalah, dan menghasilkan anggota yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya (Schein, 1992). Untuk mencapai hal ini, semua anggota harus diberikan edukasi terkait cara yang tepat untuk belajar berpikir kritis. Menurut Robbins (2003), budaya adalah sistem bersama yang dianut oleh anggota organisasi, yang membedakan organisasi dari organisasi lain.

Menurut Robbins (2003), budaya organisasi memiliki beberapa manfaat, seperti memberi anggota organisasi rasa identitas dan memainkan peran penting dalam menciptakan perbedaan antara organisasi, budaya membantu menumbuhkan komitmen pada sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan diri seseorang, meningkatkan kekuatan sistem sosial, dan berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang mempengaruhi sikap dan perilaku anggota. Dalam hal ini, budaya, atau norma, menentukan cara anggota berinteraksi di tempat kerja mereka. Nilai-nilai sehat dan prinsip-prinsip mendorong anggota untuk bekerja dengan cara yang efektif untuk kemajuan organisasi, sehingga organisasi menjadi lebih baik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manfaat tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku dan tindakan anggota saat mereka melakukan aktivitas di dalamnya. Akibatnya, nilai-nilai yang terkandung dalam budaya organisasi harus ditanamkan pada setiap pekerja sejak awal.

Untuk tetap bersaing dengan  organisasi terkemuka lainnya di dunia saat ini, budaya kinerja yang tinggi sangat penting. Budaya kinerja tinggi percaya dapat merencanakan masa depan secara sistematis. Dalam penelitian Dr. John Sullivan yang berjudul "Peran HR dalam Membangun Budaya Kinerja Tinggi", budaya kinerja tinggi merupakan sistem terintegrasi untuk proses manajemen yang berfokus pada kinerja yang luar biasa (Sullivan, 2004). Misi  organisasi yang menarik, loyalitas pelanggan, motivasi anggota, dan nilai organisasi harus menjadi bagian dari budaya yang dibangun untuk mendukung kesuksesan organisasi. 

Budaya organisasi juga dapat meningkatkan nilai organisasi, yang berarti meningkatkan kualitas organisasi melalui prinsip dan standar yang ada di dalamnya. Karena itu, budaya organisasi juga dikenal sebagai pedoman dalam menyatukan organisasi dengan memberikan standar tepat mengenai tutur kata dan tingkah laku para anggotanya. Namun perlu diketahui terdapat proses yang harus dilalui dan waktu yang harus dikorbankan untuk membangun budaya organisasi yang kuat. Mengapa begitu? Karena perubahan yang terjadi dalam organisasi juga mempengaruhi persepsi, keinginan, sikap, dan perilaku anggota organisasi. Kesesuaian antara karakteristik organisasi dengan keinginan anggota harus dicapai yang mengarah pada tingkat kebersamaan yang tinggi.

Dalam menyiapkan perubahan, anggota diharapkan merasa aman dan nyaman untuk berkembang dan melakukan pekerjaannya, sehingga mereka bersedia dengan bebas menerima perubahan. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa budaya organisasi sangat penting untuk meningkatkan kepuasan anggota dan kinerja organisasi.

Wallach (Sutanto, 2002: 122) meneliti bahwa kepuasan kerja sangat bergantung pada seberapa dekat seseorang dengan budaya organisasi. Maghfiroh (2001) mendukung temuan ini dengan mengatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dan seberapa dekat seseorang dengan budaya organisasi. Sebaliknya, jika sebuah  organisasi mempekerjakan anggota yang nilai-nilainya bertentangan dengan nilai-nilai organisasi, mereka akan kurang termotivasi, kurang puas dengan pekerjaan mereka, dan tidak akan ada kepuasan kerja (Sutanto, 2002: 122).

Kapabilitas Pemimpin Organisasi Dalam Menciptakan Budaya Organisasi

Gambar 2 : Organisasi (Sumber: bpsdm.pu) 
Gambar 2 : Organisasi (Sumber: bpsdm.pu) 

Kepemimpinan  organisasi mempengaruhi budaya  organisasi, menurut Mondy dan Noe (1990). Dengan kata lain, budaya  organisasi dibentuk oleh berbagai contoh perilaku pemimpin  organisasi, bukan hanya pernyataan mereka. Selain faktor pemimpin, budaya  organisasi juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berinteraksi, seperti komunikasi, motivasi, karakteristik organisasi, proses administrasi, struktur organisasi, dan gaya manajemen.

Ketahuilah bahwa budaya  organisasi lebih baik jika manajemen berkomunikasi dengan baik tentang tujuan dan misi  organisasi, aturan, dan kebijakannya. Dengan komunikasi yang efektif, pihak manajemen dapat melakukan sosialisasi terkait organisasi. Pola tingkah laku anggota dalam hubungan mereka satu sama lain dan antara atasan dan bawahan akan dibentuk oleh pola komunikasi  organisasi.

Selain komunikasi, upaya-upaya manajemen memotivasi anggota juga membentuk budaya tersendiri dalam  organisasi, seperti apakah anggota selalu dimotivasi dengan uang, bagaimana  organisasi memandang kerja keras anggota, atau sejauh mana  organisasi memperhatikan kondisi lingkungan kerja. Upaya  organisasi memotivasi anggota akan menunjukkan bagaimana  organisasi memandang sumber daya manusia yang ada didalamnya.

Selain itu, toleransi terhadap perbedaan pendapat, kerja kelompok, dan penghargaan bagi mereka yang berprestasi juga sangat penting. Proses ini akan mempengaruhi budaya karena akan menunjukkan kepada orang-orang bagaimana  organisasi melihat keberhasilan, bagaimana  organisasi melihat konflik, dan apakah  organisasi menekankan kerja kelompok atau individu.

Struktur organisasi memiliki tingkatan sentralisasi dan formalisasi sendiri mulai dari yang paling dapat kaku hingga fleksibel. Semua faktor itu berdampak pada budaya organisasi. Struktur yang kaku dengan formalisasi yang tinggi biasanya menekankan aturan tertulis untuk segala-galanya, dan kebiasaan ini akan berlaku untuk menghindari hal-hal yang tidak pasti. Sebaliknya, anggota yang bekerja dalam struktur yang lebih fleksibel dan mandiri mungkin lebih dibiasakan untuk mengatasi ketidakpastian secara kreatif dan mandiri.

Lalu berkaitan dengan kepemimpinan, budaya  organisasi dipengaruhi oleh gaya manajemen. Bagaimana perencanaan, pengorganisasian, dan kegiatan pemimpin dan pengendalian dilakukan akan mencerminkan gaya manajemen yang berlaku di organisasi tersebut? gaya manajemen berkaitan erat dengan struktur organisasi, komunikasi dan upaya memotivasi anggota. Selain itu ketidak seragaman gaya manajemen pada tingkatan manajemen dapat mempengaruhi budaya  organisasi. Sebenarnya tidak ada keharusan untuk memiliki kebijaksanaan dan nilai aturan tertentu yang sama di suatu organisasi.

Untuk mengoptimalkan peran generasi ini, jelas dibutuhkan pendekatan manajemen dan kepemimpinan yang berbeda. Kepemimpinan adaptif adalah gaya kepemimpinan yang fleksibel yang cocok dengan era organisasi 5.0 dan revolusi industri 4.0. Gaya kepemimpinan ini tidak memiliki hierarki senior di  organisasi dan sangat fleksibel. Gaya kepemimpinan ini tidak kaku dan luwes serta tidak mengenal dengan sistem senioritas dalam organisasi.

Berbagai gaya kepemimpinan dari diktator hingga demokratis, transformasi, dan kepemimpinan digambarkan dengan berbagai arti dalam beberapa penelitian. Tidak ada pemikir, peneliti, atau akademisi yang dapat menjelaskan dengan baik perdebatan teori ini, terutama untuk kelompok yang dipengaruhi oleh kepemimpinan.

Penanganan perubahan dalam penetapan arah melalui pembuatan visi masa depan dan kolaborasi, komunikasi, dan insentif bagi anggota organisasi untuk mencapai tujuan tersebut merupakan salah satu aspek kepemimpinan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Nawawi dalam Pasolong (2010) bahwa kepemimpinan adalah kemampuan atau kecerdasan yang mendorong sejumlah orang (dua orang atau lebih) untuk bekerja sama untuk melakukan kegiatan yang terarah pada tujuan bersama. Jika seseorang tidak memiliki bakat, keahlian, atau referensi dari tindakan kepemimpinan sebelumnya, mereka tidak dapat mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan. Yukl (2010) menyatakan bahwa pengaruh adalah tugas kepemimpinan untuk mengarahkan perilaku dan sikap orang lain dalam organisasi dengan mengabaikan tujuan atau penerima manfaat sebenarnya.

Selanjutnya, Katz (1955) mengantisipasi tiga karakteristik kepemimpinan: (1) Keterampilan teknis (technical skill), yang mencakup pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam proses kebijakan administratif dan/atau teknik; (2) Kemampuan manusia—kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain dan membangun tim; (3) Kemampuan konseptual—kemampuan untuk berpikir tentang model, kerangka, hubungan yang luas, dan rencana jangka panjang (visioner). Selain itu, menurut Zenger (2004), seorang pemimpin harus memiliki kemampuan seperti pengetahuan teknis, pengetahuan tentang produk, kemampuan untuk menganalisis dan memecahkan masalah, keterampilan profesional, inovasi, dan penggunaan teknologi yang efektif. Gupta (1983) juga mengatakan hal yang sama tentang kepemimpinan sektor pemerintahan: 1) memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai pemimpin dan pemimpin resmi; 2) memiliki kemampuan untuk memberikan otoritas; (3) memiliki perhatian yang tinggi pada bawahan; (4) memiliki kemampuan untuk menciptakan lingkungan di mana orang merasa senang di tempat kerja. Menurut pengertian ini, seorang pemimpin harus bertindak sebagai pemimpin yang dapat diterima oleh semua anggota kelompok. Selain itu, sebagai pemimpin resmi, seorang pemimpin harus memiliki sifat fatherly

Seorang pemimpin yang baik memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap ketidakpastian masa depan, dapat bekerja di luar negara dan budaya, dan dapat membuat lingkungan yang inovatif, menurut Rainier Turangan dari DDI (2015). Pemimpin yang visioner dan adaptif sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan, dan setiap organisasi, termasuk negara, harus menghadapi dinamika dan tantangan masa depan.

Terdapat beberapa karakteristik lain yang harus dimiliki oleh pemimpin adaptif, seperti kemampuan untuk menciptakan lingkungan yang menerima berbagai perspektif dan memanfaatkan pengetahuan kolektif untuk membantu organisasi. Selain itu juga dengan merangkul keragaman pandangan dan memanfaatkan pengetahuan kolektif tersebut untuk memberi manfaat bagi organisasi. Namun disisi lain, pemimpin juga memiliki kewajiban untuk peka dan menyadari bahwa setiap perubahan skala besar adalah proses yang bertahap dan membutuhkan usaha dan kesabaran untuk menanggung tekanan yang menyertainya. Mereka juga harus menyadari bahwa perubahan dapat menjadi proses yang menyakitkan. Akibatnya, pihak internal dapat mengantisipasi dan mengatasi perilaku enggan dari rekan kerja. Dengan mengubah dan menyesuaikan sistem, tujuan mulia organisasi yang kita cita-citakan bersama dapat dicapai melalui pemimpin yang fleksibel dan efektif.

Kepemimpinan yang efektif mencakup kemampuan untuk membuat keputusan yang jelas dan tegas serta kemampuan untuk beradaptasi melalui apa yang telah dipelajari selama proses perubahan. Pemimpin harus terus menggunakan gaya kepemimpinan yang tegas dan persuasif. Oleh karena itu, untuk menciptakan sebuah tata kelola baru yang berhasil dan produktif, para pemimpin harus menggabungkan intuisi kepemimpinannya dengan ide dan prinsip yang dapat disesuaikan. Perubahan menuntut para pemimpin untuk mendengarkan dengan cermat, mengambil tindakan yang sesuai dengan keadaan, dan tidak membiasakan diri untuk menghindari fakta.

Perubahan memiliki waktu dan data yang terbatas. Oleh karena itu, para pemimpin tidak boleh ragu dan tidak berani; mereka harus cepat membuat keputusan dalam waktu singkat serta mengurangi risiko yang akan timbul dari proses perubahan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi untuk membuat rencana tindakan. Jika seorang pemimpin tidak dapat memahami batas waktu dan informasi yang terkait dengan peristiwa perubahan, ia akan menunda-nunda tindakan yang diperlukan untuk melakukan perubahan, dan pada akhirnya, mereka pasti tidak akan melakukan perubahan.

Kepemimpinan adaptif berarti kepemimpinan yang mampu dan cerdas dalam menangani berbagai situasi dan situasi dalam berbagai situasi. Selain itu, mereka tidak duduk dan memikirkan banyak hal, tetapi cepat mengambil tindakan untuk mengatasi masalah dengan perubahan yang diperlukan. Kepemimpinan adaptif memiliki kemampuan untuk menata kepribadiannya, meningkatkan kualitas mental, terlibat dalam proses perubahan, dan selalu menghasilkan tingkat kepastian yang lebih tinggi. Mereka juga memiliki semangat yang lebih besar untuk belajar dari setiap perubahan menuju keadaan yang diinginkan.

Pemilihan Budaya Adaptif Sebagai Budaya Organisasi Yang Efektif


Gambar 3 : Penentuan Arihan Budaya (Sumber: bpsdm.pu)
Gambar 3 : Penentuan Arihan Budaya (Sumber: bpsdm.pu)

Untuk membangun budaya yang adaptif, pemimpin harus dapat menyampaikan tujuan dan visi organisasi secara persuasif dengan menggunakan bahasa dan komunikasi yang mudah dipahami dan dipahami. Dalam situasi seperti ini, anggota akan lebih termotivasi dan termotivasi untuk melakukan pekerjaan terbaik mereka karena staf akan mengetahui tujuan  organisasi (Wiratama & Darsono 2017). Menurut mcshane dan Von Glinow (2010), kemampuan ini dikenal sebagai sense making. Kemampuan sensemaking adalah ketika budaya organisasi dapat membantu anggota memahami apa yang sedang terjadi di dalam  organisasi. Fungsi budaya organisasi seperti ini dapat meningkatkan kesuksesan  organisasi.

Adaptif berarti cerdas menyesuaikan diri dengan perubahan, dan kepemimpinan adaptif berarti kepemimpinan yang mudah menyesuaikan diri dengan perubahan dan situasi baru. Perubahan selalu menghasilkan perspektif baru, dan perspektif baru ini akan berdampak pada berbagai peristiwa yang sedang berlangsung. Setiap pemimpin pasti akan menghadapi kesulitan untuk menerima perubahan jika mereka tidak mempersiapkan kepribadiannya untuk menerima pandangan baru. Kemampuan untuk mengatur sifat seorang pemimpin dalam konteks perubahan akan membantu kemajuan organisasi dalam menangani kompleksitas yang berbeda.

Tidak hanya tentang pemimpin yang adaptif, keefektifan manajemen juga akan sangat penting dalam memimpin suatu organisasi, baik yang berorientasi keuntungan maupun nonprofit. Kepemimpinan yang efektif adalah bukti kecerdasan pemimpin. Khususnya, dalam hal kemampuan untuk membuat keputusan yang jelas dan tegas serta kemampuan untuk beradaptasi melalui pengalaman belajar dari setiap langkah menuju perubahan.Pemimpin harus tegas dan berpengaruh. Oleh karena itu, untuk menciptakan sebuah tata kelola baru yang berhasil dan produktif, para pemimpin harus menggabungkan intuisi kepemimpinannya dengan ide dan prinsip yang dapat disesuaikan. Perubahan menuntut para pemimpin untuk mendengarkan dengan cermat, mengambil tindakan yang sesuai dengan keadaan, dan tidak membiasakan diri untuk menghindari fakta.

