Mohon tunggu...
Fabianus Eko Mujiyono
Fabianus Eko Mujiyono Mohon Tunggu... Lainnya - wiraswasta

Biarkan hidup mengalir seperti sungai yang dalam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Korban Amukan Laki-Laki Kekar Tak Dikenal

27 Oktober 2023   13:08 Diperbarui: 27 Oktober 2023   13:11 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Johan sedikit gundah karena pelatihan dimana ia menjadi narasumber sempat molor akibat keasalahan teknis tim perengkat keras. Tugas pada jabatan baru memaksa Johan tidak dapat ikut menyaksikan kekasihnya menjalani wisuda sarjana. Namun janji setianya akan segera datang ke kos begitu tugasnya usai.

Sore belum beranjak terlalu senja saat Johan turun dari bis umum di halte, lalu  berjalan menuju kos Leyna seperti  janjinya untuk menjemput Leyna seusai wisuda. Sebuah mobil mewah terlihat terburu-buru keluar dari gang tempat rumah kos Leyna berada. Johan tak memperdulikan karen ia merasa tak mengenal kendaraan itu. Mobil warga di lingkungan itu kebanyakan sudah ia kenal dan mereka akan saling menyapa jika bepapasan.

Sesampai rumah kos Leyna Johan mendapati pintu utama terbuka lebar. Suasana kos sepi, johan menduga semua penghuni sedang merayakan keberhasilan studi mereka bersama keluarga.

“tok, tok, tok, Leynaaa..., Leyy” Johan mengetuk pintu kamar Leyna dan memanggil-mangil nama kekasihnya.

“tok,tok,tok” Johan berulang-ulang mengetuk dan memanggil nama Leyna, namun sepi tak ada jawaban.

“Ah sial, gara-gara kesalahan teknis saat presentasi, kepulanganku menjadi molor. Leyna mungkin marah dan meninggalkan aku karena mengira kau tak menepati janji” bisik batin Johan.

“Jadi apakah mobil tadi berisi keluarga Leyna?” lanjut batin Johan bertanya kepada diri sendiri.

Johan mencoba menghubungi nomor telepon kekasihnya tetapi terdengar mesin penjawab.

“Nomor yang anda hubungi diluar jangkauan” .

“Baiklah, sebaiknya aku tanyak bapak kos saja, barangkali tahu” Johan melangkan menuju ke rumah induk untuk mencari informasi’

“tok, tok, tok. Pak... Paaak.. permisi” Johan mengetuk pintu dan memanggil bapak kos.

Bapak kos keluar dari ruang belakang dengan enggan, wajahnya masih menyiratkan kantuk dan lelah.

“Ada apa nak Johan. Mari duduk” ajak bapak kos ramah.

“Maaf pak mengganggu istirahat Bapak” kata Johan menjadi serba salah.

“Tidak apa-apa. Justru kebetulan nak Johan membangunkan, Bapak tertidur sudah terlalu lama” Bapak kos menenangkan Johan.

“Anu pak. Pintu kos terbuka, tetapi kok kamar sepi tidak ada penghuni” ujar Johan.

Bapak kos faham bahwa Johan sedang mencari kekasihnya.

“Oh ya? Mungkin anak-anak tadi lupa menutup pintu. Maaf Bapak tertidur tadi jadi kurang memperhatikan” kilah bapak kos.

“Apakah Keluarga Leyna ada mampir ke sini tadi usai wisuda pak?” tanya Johan.

“Bapak rasa tidak, karena kemarin sebelum ke hotel nak Leyna bilang bahwa selesai wisuda tidak akan ke kos dulu, tapi lansung ke hotel bersama keluarga” Jawab bapak kos.

“Sebelum tertidur bapak hanya mendengar Lusi dan keluarganya saja yang mampir berganti pakaian sebentar, namun terus keluar lagi” Lanjut bapak kos.

“Leyna tidak menitipkan pesan Pak?” Johan menjadi bimbang.

“Tidak itu nak Johan, hanya pesan mau menginap di hotel bersama keluarga saja” tegas bapak kos.

“Yaaahhh... kalau begitu saya mohon diri Pak. Masih penat badan kembali dari pelatihan” johan berpamitan untuk kembali ke kos sendiri.

“Ya… ya. nak Johan. Biar bapak kunci saja pintu depan. Takut nanti bapak kelupaan, sementara anak-anak belum pulang” bapak kos mengambil kunci dan berjalan ke depan bersama Johan.

Johan melangkah hendak keluar halaman menuju gang yang mengarah ke kos sendiri.

“Dug” sebuah sepeda motor yang dikendarai dua laki-laki berbadan kekar berboncengan menyenggol badan Johan.

“Bruk” motor terjatuh di dekat Johan, meski menurut pandangan Johan lebih tepatnya motor itu sengaja dijatuhkan.

“Aduh, maaf Bang” ujar Johan meskipun dia tak berasa bersalah karena posisinya masih di pinggir gang  yang tak terlalu lebar itu itu.

Johan buru-buru hendak membantu mendirikan kembali motor yang terjatuh ketika salah satu lelaki itu membentak.

“Jangan disentuh” teriak laki-laki itu.

“Maaf bang, maaf” ucap Johan kembali. Dari depan pintu, Bapak kos melongokkan kepalanya melihat keadaan.

“Maaf, maaf enak saja” laki-laki itu kembali membentak.

“Kamu yang bernama Johan ya?” hardik laki-laki satunya.

“Eh abang siapa?” Johan balik bertanya.

“Bug” sebuah bogem mentah mendarat di ulu hati johan yang tidak menduga akan mendapat perlakuan kasar.

“Pakai nanya lagi” maki laki-laki yang memukul Johan

“Tahan bang, persoalan apa ini bang” keluh Johan. Namun kedua lelaki itu tak mempedulikan.

Johan tertunduk menahan ulu hati yang sakit, namun matanya sempat menagkap kilasan tangan laki-laki yang hendak memukul bagian atas kepalanya. Sontak johan melindungi bagian belakang kepala dengan tangannya.

“Bang stop bang, ampun bang” teriak Johan. Empat laki-laki kekar tak mempedulikan terikan Johan.

Meskipun sudah ditahan menggunakan tangan, namun karena Johan tidak siap dan kuatnya pukulan Johan terjatuh berguling ke depan.

Sebuah sepeda motor lain yang dikendarai berboncengan kembali mendekat. Pembonceng melompat dari jok sebelum motor sungguh berhenti dan menendang Johan sampai bergulingan.

“Jangan suka mengganggu dan merebut calon istri orang kamu manusia miskin rendahan” teriak yang menendang.

“Bang-tahan bang, mari jelaskan” teriak johan sambil bergulingan bagai bola dipakai bahan tendangan.

“Hoey berhenti-berhenti, ada apa ini” Bapak kos berlari-lari menuju tempat Johan di pukuli.

“Tidak usah ikut campur” bentak laki-laki yang menendang Johan. Sepertinya dia pimpinan mereka.

Laki-laki terakhir turun dari motor dan mengeluarkan sebilah belati mengancam bapak kos. Merasa situasi semakin tidak menguntungkan spontan bapak kos berteriak sekencang-kencang yang ia bisa.

“Rampoook.. rampoook. Tolooong rampoook” lantang bapak kos berusaha menarik perhatian warga.

Mendengar suasana yang tidak biasa, warga dan beberapa mahasiswa yang mendengar segera keluar membawa senjata seadanya. Potongan kayu, pecahan batu, sampai peralatan pertukangan mereka bawa.

Tak ayal para lelaki kekar itupun segeran naik kendaraan yang mesinnya tidak mereka matikan untuk meninggalkan arena.

Warga berusa keras mengejar, melempar batu sekuatnya dan beberapa mengenai pengendara yang belakang, namun tidak fatal karena cepatnya bereka berkendara.

“Hoey kami habisi kalau berani kesi lagi kalian” teriak warga dan para mahasiwa.

Warga kembali ke tempat Johan yang telah dibantu bangkit oleh bapak kos. Johan membersihkan kotoran yang melekat ke pakaiannya.

Beruntung ia telah menggendong tasnya saat kejadian tadi sehingga bagian punggungnya selamat dari tendangan bertubi-tubi.

“Mana yang terluka mas” tanya mahasiswa dan warga.

“Tidak apa-apa, hanya dada saja yang agak sesak karena tadi tidak menyangka” kata Johan sambil mengangkat kedua tangan dan menarik nafas dalam diulang-ulang untuk meredakan nyeri ulu hatinya.

“Masuk dulu nak Johan, mari bapak buatkan minuman. Maaf ibu sendang tidak di rumah” ajak bapak kos.

“Tidak pak, saya langsung ke kos saja” elak Johan.

“Persoalan apa sih mas, sampai kamu diperlakukan begitu” warga dan mahasiswa heran karena Johan yang mereka kenal tidak pernah berbuat di luar kewajaran.

“Entahlah pak, tadi ada laki-laki yang  bilang jangan merebut calon istri orang” Johan mengingat kata-kata ancaman para pengeroyoknya.

“Loh, memang mas Johan punya pacar selain mbak Leyna” tanya seorang mahasiswa. Semua mata memandang kepada mahasiswa sembrono itu dengan tatapan penuh makna.

“Maaf” kata mahasiswa itu merasa dipersalahkan oleh warga. Warga cukup mengenal Johan sehingga secara tak langsung berusaha membela, meskipun tetap curiga.

“Tidak” Johan menggelengkan kepala yang penuh berisi tanda tanya.

“Saja permisi pulang ya bapak-bapak dan adik-adik, terima kasih telah menyelamatkan saya” ujar Johan.

“Tolong yang muda-muda kawal mas Johan sampai kosnya, takutnya nanti masih diincar” bapak kos memberi saran. Hampir semua mahasiswa ingin mengantarkan, mereka berjalan berombongan.

Sambil berjalan Johan menelpon Anna manajer personalia di perusahaan tempatnya bekerja. Hanya Anna perempuan siap menikah yang sering jadi obyek godaan Johan.

“Sore Ana” Sapa Johan di saluran telepon.

“Hai Jo, Selamat ya, pelatihanmu sudah sukses” ujar Anna.

“Hmmm.” Johan bergumam.

“Ih,sebel amat sih,masak jawabanmu begitu” Anna mengeluh

“Anna, boleh tahu apa pekerjaan pacarmu” tanya Johan.

“Ih Jo, ngapaiiin? Sudah jadi manajer mau memasang persaingan ya. Boleh.boleh” Anna menggoda dari seberang sambungan.

“Bukan” jawab Johan tak mengenakkan.

“Jo, Kamu ngapain? Serius amat nada bicaramu. Mana selorohmu yang aku sukai itu” Ana masih berusaha mengendorkan ketegangan Johan.

Hanya desahan Johan, Tak ada Jawaban, maka Anna melanjutkan.

“Bukannya sudah aku ceritakan semua Jo, pacarku pengusaha, yaah meski masih rintisan tapi aku bilang sudah lumayan. Kenapa kamu tiba-tiba tertarik” Anna mulai merasa curiga.

“Apakah dia begitu cemburuan dan punya preman?” nada Johan sungguh tak mengenakkan.

“Ya ampun Jo, tak ada yang aku tutupi tentang pacarku maupun tentangmu di hadapan dia. Dia itu pria dewasa Jo. Belum pernah aku mengenal orang, teman atau koneksi dari pacarku yang tidak wajar” Anna mulai serius berbicara.

Rombongan perjalanan Johan sudah sampai di kos, mereka sepakat akan menemani Johan sampai situasi dirasa aman.

“Kamu sedang berbicara soal apa ini sebenarnya Jo. Kok ramai banget kamu sedang di mana?” tanya Anna.

“Ya sudah kalau begitu, aku percaya padamu” Jawab Johan.

“Jo, tunggu Jo, ini soal apa?” Anna mengeluarkan sikap tegasnya. Johan tak jadi menutup sambungan.

"Barusan aku mendapat ancaman agar tidak merebut calon istri orang Ann. Hanya kamu gadis yang aku kenal sudah mempersiapkan perkawinan” Jawab Johan.

“Apa?” Diseberang saluran Anna kaget bercampur curiga.

“Apa maksudmu Jo?” Kamu.. kamu kenapa?” Ana seperti orang kebingungan.

“Aku barusan dikeroyok orang yang mengancam jangan merebut calon istri orang” Johan lirih seakan ragu.

“Aku tidak percaya pacarku segila itu Jo, tapi biarlah nanti aku urus” tegas Anna.

“Jangan An. Maafkan aku. Aku percaya dan sangat menghormatimu. Pasti tadi preman salah orang. Jangan buat masalah dengan pacarmu karena kecerobohanku” kata Johan

“Oke baiklah, besok senin kita bicarakan lagi” Anna meminta.

“Terima kasih Anna, aku sangat menghargaimu. Byee” Johan menutup sambungan.

Melihat Johan sudah selesai berbicara, si Kanebo kering julukan junior di kos Johan yang badannya nampak seperti tulang berbungkus kaos kedodoran mendekati Johan yang masih dikerubut pengawalnya lalu bertanya.

“Bang, ada apa ini bang. Abang baik-baik saja kan”  Johan hanya menjawab dengan anggukan, namun jadi meringis.

Sakit di ulu hati dan sekitar dada Johan yang terkena pukulan dan tendangan terasa menusuk.

“Bo, kamu keluar cari makan,camilan, sama minuman. Anak anak mau menemani kita sampai situasi aman” si Kanebo kering sudah faham keadaan karena tadi sempat diberitahu mahasiswa yang mengantarkan.

“Minumnya es atau hangat bang. Banyak amat duitnya” mata kanebo kering terbelalak melihat jumlah uang yang disodorkan oleh Johan.

“yang hangatnya tahan sampai pagi” ujar Johan.

Kanebo kering membuka senyum lebar di mulutnya. Matanya melotot.

“Pesta ini bang?” tanya kanebo kering.

“Pesta gundulmu. Orang habis dianiaya kok pesta” mulut kanebo kering langsung mingkem. Beberapa mahasiswa mempermainkan Si Kanebo saat berjalan melewati mereka. Mendorong kepalanya kesana kemari dengan ujung jari tangan hingga kepalanya terayun kekiti kanan seperti boneka mainan. Di angkatan mereka si Kanebo kering memang sering dijadikan bahan lucu-lucuan, karena anaknya memang suka berlaku konyol dan tidak pernah merasa sakit hati meski kadang diperlakukan berlebihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun