3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Pemerintahan Provinsi sedangkan apabila di dalam Daerah Kabupaten/kota menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Pemerintahan Provinsi menjadi kewenangan Pemerintahan Provinsi  sedangkan jika lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintahan Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten/kota
Berdasarkan kaidah 1 dan 2 tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa:
1. Pada dasarnya yanh berwenang mengatur hukum pidana adat berada di Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, namun jika ternyata kota atau kabupaten yang bersangkutan bukan merupakan daerah otonom seperti kota/kabupaten di Provinsi DKI Jakarta maka kewenangannya berada pada Peraturan Daerah Provinsi
Contoh: Pidana adat untuk masyarakat adat yang mendiami wilayah kabupaten A maka menjadi kewenangan Peraturan Daerah Kabupaten A untum mengatur pidana adatnya
2. Hukum Pidana Adat yang dianut oleh masyarakat adat yang wilayah hukumnya meliputi lintas kota/kabupaten dalam satu provinsi yang sama maka kewenangan pengaturan pidana adatnya berada pada Peraturan Daerah Provinsi
Contoh: Pidana adat untuk masyarakat yang mendiami kabupaten A dan kota B pada provinsi C, maka kewenangan untun mengatur pidana adatnya berada pada Peraturan Daerah Provinsi C
3. Hukum Pidana Adat yang dianut oleh masyarakat adat yang wilayah hukumnya meliputi lintas kabupaten/kota dalam provinsi yang berbeda (bukan dalam satu provinsi), maka kewenangan pengaturannya ada pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Contoh: Pidana adat untuk masyarakat adat yang mendiami Kabupaten A di Provinsi B dengan masyarakat adat yang mendiami Kabupaten C di Provinsi D, maka menjadi kewenangan Peraturan Daerah Kabupaten A dan Peraturan Daerah Kabupaten C untuk mengatur pidana adatnya
4. Hukum Pidana Adat yang dianut oleh masyarakat adat yang wilayah hukumnya meliputi lintas kabupaten/kota dalam provinsi yang berbeda dengan melibatkan  wilayah hukum kota/kabupaten dalam satu provinsi, maka pengaturannya berada pada Peraturan Daerah Provinsi
Contoh: pidana adat untuk masyarakat kota A dan Kabupaten B dalam Provinsi C dan melibatkan Kabupaten D dalam Provinsi E, maka menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi C untuk mengatur pidana adat Kota A dan Kabupaten B, sedangkan untuk Kabupten D diatur oleh Pemerintah Daerah Kabupaten D untuk mengatur pidana adatnya