Terdapat berbagai cara untuk membuat budaya menjadi adaptif.  Salah satunya adalah meningkatkan kemampuan anggota untuk berkomunikasi dengan lebih efektif dalam organisasi. Dengan cara ini, organisasi dapat berjalan dengan baik. Komunikasi adalah bagian dari manajemen sumber daya manusia karena memungkinkan setiap anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang arahan, dan meningkatkan efisiensi kerja tim. Peran pimpinan sampai bawahan dalam sebuah organisasi dianggap berhasil karena komunikasi antar anggota dapat meningkatkan kinerja individu dan organisasi (Wiratama & Darsono, 2017). 

Menurut Kisdarto (dalam Wiratama & Darsono, 2017), perbandingan antara masukan (input) dan keluaran (output) yang dicapai didefinisikan sebagai perbandingan. Kinerja juga mencakup pencapaian sasaran dan pengelolaan masukan yang efektif. Akibatnya, pekerjaan yang produktif dan efisien juga akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Organisasi harus terus menyelaraskan diri dengan lingkungannya untuk mencapai kinerja yang tinggi, seperti sikap mental yang visioner. Oleh karena itu, budaya yang fleksibel sangat penting untuk keberlanjutan organisasi.

Organisasi tidak akan secara otomatis memiliki budaya yang mampu mengadaptasi dengan perubahan lingkungannya. Miller (2013) mengidentifikasi sepuluh cara untuk membangun budaya adaptif suatu organisasi: a) Menciptakan suatu perasaan krisis (perasaan krisis) dan kebutuhan akan perubahan dan arahan baru, b) Berkomunikasi secara konsisten dan luas, c) Menunjukkan kecenderungan untuk menerima perubahan dan ide-ide baru dari luar, d) Menegaskan pentingnya inovasi, dan e) Membangun dan mempertahankan kredibilitas pihak-pihak yang memiliki kepekaan terhadap perubahan, f) Menempatkan perhatian yang seimbang pada keberhasilan konsumen, karyawan, dan pemilik; g) Meningkatkan kemampuan untuk melakukan perubahan di semua tingkatan melalui kepemimpinan atau kemampuan untuk mengkomunikasikannya, h) Mendistribusikan pembuatan keputusan ke mana pun yang mungkin, i) Mempromosikan dengan hati-hati dan mendemosi jika diperlukan, dan j) Bekerja sebagai pemimpin yang baik.  

PENUTUP

Pemimpin organisasi mewakili berbagai keberagaman tugas dan peran di dalam suatu organisasi, seperti mengawasi proses kerja dan pelayanan. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru dan kemampuan untuk mengajar bawahannya bagaimana menangani situasi yang kompleks adalah dua hal penting yang harus diperhatikan oleh pemimpin perubahan.

Untuk menjadi adaptif, kita perlu menjadi kreatif, inovatif, dan proaktif. Apa artinya pemimpin yang adaptif? Adaptif berarti cerdas menyesuaikan diri dengan perubahan, dan kepemimpinan adaptif adalah contoh kepemimpinan yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan perubahan. Seperti saat ini, kemajuan organisasi dihadapkan pada kebutuhan generasi milenial.

Pemimpin yang merupakan pendorong motivasi dan inspirasi harus melakukan banyak hal untuk membuat budaya organisasi dan etika kerja yang baik. Hal tersebut berperan penting dalam menjalankan prinsip pelayanan publik sebagi bentuk dukungan atas gaya kepemimpinan yang fleksibel dan efisien. Tentunya dengan membentuk budaya yang baik di sebuah organisasi terutama pada anggota yang memiliki latar belakang yang berbeda untuk bersatu dan bekerja sama untuk mencapai tujuan sesuai target yang telah ditentukan. Kepemimpinan yang responsif dan efektif memudahkan generasi di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan situasi baru.

Perubahan memiliki waktu dan informasi yang terbatas, oleh karena itu para pemimpin tidak boleh ragu dan tidak berani bertindak. Mereka harus bergerak cepat untuk membuat keputusan dan menyusun rencana tindakan dengan sebanyak mungkin informasi untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan dari proses perubahan. Jika mereka tidak dapat memanfaatkan waktu yang terbatas ini, para pemimpin harus mengambil tindakan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun