Mohon tunggu...
Surtam A Amin
Surtam A Amin Mohon Tunggu... Freelancer - Peminat budaya

Kualitas nalar lebih penting daripada kuantitas gelar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Malam Renungan Suci

16 Agustus 2014   21:43 Diperbarui: 14 Agustus 2015   21:12 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai penghargaan terhadap para pejuang kemerdekaan, pada tahun 1962 kami menerima Surat Keputusan Menteri Urusan Veteran. Berdasarkan surat keputusan tersebut kami diakui dan disahkan sebagai “Veteran Pejuang Kemerdekaan”. Hanya sekadar pengakuan dan pengesahan! Anggota veteran yang rajin berurusan, kemudian mendapat tunjangan veteran dari pemerintah. Anak-anaknya mendapat fasilitas pendidikan. Sementara aku dan M@cver, karena malas berurusan harus puas dengan selembar kertas itu saja.

Selama bertahun-tahun kami hanya sebagai penonton drama pengisian kemerdekaan. Beberapa aktor pendatang baru tiba-tiba muncul mengaku sebagai pejuang. Berkat kemahiran mereka berakting di muka publik, mereka berhasil menguasai republik ini dan mereguk madu kemerdekaan sampai tersedak. Sedangkan M@cver dan beberapa teman lainnya kuburnya pun nyaris tak dikenal. Tidak ada yang mengakuinya sebagai pahlawan!

Aku lebih beruntung. Putriku yang cantik berhasil memikat hati putra seorang pejabat. Status sebagai besan seorang pejabat mengantarku menjadi salah seorang pengusaha sukses di negeri ini.

Diam-diam aku menyelinap, menghilang dari barisan peserta renungan suci. Kakiku terasa diseret kekuatan gaib. Aku segera meluncur ke pekuburan lain di ujung desa, tempat M@cver beristirahat untuk selamanya.

Pekuburan ujung desa tampak gelap. Malam ini, di sini terkena giliran pemadaman listrik oleh PLN. Dengan menggunakan cahaya dari pesawat telepon seluler aku mencari kubur M@cver. Karena sudah biasa, aku tidak kesulitan menemukan kubur sahabat sejatiku itu.

Pelan-pelan kuketuk kubur M@cver. Dia membuka pintu kuburnya. Rupanya dia belum tidur.

“Maaf, aku mengganggumu malam-malam begini!” kataku berbasa-basi.

“Ah, kamu! Aku sudah menunggumu sejak tadi. Seperti biasa aku ingin mengenang masa lalu bersamamu. Mengapa kamu terlambat?”

“Tadi aku harus mengikuti acara renungan suci bersama para pemuda.”

“Mengapa harus di sana?”

“Maafkan aku, Bat! Sejak menjadi tokoh masyarakat, aku harus mengikuti kegiatan yang dilaksanakan warga. Tidak ada niatku untuk melupakanmu. Kumohon kamu maklum.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun