Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mastani

9 Februari 2022   10:27 Diperbarui: 9 Februari 2022   10:28 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber :  artranked.com

Gulika akhirnya menemukan Nehal. Terbersit keraguan dalam dalam hatinya jika kematian Mastani akibat perbuatan lelaki setampan dia.

"Kulihat tabiatnya cukup baik. Saat ia menyapa para buruh di ladang ini dan saat ia berpamitan kepadaku pun ia sangat ramah. Mana mungkin ia tega membunuh anakku dengan cara sekeji itu?" pikiran Gulika berkecamuk. "Aku harus menyelidiknya."

Berhari-hari Gulika mengamati gerak-gerik Nehal Sharma saat lelaki itu singgah sejenak di ladang jagung tempat ia bekerja. Desas-desus menyebar hingga sampai ke telinga Gulika. Bahwa Nehal Sharma sedang mencari Mastani anak gadisnya.

"Sepertinya lelaki muda itu sedang mencari anakmu."

"Mastani? Untuk apa? Apakah ia belum tahu jika Mastani sudah mati?"

"Aku tidak tahu apa tujuannya. Apa perlu aku katakan padanya jika Mastani sudah mati? Agar ia berhenti mencarinya?" tanya si wanita tua.

Gulika bimbang. Hatinya berkecamuk jika mengingat kematian putrinya yang tragis. Antara marah kepada Nehal Sharma dan kasihan kepada Mastani. Ia tidak tahu harus berkata apa.

"Jangan. Lebih baik kau diam saja." ucap Gulika setelah ia merenung beberapa saat.

"Baiklah." jawab wanita tua itu singkat.

Malam harinya Gulika beristirahat di kamar Mastani. Ia menatap guci berisi abu Mastani yang belum ia tabur di Sungai Gangga.

"Sabarlah anakku. Sebentar lagi aku akan mengantarmu ke pelukan Dewi Gangga."

Gulika menyusun sebuah rencana.

***

"Apa kau tidak lelah mencari Mastani? Ini sudah hampir dua minggu lamanya. Tapi gadis idamanmu belum juga muncul."

"Tenanglah Vishal. Aku yakin hari ini aku akan menemukan gadisku Mastani."

"Sepertinya kau harus menepati janjimu kepada gadis itu." gurau Vishal.

"Kau bercanda. Itu hanyalah omong kosongku belaka. Agar Mastani menuruti kemauanku."

"Kau benar-benar gila." ucap Vishal.

Pagi itu Gulika menemui seorang lelaki tak jauh dari desanya. Ia membawa sebuah kotak dari rotan.

"Hati-hati. Jangan sampai salah memegangnya." ucap lelaki itu kepada Gulika.

"Aku paham. Akan aku lakukan sesuai petunjukmu."

"Tapi buat apa kau membelinya? Apa mau kau pelihara?"

"Tidak, aku akan menyerahkannya ke kuil Dewa Siwa untuk memenuhi janjiku pada Dewa Siwa."

"Oh begitu. Baiklah. Semoga Dewa Siwa memberkatimu Gulika."

"Terimakasih Baba."

Siang itu seperti biasanya para buruh ladang jagung berkumpul untuk menyantap makan siang mereka. Namun diantara kerumunan itu tidak terlihat wanita tua yang selalu menemani Gulika untuk makan.

Gulika mencari tempat yang sepi dan agak jauh dari kerumunan. Ia lalu menggelar tikarnya dan menyiapkan bekal makanannya. Tak lama kemudian terdengar deru mesin mobil.

"Itu pasti Nehal." gumam Gulika. Lalu ia beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju mobil truk milik Nehal.

Dari jarak yang cukup dekat, Gulika bisa melihat Nehal berjalan menuju arahnya. Gulika telah menyiapkan rencananya.

"Apa kau mencari Mastani Nak?"

"Iya bu, apa ibu tahu dimana Mastani berada? Aku ingin menyampaikan sesuatu padanya."

"Sesuatu? Salam perpisahan maksudmu?"

Nehal tersentak kaget. Namun masih bisa ia tahan. Gulika melihat perubahan wajah Nehal. Ia tersenyum tipis.

"Ikutlah denganku. Mastani sedang menunggumu di sana." ucap Gulika sambil menunjuk sebuah tempat di balik pohon jagung.

Dua orang beda usia itu berjalan beriringan. Tidak ada kecurigaan sedikitpun di wajah Nehal. Gulika tersenyum puas dalam hatinya karena sebentar lagi ia bisa menabur abu Mastani ke Sungai Gangga.

"Sabarlah Mastani. Sebentar lagi." ucap Gulika dalam hatinya.

Dua orang itu saling duduk berhadapan. Gulika menyuguhkan secangkir air putih kepada Nehal. Nehal pun meminum air itu.

Gulika menyiapkan dua piring plastik. Meletakkan dua lembar roti canai di atasnya.

"Sepertinya kau lapar Nak. Ini makanlah dulu." ucap Gulika. Nehal mengangguk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun